Mataram, (Antara) - Syamsuddin (44), kakak tersangka teroris KH (37), yang tertangkap tangan saat merampas sepeda motor di Kabupaten Bima dua bulan lalu, mendatangi Markas Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat, Rabu.
Syamsuddin asal Kabupaten Bima yang mengaku sebagai dosen sebuah perguruan tinggi negeri di Mataram itu datang ke Mapolda NTB seorang diri tanpa didampingi oleh siapa pun.
Ia berniat bertemu langsung dengan Kapolda NTB untuk mengetahui keadaan adiknya, KH, saat ini. Namun Kapolda NTB Brigjen Pol Sriyono saat itu sedang tidak berada di tempat.
Syamsuddin kemudian diarahkan petugas ke Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda NTB dan bertemu dengan Kasubdit III AKBP M Eka Fathurahman.
Dalam pertemuan itu, Syamsuddin menanyakan keadaan adiknya yang diketahuinya kini telah berada di Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) di Jakarta.
Syamsuddin mengaku dirinya memang sudah lama tidak bertemu dengan adiknya sejak mengikuti pendidikan di Jawa Timur. "Saya sudah lama tidak pulang kampung. Kami berkomunikasi biasanya melalui telepon saja," katanya.
Namun ia mengetahui jika adiknya KH tetangkap saat melakukan aksi pencurian sepeda motor dua bulan lalu di Kabupaten Bima. "Saya tidak menyangka kalau dia sampai sejauh itu berani berbuat kejahatan, apalagi sampai ikut terjaring dalam kelompok teroris," ujarnya.
Menanggapi pertanyaan Syamsuddin, Eka memberikan jawaban sesuai dengan proses hukum yang tengah dijalani oleh KH. "KH sekarang sudah ditangani oleh Mabes Polri, karena memang itu wewenang mereka. Densus 88 Antiteror kini menangani kasusnya," kata Eka.
Ia mengatakan bahwa KH terbukti ikut terlibat dalam jaringan teroris di wilayah Poso, Sulawesi Tengah. "Sesuai dengan hasil pemeriksaan sementara dari tim penyidik Polda NTB, KH memang terlibat jaringan Santoso di Poso," ujarnya.
Pembuktian tersebut berawal dari pihak penyidik yang mengetahui keterlibatan KH dalam penembakan anggota polisi di wilayah Bima. "Dia (KH) terlibat dalam penembakan Kapolsek Ambalawi, dia bertindak sebagai sebagai `joki`," katanya.
Berdasarkan hal itu, Mabes Polri langsung mengambil alih untuk menindaklanjuti kasus KH. "Kabar terakhir yang saya terima, KH kini masih dalam proses pemeriksaan lebih lanjut yang langsung ditangani Densus 88 Antiteror," ucapnya.
Ia menyampaikan kepada Syamsuddin jika kasus KH sudah selesai di Mabes Polri NTB, akan langsung menghubungi pihak keluarga di Bima. "Kalau kasusnya sudah selesai dan hakim menjatuhkan vonis, kami akan hubungi pihak keluarga langsung," katanya.
Syamsuddin asal Kabupaten Bima yang mengaku sebagai dosen sebuah perguruan tinggi negeri di Mataram itu datang ke Mapolda NTB seorang diri tanpa didampingi oleh siapa pun.
Ia berniat bertemu langsung dengan Kapolda NTB untuk mengetahui keadaan adiknya, KH, saat ini. Namun Kapolda NTB Brigjen Pol Sriyono saat itu sedang tidak berada di tempat.
Syamsuddin kemudian diarahkan petugas ke Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda NTB dan bertemu dengan Kasubdit III AKBP M Eka Fathurahman.
Dalam pertemuan itu, Syamsuddin menanyakan keadaan adiknya yang diketahuinya kini telah berada di Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) di Jakarta.
Syamsuddin mengaku dirinya memang sudah lama tidak bertemu dengan adiknya sejak mengikuti pendidikan di Jawa Timur. "Saya sudah lama tidak pulang kampung. Kami berkomunikasi biasanya melalui telepon saja," katanya.
Namun ia mengetahui jika adiknya KH tetangkap saat melakukan aksi pencurian sepeda motor dua bulan lalu di Kabupaten Bima. "Saya tidak menyangka kalau dia sampai sejauh itu berani berbuat kejahatan, apalagi sampai ikut terjaring dalam kelompok teroris," ujarnya.
Menanggapi pertanyaan Syamsuddin, Eka memberikan jawaban sesuai dengan proses hukum yang tengah dijalani oleh KH. "KH sekarang sudah ditangani oleh Mabes Polri, karena memang itu wewenang mereka. Densus 88 Antiteror kini menangani kasusnya," kata Eka.
Ia mengatakan bahwa KH terbukti ikut terlibat dalam jaringan teroris di wilayah Poso, Sulawesi Tengah. "Sesuai dengan hasil pemeriksaan sementara dari tim penyidik Polda NTB, KH memang terlibat jaringan Santoso di Poso," ujarnya.
Pembuktian tersebut berawal dari pihak penyidik yang mengetahui keterlibatan KH dalam penembakan anggota polisi di wilayah Bima. "Dia (KH) terlibat dalam penembakan Kapolsek Ambalawi, dia bertindak sebagai sebagai `joki`," katanya.
Berdasarkan hal itu, Mabes Polri langsung mengambil alih untuk menindaklanjuti kasus KH. "Kabar terakhir yang saya terima, KH kini masih dalam proses pemeriksaan lebih lanjut yang langsung ditangani Densus 88 Antiteror," ucapnya.
Ia menyampaikan kepada Syamsuddin jika kasus KH sudah selesai di Mabes Polri NTB, akan langsung menghubungi pihak keluarga di Bima. "Kalau kasusnya sudah selesai dan hakim menjatuhkan vonis, kami akan hubungi pihak keluarga langsung," katanya.