Mataram (ANTARA) - Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat (Polda NTB) mengungkap kasus dugaan perdagangan orang ke Irak dengan menetapkan seorang perekrut asal Kabupaten Lombok Utara berinisial ER (38) sebagai tersangka.
"Terhadap tersangka ER sudah kami lakukan penahanan dan sekarang berkas penyidikan dalam proses perampungan," kata Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda NTB Kombes Pol. Teddy Ristiawan di Mataram, Rabu.
Baca juga: 24 calon PMI hasil TPPO di Lampung berhasil diselamatkan, di antaranya dari NTB
Dalam penetapan ER sebagai tersangka, kata Teddy, penyidik unit perlindungan perempuan dan anak (PPA) menerapkan sangkaan Pasal 10, Pasal 11 juncto Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan/atau Pasal 81 jo. Pasal 69 Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2017 tentang perlindungan pekerja migran Indonesia (PPMI).
"Sesuai pasal yang kami sangkakan, tersangka terancam hukuman penjara paling lama 15 tahun dengan denda paling banyak Rp600 juta," ujarnya.
Dalam kasus tersebut, menurut dia, penyidik sebenarnya menetapkan dua tersangka. Selain ER, ada tersangka lain yang berperan sebagai pemodal berinisial SR.
"Jadi tersangka ini melakukan perekrutan dengan modal dari SR yang beralamat di Sumbawa. Namun, informasi terakhir yang kami dapatkan, SR telah meninggal dunia pada 2022," ucap dia.
Teddy menjelaskan bahwa pihaknya menangani kasus perdagangan orang ini berawal dari adanya laporan korban berinisial MR (31) asal Kabupaten Lombok Utara. Laporan tersebut masuk pada 10 April 2023.
"Mulai April itu kami langsung melakukan penyelidikan dan penyidikan dan berhasil mengungkap peran tersangka sampai pada proses penangkapan dan penahanan," kata Teddy.
Dari laporan korban, kata dia, terungkap modus ER melakukan perekrutan yang tidak sesuai prosedur, yakni secara perorangan, bukan melalui perusahaan yang terdaftar sebagai perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia (P3MI) yang legal.
Tersangka ER menjalankan modus menjanjikan korban MR untuk bekerja di Arab Saudi dengan iming-iming gaji Rp7 juta. Untuk lebih menarik perhatian korban, tersangka ER memberikan uang fit (modal pemberangkatan) Rp3 juta dan pelunasan utang Rp1,5 juta.
"Jadi, ini salah satu modus perekrut PMI dengan menjanjikan korban bekerja di tempat favorit dengan gaji fantastis ditambah imbalan uang fit," ujarnya.
Karena tergiur dengan modus demikian, kata Teddy, korban MR pun pada pertengahan tahun 2021 setuju mengikuti arahan tersangka ER untuk membuat paspor di Kantor Imigrasi Sumbawa.
"Di sana (Pulau Sumbawa), korban dan tersangka ER bertemu dengan SR," ucap dia.
Usai paspor dan kebutuhan administrasi selesai, SR berkoordinasi dengan agen yang berada di Irak berinisial AM (warga negara Indonesia). Korban pun seorang diri dari NTB diberangkatkan ke Jakarta oleh SR.
"Sebelum akhirnya berangkat ke Irak pada 17 Oktober 2021, korban sempat ditampung di wilayah Jakarta Barat selama lima hari," ujarnya.
Sampai di Irak, kata Teddy, korban di bawah kendali WNI berinisial AM melakukan pekerjaan di bidang domestik sebagai asisten rumah tangga (AST).
"Selama di Irak, korban bekerja di beberapa majikan tanpa gaji. Itu berlangsung selama 10 bulan," kata dia.
Korban pun pada Juli 2022 menyadari bahwa dirinya telah tertipu mencoba kabur dari majikan tempat dia bekerja sebagai AST. "Saat kabur itu korban mengalami patah kaki," ujarnya.
Insiden itu pun diketahui oleh sang majikan sampai pada akhirnya korban MR dikembalikan ke agensi yang berada di bawah kendali AM.
"Selama di penampungan agensi di Irak, korban ini secara diam-diam menghubungi KBRI di Baghdad," ucap dia.
Pihak KBRI pun merespons hal tersebut dengan langsung menjemput korban yang berada di lokasi penampungan agensi AM. Keberadaan korban di penampungan turut menjadi perhatian pihak kepolisian di Irak dengan memproses secara hukum perbuatan AM dalam hal perdagangan orang.
"Jadi, selama proses persidangan AM di Irak, korban memberikan kesaksian. Sampai pada akhirnya selesai sidang, korban dipulangkan ke Indonesia pada 3 Februari 2023 dan membuat laporan polisi pada 10 April 2023," ujarnya.
