Mataram, (Antara NTB) - Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Nusa Tenggara Barat mencatat sebanyak 51 tenaga kerja Indonesia dari daerah itu meninggal dunia di Malaysia, pada 2014 dengan berbagai penyebab.
"Jumlah tenaga kerja Indonesia (TKI) yang meninggal dunia di Malaysia pada 2014 menurun dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak 91 orang," kata Kepala Seksi Perlindungan dan Pemberdayaan Tenaga Kerja Indonesia, Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Nusa Tenggara Barat H Saleh, di Mataram, Kamis.
Ia mengatakan, TKI yang meninggal dunia itu disebabkan karena sakit sebanyak 45 orang, kecelakaan kerja tiga orang dan berkasus tiga orang.
Para pahlawan devisa yang meninggal dunia tersebut sebagian ada yang masih dalam kontrak kerja dan ada yang tergolong ilegal karena tidak memiliki dokumen yang sah.
Para ahli waris TKI yang meninggal dunia, namun masih dalam kontrak kerja dan berangkat secara resmi berhak memperoleh asuransi sesuai dengan ketentuan, yakni sebesar Rp80 juta.
"Ada yang sudah dicairkan klaim asuransinya, dan ada yang masih dalam proses pengurusan dokumen," ujar Saleh.
Namun, pihaknya belum bisa memastikan kelancaran proses klaim asuransi karena sebagian besar TKI yang meninggal dunia membayar asuransi di perusahaan Proteksi Asuransi TKI yang sudah dibekukan pemerintah pada pertengahan 2013.
"Kalau yang berangkat pada akhir 2013 atau sejak 2014 pembayaran asuransinya dilakukan oleh tiga perusahaan asuransi TKI yang sudah ditunjuk pemerintah, yakni Mitra TKI, Jasindo dan Askrindo," katanya.
Meskipun demikian, kata Saleh, pihaknya akan berupaya memfasilitasi ahli waris TKI resmi yang meninggal dunia agar mendapatkan hak-haknya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
"Kami akan fasilitasi agar ahli waris mendapatkan hak-haknya karena para TKI yang berangkat secara resmi sudah membayar kewajibannya di perusahaan asuransi. Jadi perusahaan asuransi juga harus bertanggung jawab," ujarnya. (*)
"Jumlah tenaga kerja Indonesia (TKI) yang meninggal dunia di Malaysia pada 2014 menurun dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak 91 orang," kata Kepala Seksi Perlindungan dan Pemberdayaan Tenaga Kerja Indonesia, Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Nusa Tenggara Barat H Saleh, di Mataram, Kamis.
Ia mengatakan, TKI yang meninggal dunia itu disebabkan karena sakit sebanyak 45 orang, kecelakaan kerja tiga orang dan berkasus tiga orang.
Para pahlawan devisa yang meninggal dunia tersebut sebagian ada yang masih dalam kontrak kerja dan ada yang tergolong ilegal karena tidak memiliki dokumen yang sah.
Para ahli waris TKI yang meninggal dunia, namun masih dalam kontrak kerja dan berangkat secara resmi berhak memperoleh asuransi sesuai dengan ketentuan, yakni sebesar Rp80 juta.
"Ada yang sudah dicairkan klaim asuransinya, dan ada yang masih dalam proses pengurusan dokumen," ujar Saleh.
Namun, pihaknya belum bisa memastikan kelancaran proses klaim asuransi karena sebagian besar TKI yang meninggal dunia membayar asuransi di perusahaan Proteksi Asuransi TKI yang sudah dibekukan pemerintah pada pertengahan 2013.
"Kalau yang berangkat pada akhir 2013 atau sejak 2014 pembayaran asuransinya dilakukan oleh tiga perusahaan asuransi TKI yang sudah ditunjuk pemerintah, yakni Mitra TKI, Jasindo dan Askrindo," katanya.
Meskipun demikian, kata Saleh, pihaknya akan berupaya memfasilitasi ahli waris TKI resmi yang meninggal dunia agar mendapatkan hak-haknya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
"Kami akan fasilitasi agar ahli waris mendapatkan hak-haknya karena para TKI yang berangkat secara resmi sudah membayar kewajibannya di perusahaan asuransi. Jadi perusahaan asuransi juga harus bertanggung jawab," ujarnya. (*)