Mataram (ANTARA) - Wakil Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), Sitti Rohmi Djalillah mengklaim data kemiskinan sebesar 13,8 persen di wilayah itu belum sesuai kondisi aktual yang terjadi di masyarakat.
"Kalau melihat dari data yang belum valid dan tidak by name by address membuat data angka kemiskinan kita tidak sesuai dengan kondisi aktual," kata Wagub NTB dalam rapat koordinasi penanggulangan kemiskinan yang diselenggarakan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) NTB dalam keterangan tertulis diterima wartawan di Mataram, Rabu.
Wagub meyakini angka kemiskinan NTB sesungguhnya berada di bawah 10 persen. Hal itu, seperti dikatakannya jika verifikasi dan validasi data kemiskinan segera diperbaiki dan mengingatkan keras agar pola pikir yang masih mengandalkan dan mengharapkan bantuan sosial turut menyumbang angka kemiskinan.
"Ini yang membuat angka kemiskinan kita tidak turun turun bahkan naik. Padahal data yang benar menyumbang perbaikan angka kemiskinan sampai delapan persen," ujarnya
Ketua Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) mengatakan ada dua hal penting dalam penanggulangan kemiskinan adalah data dan pola pikir.
Keduanya saling mempengaruhi karena sebanyak dan sebesar apapun anggaran serta program yang digelontorkan tidak akan mengubah angka kemiskinan NTB
"Saya sudah mengingatkan ini sejak 2019 tapi kok susah sekali memperbaikinya terutama Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang berkaitan mulai dari Program Keluarga Harapan (PKH) sampai BPJS Kesehatan atau Penerima Bantuan Iuran/PBI," katanya.
Kepala Bappeda NTB, Iswandi mengatakan, progres verifikasi dan validasi data angka kemiskinan ekstrim disepakati sesuai dengan rilis data BPS NTB sebanyak 176.029 jiwa. Data ini berbeda dengan rilis data angka kemiskinan ekstrim dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) sebanyak 253.734 jiwa di NTB.
"Rapat koordinasi ini akan menyepakati menggunakan data angka kemiskinan ekstrim dari BPS NTB yang harus segera dilakukan verifikasi dan validasi data sesuai Inpres nomor 4 tahun 2022 agar target nol di 2024 tercapai," ujarnya.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) NTB, Wahyudin mengatakan angka 176, 029 jiwa penduduk NTB kategori miskin ekstrim tersebut adalah hasil sensus registrasi sosial ekonomi (Regsosek) yang dilakukan BPS NTB pada 2022 lalu.
Sesuai kriteria dan konsep kemiskinan, hasil verifikasi lapangan menemukan kondisi yang tak sesuai. Di antaranya pendataan di tingkat desa dan kelurahan yang menyebabkan bantuan tidak tepat sasaran sampai pemikiran masyarakat yang keliru tentang bantuan dan pelayanan sosial bagi masyarakat miskin.
"Dari hasil Regsosek yang akan diumumkan akhir bulan ini sebenarnya ada penambahan lima persen angka kemiskinan dari 13,8 mendekati angka 19 persen. Kalau angka kemiskinan ekstrim bertambah dua persen," terang Wahyudin.
Ia menguraikan pemetaan desil satu sampai sepuluh yang menunjukkan tingkat kesejahteraan rumah tangga, desil enam sampai sepuluh yang tergolong berkecukupan masih terdata dan mendapatkan bantuan sedangkan desil satu terdapat pula rumahtangga miskin yang tidak memperoleh bantuan apapun.
"Makanya kami berharap perbaikan data oleh TKPKD kabupaten/kota sampai tingkat RT dapat melakukan verifikasi data agar kemiskinan dan penanggulangan-nya dapat dilakukan secara tepat," katanya.
"Kalau melihat dari data yang belum valid dan tidak by name by address membuat data angka kemiskinan kita tidak sesuai dengan kondisi aktual," kata Wagub NTB dalam rapat koordinasi penanggulangan kemiskinan yang diselenggarakan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) NTB dalam keterangan tertulis diterima wartawan di Mataram, Rabu.
Wagub meyakini angka kemiskinan NTB sesungguhnya berada di bawah 10 persen. Hal itu, seperti dikatakannya jika verifikasi dan validasi data kemiskinan segera diperbaiki dan mengingatkan keras agar pola pikir yang masih mengandalkan dan mengharapkan bantuan sosial turut menyumbang angka kemiskinan.
"Ini yang membuat angka kemiskinan kita tidak turun turun bahkan naik. Padahal data yang benar menyumbang perbaikan angka kemiskinan sampai delapan persen," ujarnya
Ketua Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) mengatakan ada dua hal penting dalam penanggulangan kemiskinan adalah data dan pola pikir.
Keduanya saling mempengaruhi karena sebanyak dan sebesar apapun anggaran serta program yang digelontorkan tidak akan mengubah angka kemiskinan NTB
"Saya sudah mengingatkan ini sejak 2019 tapi kok susah sekali memperbaikinya terutama Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang berkaitan mulai dari Program Keluarga Harapan (PKH) sampai BPJS Kesehatan atau Penerima Bantuan Iuran/PBI," katanya.
Kepala Bappeda NTB, Iswandi mengatakan, progres verifikasi dan validasi data angka kemiskinan ekstrim disepakati sesuai dengan rilis data BPS NTB sebanyak 176.029 jiwa. Data ini berbeda dengan rilis data angka kemiskinan ekstrim dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) sebanyak 253.734 jiwa di NTB.
"Rapat koordinasi ini akan menyepakati menggunakan data angka kemiskinan ekstrim dari BPS NTB yang harus segera dilakukan verifikasi dan validasi data sesuai Inpres nomor 4 tahun 2022 agar target nol di 2024 tercapai," ujarnya.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) NTB, Wahyudin mengatakan angka 176, 029 jiwa penduduk NTB kategori miskin ekstrim tersebut adalah hasil sensus registrasi sosial ekonomi (Regsosek) yang dilakukan BPS NTB pada 2022 lalu.
Sesuai kriteria dan konsep kemiskinan, hasil verifikasi lapangan menemukan kondisi yang tak sesuai. Di antaranya pendataan di tingkat desa dan kelurahan yang menyebabkan bantuan tidak tepat sasaran sampai pemikiran masyarakat yang keliru tentang bantuan dan pelayanan sosial bagi masyarakat miskin.
"Dari hasil Regsosek yang akan diumumkan akhir bulan ini sebenarnya ada penambahan lima persen angka kemiskinan dari 13,8 mendekati angka 19 persen. Kalau angka kemiskinan ekstrim bertambah dua persen," terang Wahyudin.
Ia menguraikan pemetaan desil satu sampai sepuluh yang menunjukkan tingkat kesejahteraan rumah tangga, desil enam sampai sepuluh yang tergolong berkecukupan masih terdata dan mendapatkan bantuan sedangkan desil satu terdapat pula rumahtangga miskin yang tidak memperoleh bantuan apapun.
"Makanya kami berharap perbaikan data oleh TKPKD kabupaten/kota sampai tingkat RT dapat melakukan verifikasi data agar kemiskinan dan penanggulangan-nya dapat dilakukan secara tepat," katanya.