Mataram (ANTARA) - Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat (Polda NTB) meminta dukungan seluruh lapisan masyarakat untuk memberantas aksi tindak pidana perdagangan orang (TPPO) ke luar negeri yang kini menjadi atensi Presiden RI Joko Widodo.
Kabid Humas Polda NTB Kombes Arman Asmara Syarifuddin di Mataram, Jumat, mengungkapkan bahwa para pelaku dari aksi tersebut kerap membidik calon pekerja migran Indonesia (PMI).
"Oleh karena itu kami mengimbau calon PMI agar tidak mudah tergiur dengan tipu daya para pelaku seperti calo-calo itu. Kalau ada aksi demikian atau pun jaringan dari aksi TPPO ini, laporkan kepada kami agar segera dilakukan langkah hukum," kata Arman.
Dia pun berharap calon PMI apabila ingin bekerja di luar negeri agar menempuh jalur resmi sesuai prosedur pemerintah.
"Pastikan perusahaan penyalur PMI terdaftar resmi, cari informasi di instansi terkait, salah satunya bisa ke Disnakertrans (Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi)," ujarnya.
Sementara Kepala Subdit IV Bidang Renakta Reskrimum Polda NTB AKBP Ni Made Pujawati turut menyampaikan bahwa risiko calon PMI berangkat tidak sesuai prosedur adalah persoalan keamanan dan keselamatan jiwa saat bekerja di luar negeri.
"Risikonya besar apabila memilih berangkat melalui jalur ilegal karena bisa mengancam keamanan dan keselamatan jiwa," ucap Pujawati.
Seperti kasus TPPO ke Irak dengan korban seorang perempuan berinisial MR (31), asal Kabupaten Lombok Utara yang kini perkaranya sedang dalam tahap penyidikan di Polda NTB.
Dia pun menjelaskan bahwa selama merantau nasib di Irak dengan bekerja sebagai asisten rumah tangga di beberapa majikan, MR tidak pernah merasakan gaji. Bahkan di tempat terakhir bekerja, MR sempat berupaya kabur hingga mengalami patah kaki.
Keberadaan korban pun terdeteksi oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Baghdad dan akhirnya pada Februari 2023 MR dipulangkan ke Indonesia.
Pujawati pun menyampaikan bahwa warga Lombok Utara tersebut menjadi korban TPPO karena tergiur janji tersangka ER (38), warga Lombok Utara, yang sebelumnya menawarkan untuk bekerja di Arab Saudi dengan gaji Rp7 juta per bulan.
Selain melihat gaji tersebut, korban tergiur dengan pemberian uang fit (modal pemberangkatan) Rp3 juta serta adanya pelunasan utang Rp1,5 juta dari tersangka.
"Dari adanya kasus ini kami berharap bisa menjadi bahan pembelajaran masyarakat, khususnya calon PMI. Jangan butakan diri kita dengan mengabaikan keamanan dan keselamatan jiwa saat bekerja di luar negeri. Baiknya, ikuti prosedur yang ada," kata dia.
Lebih lanjut, Pujawati menyampaikan bahwa pihaknya melalui Satuan Tugas Daerah (Satgasda) TPPO Polda NTB akan terus berupaya melakukan upaya penindakan, pencegahan, dan rehabilitasi korban aksi TPPO di daerah sesuai amanat Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Keberadaan dari Satgasda TPPO Polda NTB ini pun diyakini Pujawati sebagai bagian dari upaya negara memberikan perlindungan kepada para pahlawan devisa tersebut.
"Oleh karena itu, kami harap masyarakat mendukung upaya kami ini agar tidak ada lagi korban TPPO dari kalangan PMI kita yang bekerja di luar negeri," ujarnya.
Kabid Humas Polda NTB Kombes Arman Asmara Syarifuddin di Mataram, Jumat, mengungkapkan bahwa para pelaku dari aksi tersebut kerap membidik calon pekerja migran Indonesia (PMI).
"Oleh karena itu kami mengimbau calon PMI agar tidak mudah tergiur dengan tipu daya para pelaku seperti calo-calo itu. Kalau ada aksi demikian atau pun jaringan dari aksi TPPO ini, laporkan kepada kami agar segera dilakukan langkah hukum," kata Arman.
Dia pun berharap calon PMI apabila ingin bekerja di luar negeri agar menempuh jalur resmi sesuai prosedur pemerintah.
"Pastikan perusahaan penyalur PMI terdaftar resmi, cari informasi di instansi terkait, salah satunya bisa ke Disnakertrans (Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi)," ujarnya.
Sementara Kepala Subdit IV Bidang Renakta Reskrimum Polda NTB AKBP Ni Made Pujawati turut menyampaikan bahwa risiko calon PMI berangkat tidak sesuai prosedur adalah persoalan keamanan dan keselamatan jiwa saat bekerja di luar negeri.
"Risikonya besar apabila memilih berangkat melalui jalur ilegal karena bisa mengancam keamanan dan keselamatan jiwa," ucap Pujawati.
Seperti kasus TPPO ke Irak dengan korban seorang perempuan berinisial MR (31), asal Kabupaten Lombok Utara yang kini perkaranya sedang dalam tahap penyidikan di Polda NTB.
Dia pun menjelaskan bahwa selama merantau nasib di Irak dengan bekerja sebagai asisten rumah tangga di beberapa majikan, MR tidak pernah merasakan gaji. Bahkan di tempat terakhir bekerja, MR sempat berupaya kabur hingga mengalami patah kaki.
Keberadaan korban pun terdeteksi oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Baghdad dan akhirnya pada Februari 2023 MR dipulangkan ke Indonesia.
Pujawati pun menyampaikan bahwa warga Lombok Utara tersebut menjadi korban TPPO karena tergiur janji tersangka ER (38), warga Lombok Utara, yang sebelumnya menawarkan untuk bekerja di Arab Saudi dengan gaji Rp7 juta per bulan.
Selain melihat gaji tersebut, korban tergiur dengan pemberian uang fit (modal pemberangkatan) Rp3 juta serta adanya pelunasan utang Rp1,5 juta dari tersangka.
"Dari adanya kasus ini kami berharap bisa menjadi bahan pembelajaran masyarakat, khususnya calon PMI. Jangan butakan diri kita dengan mengabaikan keamanan dan keselamatan jiwa saat bekerja di luar negeri. Baiknya, ikuti prosedur yang ada," kata dia.
Lebih lanjut, Pujawati menyampaikan bahwa pihaknya melalui Satuan Tugas Daerah (Satgasda) TPPO Polda NTB akan terus berupaya melakukan upaya penindakan, pencegahan, dan rehabilitasi korban aksi TPPO di daerah sesuai amanat Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Keberadaan dari Satgasda TPPO Polda NTB ini pun diyakini Pujawati sebagai bagian dari upaya negara memberikan perlindungan kepada para pahlawan devisa tersebut.
"Oleh karena itu, kami harap masyarakat mendukung upaya kami ini agar tidak ada lagi korban TPPO dari kalangan PMI kita yang bekerja di luar negeri," ujarnya.