Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA ) terus berkoordinasi dengan aparat penegak hukum dan pemerintah daerah setempat untuk mengawal proses hukum dan pendampingan terhadap 15 korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh guru ngaji di Purwakarta, Jawa Barat.
"Tim Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) Layanan Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus telah melakukan penjangkauan dan koordinasi kasus," kata Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA Nahar saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu.
Nahar mengatakan KemenPPPA mendorong dinas setempat terus mengupayakan pendampingan psikologis pada seluruh korban dan keluarganya agar dapat pulih dari trauma akibat kekerasan seksual yang mereka alami.
"Selain itu, kami juga mendorong pihak dinas dan kepolisian untuk menguatkan para orang tua atau wali korban untuk mengajukan permohonan restitusi ke LPSK," katanya.
Kekerasan seksual diduga telah dilakukan tersangka sejak 2018, dengan modus memanggil para korban untuk memijat dengan iming-iming menjanjikan kepada para korban akan mendapat ilmu spiritual. Apabila korban menolak permintaan tersebut, tersangka berdalih para korban akan celaka. Dalam kasus ini, diduga korbannya ada lebih dari 15 orang.
"Saat ini korban berjumlah 15 orang, empat korban diduga mengalami persetubuhan dan telah dilakukan visum et repertum, serta 11 korban lainnya diduga mengalami pencabulan oleh tersangka," kata Nahar.
Baca juga: NTB mengapresiasi terbentuknya Satgas Pencegahan Kekerasan Seksual
Baca juga: Permendikbud 30/2021 mulai buahkan hasil
Pihaknya pun meminta murid-murid tersangka dan masyarakat setempat agar tidak takut melapor. "Dengan berani melapor kepada pendamping maupun pihak kepolisian, korban nantinya dapat mengakses pemulihan psikologis, memperoleh keadilan di ranah hukum, dan dibantu mengupayakan haknya atas restitusi," katanya.