Mataram (ANTARA) - Kejaksaan Negeri (Kejari) Bima mengusut kasus dugaan korupsi terkait penarikan "fee" dalam penerbitan surat perintah perjalanan dinas (SPPD) pada Dinas Pertanian Kota Bima, Nusa Tenggara Barat.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Bima Andi Sudirman melalui sambungan telepon, Rabu, mengatakan bahwa penanganan kasus dugaan korupsi fee SPPD di Dinas Pertanian Kota Bima tersebut, sedang berjalan di tahap klarifikasi para pihak terkait.
"Sampai saat ini sudah ada empat orang yang kami minta klarifikasi, termasuk kepala dinas," kata Andi.
Selain melakukan klarifikasi, pihak kejaksaan turut mengumpulkan dokumen terkait adanya dugaan penarikan "fee" dalam penerbitan SPPD di Dinas Pertanian Kota Bima. "Tentu, soal kebutuhan dokumen kami dalami juga dari pihak dinas," ujarnya.
Dia pun mengatakan bahwa dugaan penarikan "fee" ini berlangsung dalam periode tiga tahun terakhir, terhitung sejak tahun 2020. Penarikan "fee" dalam setiap penerbitan SPPD tersebut sebesar 10 persen dari ongkos perjalanan dinas.
Baca juga: Kasus korupsi KUR BRI Rp7,77 miliar: modusnya "nasabah topengan"
Baca juga: Penyidik menunggu hasil audit resmi kasus korupsi jalan TWA Gunung Tunak
Terkait dengan nominal pemotongan dalam periode tiga tahun terakhir, Andi mengatakan hal tersebut masih dalam penelusuran pihak kejaksaan. "Itu dia, soal berapa nominal keseluruhan, masih kami telusuri juga," ucap dia.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Bima Andi Sudirman melalui sambungan telepon, Rabu, mengatakan bahwa penanganan kasus dugaan korupsi fee SPPD di Dinas Pertanian Kota Bima tersebut, sedang berjalan di tahap klarifikasi para pihak terkait.
"Sampai saat ini sudah ada empat orang yang kami minta klarifikasi, termasuk kepala dinas," kata Andi.
Selain melakukan klarifikasi, pihak kejaksaan turut mengumpulkan dokumen terkait adanya dugaan penarikan "fee" dalam penerbitan SPPD di Dinas Pertanian Kota Bima. "Tentu, soal kebutuhan dokumen kami dalami juga dari pihak dinas," ujarnya.
Dia pun mengatakan bahwa dugaan penarikan "fee" ini berlangsung dalam periode tiga tahun terakhir, terhitung sejak tahun 2020. Penarikan "fee" dalam setiap penerbitan SPPD tersebut sebesar 10 persen dari ongkos perjalanan dinas.
Baca juga: Kasus korupsi KUR BRI Rp7,77 miliar: modusnya "nasabah topengan"
Baca juga: Penyidik menunggu hasil audit resmi kasus korupsi jalan TWA Gunung Tunak
Terkait dengan nominal pemotongan dalam periode tiga tahun terakhir, Andi mengatakan hal tersebut masih dalam penelusuran pihak kejaksaan. "Itu dia, soal berapa nominal keseluruhan, masih kami telusuri juga," ucap dia.