Mataram (ANTARA) - Subdirektorat III Bidang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Reskrimum Polda Nusa Tenggara Barat menyelidiki kasus seorang anggotanya berinisial IMS yang diduga terlibat dalam kredit fiktif Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Cabang Batukliang, Kabupaten Lombok Tengah.
"Masih proses penyelidikan karena baru penyerahan berkas," kata Kepala Bidang (Kabid) Humas Polda NTB Kombes Arman Asmara Syafruddin di Mataram, Senin.
Berkas kasus tersebut, jelas dia, diterima pihak kepolisian dari Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Lombok Tengah.
Meskipun pihaknya menerima pelimpahan dengan status penanganan di tahap penyidikan, namun menurut Arman pihaknya harus memulainya dari tahap penyelidikan.
Dalam penyelidikan ini pun, dia meyakinkan bahwa penyidik tengah menjalankan proses klarifikasi kepada para pihak yang berkaitan dengan kasus tersebut, termasuk kepada IMS. "Jadi, penyelidikan ini masih berjalan," ucapnya.
Pihak kejaksaan dalam kasus ini sebelumnya telah mengungkap peran dua orang yang bertanggung jawab dari adanya kerugian negara Rp2,38 miliar.
Keduanya adalah Jauhari, mantan "Account Officer" yang bertanggung jawab atas pengelolaan pembukuan keuangan dan kepala pemasaran Agus Fanahesa.
Proses hukum keduanya pun kini tengah berjalan di tingkat kasasi Mahkamah Agung. Dari putusan pengadilan tingkat pertama, Jauhari dan Agus Fanahesa divonis 2 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan.
Hakim dalam putusan menetapkan untuk tidak membebankan uang pengganti kerugian negara kepada keduanya, melainkan kepada IMS. Dengan adanya penetapan demikian, hakim pun meminta pihak kejaksaan untuk segera meningkatkan status penanganan penyidikan IMS ke tahap penuntutan.
Namun, dari putusan pengadilan tingkat pertama itu, pihak kejaksaan mengajukan upaya hukum banding dengan alasan keduanya turut menikmati kerugian negara masing-masing Rp1 juta sesuai dengan tuntutan.
Dari proses persidangan di tingkat banding Pengadilan Tinggi Nusa Tenggara Barat, hakim menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama dengan tidak membebankan uang pengganti kerugian negara kepada Jauhari dan Agus Fanahesa.
Hakim banding pun menyatakan sependapat dengan pertimbangan hakim pengadilan tingkat pertama bahwa yang bertanggung jawab atas pengembalian uang pengganti adalah I Made Sudarmaya yang menikmati sendiri seluruh kerugian negara tersebut.
Dengan putusan demikian, pihak kejaksaan pun kembali mengajukan upaya hukum ke Mahkamah Agung.
Jaksa dalam dakwaan Agus Fanahesa dan Jauhari menjelaskan bahwa perkara kredit fiktif pada BPR Lombok Tengah Cabang Batukliang ini muncul dari adanya tunggakan pembayaran.
Tunggakan tersebut terungkap akibat adanya pencatutan nama untuk 199 anggota Ditsamapta Polda NTB dengan kerugian Rp2,38 miliar.
Jaksa pun menguraikan dalam dakwaan bahwa IMS ketika menduduki jabatan Perwira Administrasi Urusan Keuangan Direktorat Sabhara Polda NTB sebagai dalang dari perkara kredit fiktif ini.
IMS yang kini diketahui bertugas di Polres Bima Kota disebut dalam dakwaan sebagai pihak yang menikmati dari pinjaman Rp2,38 miliar. Nilai pinjaman tersebut tercatat dalam pengajuan kredit periode 2014-2017.
"Masih proses penyelidikan karena baru penyerahan berkas," kata Kepala Bidang (Kabid) Humas Polda NTB Kombes Arman Asmara Syafruddin di Mataram, Senin.
Berkas kasus tersebut, jelas dia, diterima pihak kepolisian dari Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Lombok Tengah.
Meskipun pihaknya menerima pelimpahan dengan status penanganan di tahap penyidikan, namun menurut Arman pihaknya harus memulainya dari tahap penyelidikan.
Dalam penyelidikan ini pun, dia meyakinkan bahwa penyidik tengah menjalankan proses klarifikasi kepada para pihak yang berkaitan dengan kasus tersebut, termasuk kepada IMS. "Jadi, penyelidikan ini masih berjalan," ucapnya.
Pihak kejaksaan dalam kasus ini sebelumnya telah mengungkap peran dua orang yang bertanggung jawab dari adanya kerugian negara Rp2,38 miliar.
Keduanya adalah Jauhari, mantan "Account Officer" yang bertanggung jawab atas pengelolaan pembukuan keuangan dan kepala pemasaran Agus Fanahesa.
Proses hukum keduanya pun kini tengah berjalan di tingkat kasasi Mahkamah Agung. Dari putusan pengadilan tingkat pertama, Jauhari dan Agus Fanahesa divonis 2 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan.
Hakim dalam putusan menetapkan untuk tidak membebankan uang pengganti kerugian negara kepada keduanya, melainkan kepada IMS. Dengan adanya penetapan demikian, hakim pun meminta pihak kejaksaan untuk segera meningkatkan status penanganan penyidikan IMS ke tahap penuntutan.
Namun, dari putusan pengadilan tingkat pertama itu, pihak kejaksaan mengajukan upaya hukum banding dengan alasan keduanya turut menikmati kerugian negara masing-masing Rp1 juta sesuai dengan tuntutan.
Dari proses persidangan di tingkat banding Pengadilan Tinggi Nusa Tenggara Barat, hakim menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama dengan tidak membebankan uang pengganti kerugian negara kepada Jauhari dan Agus Fanahesa.
Hakim banding pun menyatakan sependapat dengan pertimbangan hakim pengadilan tingkat pertama bahwa yang bertanggung jawab atas pengembalian uang pengganti adalah I Made Sudarmaya yang menikmati sendiri seluruh kerugian negara tersebut.
Dengan putusan demikian, pihak kejaksaan pun kembali mengajukan upaya hukum ke Mahkamah Agung.
Jaksa dalam dakwaan Agus Fanahesa dan Jauhari menjelaskan bahwa perkara kredit fiktif pada BPR Lombok Tengah Cabang Batukliang ini muncul dari adanya tunggakan pembayaran.
Tunggakan tersebut terungkap akibat adanya pencatutan nama untuk 199 anggota Ditsamapta Polda NTB dengan kerugian Rp2,38 miliar.
Jaksa pun menguraikan dalam dakwaan bahwa IMS ketika menduduki jabatan Perwira Administrasi Urusan Keuangan Direktorat Sabhara Polda NTB sebagai dalang dari perkara kredit fiktif ini.
IMS yang kini diketahui bertugas di Polres Bima Kota disebut dalam dakwaan sebagai pihak yang menikmati dari pinjaman Rp2,38 miliar. Nilai pinjaman tersebut tercatat dalam pengajuan kredit periode 2014-2017.