Mataram (Antara NTB) - Persidangan perkara surat perintah perjalanan dinas (SPPD) fiktif dengan terdakwa mantan Wakil Bupati Lombok Barat H Mahrip kembali digelar di Pengadilan Negeri Mataram dengan menghadirkan saksi Ali Johan, mantan supirnya.
Ali Johan yang pernah bekerja sebagai supir pribadi istri terdakwa H Mahrip itu menjadi saksi "a de charge" atau yang meringankan terdakwa.
Dalam keterangannya di depan majelis hakim, Selasa, Ali mengaku tidak mengetahui mengenai persoalan yang menjerat mantan majikannya itu.
"Saya tidak mengetahui persoalan pastinya, karena saya hanya seorang supir yang pernah bekerja untuk istri terdakwa," katanya.
Ali malah memberikan kesaksian seputar pribadi dan perilaku terdakwa selama menjadi majikannya.
Menurutnya, terdakwa adalah seorang yang menghargai profesi apa pun. Selain itu, Ali menilai terdakwa selama menjadi majikannya selalu memenuhi kebutuhan dan haknya, walaupun hanya bekerja sebagai seorang supir pribadi.
"Sosok yang saya kenal, terdakwa memiliki kepribadian baik dan selalu peduli kepada siapa pun termasuk kami selaku bawahannya," ujar Ali.
Jaksa penuntut umum (JPU) Hademan pada persidangan itu
tidak mempermasalahkan siapa saksi yang dihadirkan oleh terdakwa.
Kasus mantan wakil bupati ini dibawa ke meja hijau
setelah penyidik menemukan alat bukti seperti laporan pertanggungjawaban perjalanan dinas yang diduga fiktif.
Dari hasil audit yang ditemukan tim BPKP NTB dalam kasus tersebut, diketahui negara telah dirugikan sekitar Rp431 juta lebih. (*)
Ali Johan yang pernah bekerja sebagai supir pribadi istri terdakwa H Mahrip itu menjadi saksi "a de charge" atau yang meringankan terdakwa.
Dalam keterangannya di depan majelis hakim, Selasa, Ali mengaku tidak mengetahui mengenai persoalan yang menjerat mantan majikannya itu.
"Saya tidak mengetahui persoalan pastinya, karena saya hanya seorang supir yang pernah bekerja untuk istri terdakwa," katanya.
Ali malah memberikan kesaksian seputar pribadi dan perilaku terdakwa selama menjadi majikannya.
Menurutnya, terdakwa adalah seorang yang menghargai profesi apa pun. Selain itu, Ali menilai terdakwa selama menjadi majikannya selalu memenuhi kebutuhan dan haknya, walaupun hanya bekerja sebagai seorang supir pribadi.
"Sosok yang saya kenal, terdakwa memiliki kepribadian baik dan selalu peduli kepada siapa pun termasuk kami selaku bawahannya," ujar Ali.
Jaksa penuntut umum (JPU) Hademan pada persidangan itu
tidak mempermasalahkan siapa saksi yang dihadirkan oleh terdakwa.
Kasus mantan wakil bupati ini dibawa ke meja hijau
setelah penyidik menemukan alat bukti seperti laporan pertanggungjawaban perjalanan dinas yang diduga fiktif.
Dari hasil audit yang ditemukan tim BPKP NTB dalam kasus tersebut, diketahui negara telah dirugikan sekitar Rp431 juta lebih. (*)