Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan bahwa angka prevalensi Indonesia yang pada saat ini masih berada di 21,6 persen bisa ditekan dengan melakukan efektivitas anggaran untuk intervensi di lapangan.

“Fakta bahwa memberikan makanan tambahan dalam bentuk biskuit atau susu kotak tidak memberikan efek yang signifikan dalam menangani stunting,” kata Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono dalam FMB9: Langkah Penting Turunkan Stunting yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin.

Menanggapi tercapai atau tidaknya angka prevalensi stunting menjadi 14 persen pada tahun 2024 mendatang, Dante mengatakan dalam rangka menyambut Hari Keluarga Nasional ke-30, jajarannya melakukan optimalisasi intervensi spesifik.

Salah satunya adalah dengan mengalihkan anggaran pembelian susu dan biskuit menjadi anggarannya untuk membeli produk makanan protein hewani. Dia menekankan bahwa masalah stunting bukanlah masalah sederhana yang dapat diselesaikan dengan pendekatan tunggal.

Selama perjalanannya, pengubahan anggaran itu dipastikan akan semakin efektif dengan digencarkannya intervensi sensitif yang berkaitan dengan faktor-faktor keadaan setempat seperti kemiskinan hingga budaya masyarakat setempat.
 

Mendukung kebijakan itu, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menambahkan bila Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di Kota Surabaya 50,3 persen sudah dialokasikan untuk kepentingan perkembangan dan pertumbuhan anak-anak.

Termasuk di dalamnya adalah anggaran untuk program penanggulangan stunting. Menurutnya penggunaan anggaran yang terarah dan terukur juga tercermin dalam kebijakan Kota Surabaya Dana yang dialokasikan untuk penanggulangan stunting pun, telah tercantum dalam rekening yang tidak dapat diubah atau digunakan untuk kegiatan lainnya.

Dengan demikian, dapat dipastikan bila setiap dana yang dialokasikan benar-benar digunakan untuk upaya pencegahan dan penanggulangan stunting, tanpa ada penyalahgunaan atau pengalihan kegiatan yang tidak relevan.

“Jadi kalau anggaran kita waktu itu misalnya di tahun 2022 sekitar Rp10 triliun, berarti Rp5 triliun untuk anak. Jadi contohnya jika di sub-anggarannya kegiatan untuk stunting, tidak bisa digunakan untuk kegiatan lainnya,” ujarnya.

Baca juga: Putra daerah menjadi prioritas PPDS-Subspesialis dan KKLP
Baca juga: Tingkatkan kewaspadaan penyakit menular jelang Idul Adha

Selanjutnya Deputi Bidang Advokasi, Penggerakan, dan Informasi BKKBN Sukaryo Tegus Santoso, ikut mengingatkan bahwa upaya menekan angka stunting hingga mencapai target 14 persen pada 2024 bukanlah tugas yang mudah.

Terlebih, masih ada berbagai tantangan yang perlu diatasi secara bersama-sama. Maka dari itu, penanganan stunting harus menjadi tanggung jawab semua pihak terkait dan perlu dientaskan melalui langkah-langkah yang efektif dan akurat sesuai dengan target sasarannya.
 


Pewarta : Hreeloita Dharma Shanti
Editor : I Komang Suparta
Copyright © ANTARA 2024