Mataram, (Antara NTB) - Gubernur Nusa Tenggara Barat TGH M Zainul Majdi meminta pemerintah pusat tidak memperpanjang izin ekspor konsentrat hasil tambang Perseroan Terbatas Newmont Nusa Tenggara, yang berakhir 18 September 2015 jika tidak ada komitmen membangun "smelter".
"Kami akan merekomendasikan ke pemerintah pusat supaya tidak memberikan perpanjangan izin ekspor, kecuali Newmont menunjukkan komitmennya secara terencana membangun `smelter` di Nusa Tenggara Barat (NTB)," kata Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi, di Mataram, Senin.
"Smelter" adalah fasilitas pengolahan hasil tambang yang berfungsi meningkatkan kandungan logam, seperti timah, nikel, tembaga, emas dan perak hingga mencapai tingkat yang memenuhi standar sebagai bahan baku produk akhir.
Pemerintah Indonesia mengeluarkan UU No. 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) yang diundangkan tahun 2009. Regulasi tersebut mewajibkan perusahaan tambang untuk membangun "smelter".
UU yang berlaku efektif lima tahun sejak diundangkan, yakni mulai 12 Januari 2014, tersebut melarang ekspor bijih mineral termasuk emas tanpa diolah dulu di dalam negeri.
UU Minerba itu juga memberikan sanksi bagi perusahaan tambang yang tidak mau membangun smelter. Salah satu sanksinya adalah penghentian kontrak karya.
Anggota DPR RI daerah pemilihan NTB H Willgo Zainar menegaskan UU Minerba tersebut harus berlaku untuk seluruh perusahan tambang yang mengambil manfaat dari kekayaan alam Indonesia, tidak terkecuali Newmont.
Pemerintah, menurut anggota Komisi XI DPR RI ini, sudah sangat bijaksana memberikan waktu yang cukup kepada Newmont beberapa tahun untuk menyiapkan infrastruktur "smelter".
"Namun pada tenggat waktu yang ditentukan, Newmont baru menyampaikan tidak mampu untuk investasi `smelter` karena menghitung biaya investasi yang menurut Newmont tidak memiliki nilai keekonomian," kata politisi Partai Gerindra ini.
UU Minerba, kata Willgo, harus dilaksanakan apapun kondisinya dan konsekuensinya karen itu amanat konstitusi.
Jika Newmont tidak mampu atau tidak mau investasi bangun "smelter" maka, menurut dia, masih ada perusahaan yang mau dan mampu untuk membangun "smelter".
Yang terpenting, kata Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Gerindra NTB ini, Newmont bersedia melakukan kontrak jaminan suplai konsentratnya untuk diproses oleh perusahaan tersebut.
"Smelter harus dan wajib dibangun di wilayah di mana tambang itu berada," katanya.
Willgo juga meyakini Komisi VII DPR RI sudah berkomunikasi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
"Cuma saya belum tahu persis hasilnya bagaimana. Kita mengimbau agar pemerintah tetap mensyaratkan Newmont untuk membangun `smelter` sebagai syarat perpanjangan kontrak konsentratnya," kata Willgo. (*)
"Kami akan merekomendasikan ke pemerintah pusat supaya tidak memberikan perpanjangan izin ekspor, kecuali Newmont menunjukkan komitmennya secara terencana membangun `smelter` di Nusa Tenggara Barat (NTB)," kata Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi, di Mataram, Senin.
"Smelter" adalah fasilitas pengolahan hasil tambang yang berfungsi meningkatkan kandungan logam, seperti timah, nikel, tembaga, emas dan perak hingga mencapai tingkat yang memenuhi standar sebagai bahan baku produk akhir.
Pemerintah Indonesia mengeluarkan UU No. 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) yang diundangkan tahun 2009. Regulasi tersebut mewajibkan perusahaan tambang untuk membangun "smelter".
UU yang berlaku efektif lima tahun sejak diundangkan, yakni mulai 12 Januari 2014, tersebut melarang ekspor bijih mineral termasuk emas tanpa diolah dulu di dalam negeri.
UU Minerba itu juga memberikan sanksi bagi perusahaan tambang yang tidak mau membangun smelter. Salah satu sanksinya adalah penghentian kontrak karya.
Anggota DPR RI daerah pemilihan NTB H Willgo Zainar menegaskan UU Minerba tersebut harus berlaku untuk seluruh perusahan tambang yang mengambil manfaat dari kekayaan alam Indonesia, tidak terkecuali Newmont.
Pemerintah, menurut anggota Komisi XI DPR RI ini, sudah sangat bijaksana memberikan waktu yang cukup kepada Newmont beberapa tahun untuk menyiapkan infrastruktur "smelter".
"Namun pada tenggat waktu yang ditentukan, Newmont baru menyampaikan tidak mampu untuk investasi `smelter` karena menghitung biaya investasi yang menurut Newmont tidak memiliki nilai keekonomian," kata politisi Partai Gerindra ini.
UU Minerba, kata Willgo, harus dilaksanakan apapun kondisinya dan konsekuensinya karen itu amanat konstitusi.
Jika Newmont tidak mampu atau tidak mau investasi bangun "smelter" maka, menurut dia, masih ada perusahaan yang mau dan mampu untuk membangun "smelter".
Yang terpenting, kata Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Gerindra NTB ini, Newmont bersedia melakukan kontrak jaminan suplai konsentratnya untuk diproses oleh perusahaan tersebut.
"Smelter harus dan wajib dibangun di wilayah di mana tambang itu berada," katanya.
Willgo juga meyakini Komisi VII DPR RI sudah berkomunikasi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
"Cuma saya belum tahu persis hasilnya bagaimana. Kita mengimbau agar pemerintah tetap mensyaratkan Newmont untuk membangun `smelter` sebagai syarat perpanjangan kontrak konsentratnya," kata Willgo. (*)