Mataram (ANTARA) - Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat Kombes Pol. Teddy Ristiawan mengungkapkan sepanjang tahun 2023 pihaknya berhasil mengungkap lima kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

"Jadi, Polda NTB dan jajaran polres di sepanjang tahun 2023 mulai dari Januari sampai dengan Juni ini sudah berhasil mengungkap lima kasus TPPO," kata Teddy di Mataram, Rabu.

Baca juga: Warga Lombok Utara jadi tersangka perdagangan orang ke Irak
Baca juga: 24 calon PMI hasil TPPO di Lampung berhasil diselamatkan, di antaranya dari NTB

Dia mengatakan bahwa empat dari lima kasus tersebut berada di bawah penanganan penyidik Subdirektorat IV Bidang Remaja, Anak, dan Wanita (Renakta) Reskrimum Polda NTB.

"Jadi, dari lima kasus, dua di antaranya dengan 8 korban ke Turki. Kemudian satu kasus sekarang sedang proses untuk penetapan tersangka. Satu lagi di Polres Sumbawa dan yang kami sampaikan hari ini, yang terakhir TPPO ke Irak, jadi lima kasus untuk tahun 2023," ujarnya.

Dari lima kasus tersebut, lanjut Teddy, pihaknya telah menetapkan 13 tersangka yang terdiri dari delapan orang laki-laki dan lima orang perempuan.

"Dari lima kasus ini terungkap korban sebanyak 11 orang yang semuanya perempuan," ucap dia.

Lebih lanjut, Teddy menjelaskan bahwa kasus TPPO terakhir yang memberangkatkan korban ke Irak, Tim Subdit IV Bidang Renakta Reskrimum Polda NTB telah menetapkan seorang tersangka berinisial ER (38) yang berperan sebagai perekrut asal Kabupaten Lombok Utara.

Dalam penetapan ER sebagai tersangka, penyidik unit perlindungan perempuan dan anak (PPA) menerapkan sangkaan Pasal 10, Pasal 11 juncto Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan/atau Pasal 81 jo. Pasal 69 Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI).

"Sesuai pasal yang kami sangkakan, tersangka terancam hukuman penjara paling lama 15 tahun dengan denda paling banyak Rp600 juta," ujarnya.


Dalam kasus ini, lanjut dia, penyidik sebenarnya menetapkan dua tersangka. Selain ER, ada tersangka lain yang berperan sebagai pemodal berinisial SR.

"Jadi tersangka ini melakukan perekrutan dengan modal dari SR yang beralamat di Sumbawa. Namun, informasi terakhir yang kami dapatkan, SR telah meninggal dunia pada 2022 lalu," ucap dia.

Lebih lanjut, Teddy menjelaskan bahwa pihaknya menangani kasus perdagangan orang ini berawal dari adanya laporan korban berinisial MR (31) asal Kabupaten Lombok Utara. Laporan tersebut masuk pada 10 April 2023.

"Mulai April itu kami langsung melakukan penyelidikan dan penyidikan dan berhasil mengungkap peran tersangka sampai pada proses penangkapan dan penahanan," kata Teddy.

Dari laporan korban, jelas dia, terungkap modus ER melakukan perekrutan yang tidak sesuai prosedur, yakni secara perorangan, bukan melalui perusahaan yang terdaftar sebagai Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) legal.

Tersangka ER menjalankan modus menjanjikan korban MR untuk bekerja di Arab Saudi dengan iming-iming gaji Rp7 juta. Untuk lebih menarik perhatian korban, tersangka ER memberikan uang fit (modal pemberangkatan) Rp3 juta dan pelunasan utang Rp1,5 juta.

"Jadi, ini salah satu modus perekrut PMI dengan menjanjikan korban bekerja di tempat favorit dengan gaji fantastis Rp7 juta ditambah imbalan uang fit," ujarnya.

Pewarta : Dhimas Budi Pratama
Editor : Riza Fahriza
Copyright © ANTARA 2024