Mataram (ANTARA) - Direktur Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum (BKBH) Universitas Mataram, Nusa Tenggara Barat, Joko Jumadi mengatakan Kementerian Agama (Kemenag) harus bertanggung jawab terkait kasus pelecehan yang diduga terjadi di tiga pondok pesantren di wilayah Lombok Timur.

"Urusan pondok pesantren ini di bawah Kemenag, jadi saya berpikir Kemenag harus tanggung jawab dalam arti melakukan evaluasi dengan menjalankan sistem pengawasan terhadap aktivitas pondok pesantren tersebut," kata Joko di Mataram, Rabu.

Baca juga: Pimpinan ponpes di Lombok Timur ditetapkan sebagai tersangka pelecehan santriwati
Baca juga: Dua oknum pimpinan ponpes di Lombok Timur di sel karena cabuli santriwati

Menurut dia, Kemenag saat ini terkesan acuh tak acuh dengan adanya kasus pelecehan di ponpes. Joko menilai Kemenag tidak menunjukkan sikap yang mendukung upaya pencegahan terhadap kasus pelecehan yang terjadi di tiga ponpes wilayah Lombok Timur.

"Ketika kemudian ada kasus seperti ini, mereka cukup dengan berpikir pelaku dihukum, tetapi pencegahan, 'tracking' korban atau pelaku lain tidak dilakukan," ujarnya.

Seperti kasus pelecehan yang terjadi di salah satu ponpes di wilayah Lombok Barat. Joko mengatakan bahwa kasus tersebut berkaitan dengan homoseksual.

"Pondok di situ (Lombok Barat) itu mereka menutup diri dari orang luar. Padahal di situ ada anak yang menjadi korban yang membutuhkan rehabilitasi supaya tidak bermutasi jadi pelaku," ucap dia.

Dia meyakinkan bahwa rehabilitasi korban tidak bisa dilakukan secara mandiri oleh ponpes. "Itu butuh tenaga profesional," katanya.

Dia khawatir apabila persoalan ini tidak cepat mendapatkan perhatian, maka tidak menutup kemungkinan kasus akan kembali terulang.

"Kalau tidak ada langkah progresif, sama saja kita membiarkan api dalam sekam yang suatu saat akan muncul kembali," ujar Joko.

Tiga kasus pelecehan di ponpes yang berada di Kabupaten Lombok Timur tersebut kini berada di bawah penanganan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Lombok Timur.

Dua dari tiga kasus dengan korban santriwati tersebut telah terungkap peran tersangka yang merupakan pimpinan ponpes.

Terakhir, penyidik menetapkan pimpinan ponpes yang berada di Sikur berinisial HN (51) sebagai tersangka yang dikenakan sangkaan pidana Undang-Undang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Kepala Seksi Humas Polres Lombok Timur Nicolas Oesman mengonfirmasi bahwa penyidik telah melakukan penahanan terhadap HN pada Selasa (16/5) malam di Rutan Polres Lombok Timur.

"Usai tersangka menjalani pemeriksaan pada Selasa (16/5), malamnya langsung ditahan," kata Nicolas.

Pewarta : Dhimas Budi Pratama
Editor : Riza Fahriza
Copyright © ANTARA 2024