Mataram (Antara NTB) - Aparat gabungan menyita ratusan kilogram beberapa jenis fauna laut yang dilindungi dan sudah diolah dalam bentuk kering dalam sebuah aksi penggerebekan gudang pengumpul di Kecamatan Tanjung Luar dan Sakra, Kabupaten Lombok Timur, NTB, Senin.
Kepala Satker Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Labuhan Lombok Mubarak yang dimintai keterangan pada saat pengambilan berita acara pemeriksaan di Mataram, Senin menjelaskan, upaya penyitaan secara paksa fauna laut yang sudah diolah dalam bentuk kering dari gudang dua pedagang pengumpul tersebut merupakan hasil pengembangan dari pengungkapan praktik perdagangan komoditas tersebut di Surabaya, Jawa Timur, beberapa waktu lalu.
"Keberhasilan mengungkap praktik perdagangan fauna laut secara melawan hukum ini juga berkat kerja sama masyarakat yang memberikan informasi kepada aparat," katanya yang meminta nama dua pedagang pengumpul tersebut dirahasiakan.
Ratusan kilogram komoditas laut yang disita di Kecamatan Tanjung Luar, terdiri atas empat karung tulang ikan pari manta dan hiu, tiga karung insang ikan pari manta.
Sedangkan di Desa Rumbuk, Kecamatan Sakra, petugas menyita 30 kilogram tulang ikan pari manta dan hiu serta sepasang sirip ikan hiu paus yang masuk kategori fauna laut dilindungi undang-undang (UU).
Aparat gabungan yang melakukan pengawasan terhadap perdagangan fauna laut dilindungi, berasal dari unsur Direktorat Pengawasan Sumber Daya Kelautan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), anggota Pangkalan PSDKP Jakarta, Satuan Kerja (Satker) PSDKP Labuhan Lombok, Kabupaten Lombok Timur, dan pegawai Dinas Kelautan dan Perikanan Nusa Tenggara Barat (NTB).
Selain itu, dari tim Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut Denpasar, Wilayah Kerja NTB, Balai Konservasi Perairan Nasional Gili Matra, dan dari anggota Direktorat Polisi Air Kepolisian Daerah (Polda) NTB.
Mubarak mengatakan kedua pemilik fauna dilindungi itu diduga melakukan tindak pidana perikanan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 88 jo pasal 16 ayat 1, pasal 100 jo pasal 7 ayat 2 huruf j dan m ditambah dengan UU Nomor 45 tahun 2009 tentang perubahan atas UU Nomor 31/2004 tentang Perikanan, jo Kepmen No. 18/KEPMEN-KP/2013 tentang Penetapan Status Perlindungan Penuh Ikan Hiu Paus (Rhincodon Typus).
Selain itu, praktik perdagangan fauna laut dilindungi tersebut melanggar Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No 4./KEPMEN-KP/2014 tentang Penetapan Status Perlindungan Penuh Ikan Pari Manta.
"Kedua pedagang pengumpul bisa terancam hukuman penjara paling lama enam tahun dan denda maksimal Rp1,5 miliar," kata Mubarak.
Namun, kata dia, kedua pedagang pengumpul selaku pemilik barang untuk sementara tidak ditahan karena kooperatif dalam proses pemeriksaan dan akan dikenakan wajib lapor dua kali seminggu selama proses hukum berjalan.
"Sementara ratusan kilogram tulang ikan pari manta dan hiu, serta insang ikan pari manta dan sirip ikan hiu paus yang disita akan diamankan sebagai barang bukti," katanya. (*)
Kepala Satker Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Labuhan Lombok Mubarak yang dimintai keterangan pada saat pengambilan berita acara pemeriksaan di Mataram, Senin menjelaskan, upaya penyitaan secara paksa fauna laut yang sudah diolah dalam bentuk kering dari gudang dua pedagang pengumpul tersebut merupakan hasil pengembangan dari pengungkapan praktik perdagangan komoditas tersebut di Surabaya, Jawa Timur, beberapa waktu lalu.
"Keberhasilan mengungkap praktik perdagangan fauna laut secara melawan hukum ini juga berkat kerja sama masyarakat yang memberikan informasi kepada aparat," katanya yang meminta nama dua pedagang pengumpul tersebut dirahasiakan.
Ratusan kilogram komoditas laut yang disita di Kecamatan Tanjung Luar, terdiri atas empat karung tulang ikan pari manta dan hiu, tiga karung insang ikan pari manta.
Sedangkan di Desa Rumbuk, Kecamatan Sakra, petugas menyita 30 kilogram tulang ikan pari manta dan hiu serta sepasang sirip ikan hiu paus yang masuk kategori fauna laut dilindungi undang-undang (UU).
Aparat gabungan yang melakukan pengawasan terhadap perdagangan fauna laut dilindungi, berasal dari unsur Direktorat Pengawasan Sumber Daya Kelautan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), anggota Pangkalan PSDKP Jakarta, Satuan Kerja (Satker) PSDKP Labuhan Lombok, Kabupaten Lombok Timur, dan pegawai Dinas Kelautan dan Perikanan Nusa Tenggara Barat (NTB).
Selain itu, dari tim Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut Denpasar, Wilayah Kerja NTB, Balai Konservasi Perairan Nasional Gili Matra, dan dari anggota Direktorat Polisi Air Kepolisian Daerah (Polda) NTB.
Mubarak mengatakan kedua pemilik fauna dilindungi itu diduga melakukan tindak pidana perikanan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 88 jo pasal 16 ayat 1, pasal 100 jo pasal 7 ayat 2 huruf j dan m ditambah dengan UU Nomor 45 tahun 2009 tentang perubahan atas UU Nomor 31/2004 tentang Perikanan, jo Kepmen No. 18/KEPMEN-KP/2013 tentang Penetapan Status Perlindungan Penuh Ikan Hiu Paus (Rhincodon Typus).
Selain itu, praktik perdagangan fauna laut dilindungi tersebut melanggar Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No 4./KEPMEN-KP/2014 tentang Penetapan Status Perlindungan Penuh Ikan Pari Manta.
"Kedua pedagang pengumpul bisa terancam hukuman penjara paling lama enam tahun dan denda maksimal Rp1,5 miliar," kata Mubarak.
Namun, kata dia, kedua pedagang pengumpul selaku pemilik barang untuk sementara tidak ditahan karena kooperatif dalam proses pemeriksaan dan akan dikenakan wajib lapor dua kali seminggu selama proses hukum berjalan.
"Sementara ratusan kilogram tulang ikan pari manta dan hiu, serta insang ikan pari manta dan sirip ikan hiu paus yang disita akan diamankan sebagai barang bukti," katanya. (*)