"Terhadap tersangka ER sudah kami lakukan penahanan dan sekarang berkas penyidikan dalam proses perampungan," kata Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda NTB Kombes Pol. Teddy Ristiawan di Mataram, Rabu.
Baca juga: 24 calon PMI hasil TPPO di Lampung berhasil diselamatkan, di antaranya dari NTB
Dalam penetapan ER sebagai tersangka, kata Teddy, penyidik unit perlindungan perempuan dan anak (PPA) menerapkan sangkaan Pasal 10, Pasal 11 juncto Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan/atau Pasal 81 jo. Pasal 69 Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2017 tentang perlindungan pekerja migran Indonesia (PPMI).
"Sesuai pasal yang kami sangkakan, tersangka terancam hukuman penjara paling lama 15 tahun dengan denda paling banyak Rp600 juta," ujarnya.
Dalam kasus tersebut, menurut dia, penyidik sebenarnya menetapkan dua tersangka. Selain ER, ada tersangka lain yang berperan sebagai pemodal berinisial SR.
"Jadi tersangka ini melakukan perekrutan dengan modal dari SR yang beralamat di Sumbawa. Namun, informasi terakhir yang kami dapatkan, SR telah meninggal dunia pada 2022," ucap dia.
Teddy menjelaskan bahwa pihaknya menangani kasus perdagangan orang ini berawal dari adanya laporan korban berinisial MR (31) asal Kabupaten Lombok Utara. Laporan tersebut masuk pada 10 April 2023.
"Mulai April itu kami langsung melakukan penyelidikan dan penyidikan dan berhasil mengungkap peran tersangka sampai pada proses penangkapan dan penahanan," kata Teddy.
Dari laporan korban, kata dia, terungkap modus ER melakukan perekrutan yang tidak sesuai prosedur, yakni secara perorangan, bukan melalui perusahaan yang terdaftar sebagai perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia (P3MI) yang legal.
Tersangka ER menjalankan modus menjanjikan korban MR untuk bekerja di Arab Saudi dengan iming-iming gaji Rp7 juta. Untuk lebih menarik perhatian korban, tersangka ER memberikan uang fit (modal pemberangkatan) Rp3 juta dan pelunasan utang Rp1,5 juta.
"Jadi, ini salah satu modus perekrut PMI dengan menjanjikan korban bekerja di tempat favorit dengan gaji fantastis ditambah imbalan uang fit," ujarnya.
Karena tergiur dengan modus demikian, kata Teddy, korban MR pun pada pertengahan tahun 2021 setuju mengikuti arahan tersangka ER untuk membuat paspor di Kantor Imigrasi Sumbawa.
"Di sana (Pulau Sumbawa), korban dan tersangka ER bertemu dengan SR," ucap dia.
Usai paspor dan kebutuhan administrasi selesai, SR berkoordinasi dengan agen yang berada di Irak berinisial AM (warga negara Indonesia). Korban pun seorang diri dari NTB diberangkatkan ke Jakarta oleh SR.
"Sebelum akhirnya berangkat ke Irak pada 17 Oktober 2021, korban sempat ditampung di wilayah Jakarta Barat selama lima hari," ujarnya.
Sampai di Irak, kata Teddy, korban di bawah kendali WNI berinisial AM melakukan pekerjaan di bidang domestik sebagai asisten rumah tangga (AST).
"Selama di Irak, korban bekerja di beberapa majikan tanpa gaji. Itu berlangsung selama 10 bulan," kata dia.
Korban pun pada Juli 2022 menyadari bahwa dirinya telah tertipu mencoba kabur dari majikan tempat dia bekerja sebagai AST. "Saat kabur itu korban mengalami patah kaki," ujarnya.
Insiden itu pun diketahui oleh sang majikan sampai pada akhirnya korban MR dikembalikan ke agensi yang berada di bawah kendali AM.
"Selama di penampungan agensi di Irak, korban ini secara diam-diam menghubungi KBRI di Baghdad," ucap dia.
Pihak KBRI pun merespons hal tersebut dengan langsung menjemput korban yang berada di lokasi penampungan agensi AM. Keberadaan korban di penampungan turut menjadi perhatian pihak kepolisian di Irak dengan memproses secara hukum perbuatan AM dalam hal perdagangan orang.
"Jadi, selama proses persidangan AM di Irak, korban memberikan kesaksian. Sampai pada akhirnya selesai sidang, korban dipulangkan ke Indonesia pada 3 Februari 2023 dan membuat laporan polisi pada 10 April 2023," ujarnya.