Mataram (ANTARA) - Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat memburu cukong perekrut dua Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) ke Libya.

Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda NTB Kombes Pol. Teddy Ristiawan di Mataram, Kamis, mengatakan bahwa cukong tersebut berinisial FT asal Kota Mataram yang kini telah berstatus tersangka bersama dua orang lainnya.

"Iya, dari kasus ini salah seorang dari tiga tersangka sudah kami tahan. Untuk dua lainnya, termasuk FT masih kami buron," kata Teddy.

Selain FT, dua tersangka lain berinisial B dan HS. Tersangka B berperan sebagai petugas lapangan yang merekrut korban di Pulau Sumbawa. Untuk tersangka B kini telah menjalani penahanan di Rutan Polda NTB.

Sedangkan, HS berperan sebagai pengirim kedua korban dari Pulau Lombok menuju lokasi penampungan milik FT di Jakarta. HS bersama FT yang kini masuk dalam DPO kepolisian.

"Jadi, untuk FT ini kami kesulitan untuk menjemputnya, karena yang bersangkutan kerja di negara Timur Tengah, kalau tidak salah ada Arab Saudi atau di Libya," ujarnya.

Oleh karena itu, Teddy meyakinkan bahwa pihaknya terus berkoordinasi dengan lembaga yang punya peran dalam persoalan PMI, baik dengan Kementerian Tenaga Kerja RI maupun BP2MI.

Lebih lanjut, Teddy menyampaikan bahwa lokasi penampungan korban TPPO di Jakarta ini masih ditelusuri melalui keterangan korban.

"Itu yang masih kami cari. Sementara ini korban mengaku tidak tahu dan lupa dimana penampungan itu dan siapa orang yang menampung. Katanya penampung-nya ini ibunya FT," ucap dia.

Dalam proses pemberangkatan ke luar negeri, kedua korban turut terungkap menggunakan paspor orang lain. Salah seorang korban pun terungkap mengalami buta aksara.

"Karena model muka korban dengan yang di paspor itu hampir sama, jadi lolos saja pas pemeriksaan imigrasi," kata Teddy.

Proses perekrutan oleh jaringan FT pun dipastikan Teddy tidak melalui prosedur yang legal. Melainkan, FT merekrut dan memberangkatkan korban secara perorangan tanpa memiliki legalitas Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI).

Dua PMI yang menjadi korban TPPO di Libya ini terungkap setelah mengunggah rekaman video curahan hati ke media sosial.


Rekaman video itu kemudian sampai ke telinga Pemerintah Indonesia dan langsung mendapatkan perhatian khusus.

Pemerintah melalui Kedutaan Besar RI (KBRI) Tripoli menindaklanjuti rekaman video itu dengan melacak keberadaan kedua korban yang terungkap di wilayah Benghazi.

Setelah keberadaan-nya terlacak, KBRI Tripoli bersama Kementerian Luar Negeri Libya dan Libya Labor Agency berhasil melakukan pemulangan kepada kedua PMI asal NTB tersebut ke Indonesia pada akhir Juni 2023.

Pewarta : Dhimas Budi Pratama
Editor : Riza Fahriza
Copyright © ANTARA 2024