Mataram (Antara NTB) - Guru Republik Indonesia wilayah Nusa Tenggara Barat berencana ikut unjuk rasa di Jakarta, 15-16 September 2015, bersama ribuan guru dari berbagai daerah guna memperjuangkan nasib guru honorer.
"Kami akan ikut bergabung dengan Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) untuk memperjuangkan nasib guru honorer yang belum mendapat perhatian serius dari pemerintah," kata Ketua PGRI Nusa Tenggara Barat (NTB) H Ali Rahim di Mataram.
Aksi demo besar-besaran PGRI rencananya dipusatkan di tiga titik yakni di depan gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), dan puncaknya pada 16 September 2015, seluruh anggota PGRI akan menggelar aksi unjuk rasa di depan Istana Merdeka, Jakarta.
Ali Rahim mengatakan aksi demo besar-besaran yang dilakukan PGRI tersebut sebagai langkah protes kepada Kemendikbud dan Kemenpan RB, terkait keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menetapkan batas usia tenaga honorer kategori 2 (K2) untuk diangkat sebagai calon pegawai negeri sipil (CPNS) maksimal berusia 35 tahun.
Menurut dia, aksi demo besar-besaran yang akan dilakukan PGRI secara nasional di Jakarta, juga bertujuan meminta kepada Kemendikbud serta Kemenpan RB, agar membuat Peraturan Pemerintah (PP) tentang Standarisasi Gaji Guru Honorer yang ada di Indonesia.
Selama ini, nasib tenaga guru honorer yang sudah mengabdi belasan hingga puluhan tahun, ternyata hanya diberikan upah sangat tidak manusiawi. Mulai dari Rp100 ribu hingga Rp300 ribu per bulan dan dibayarkan dari dana bantuan operasioanal sekolah (BOS).
Gaji tersebut tidak sebanding dengan tanggung jawab dan peran serta guru honorer yang tidak ada bedanya dengan guru yang sudah berstatus PNS, baik dari sisi jam mengajar dan upaya menciptakan generasi bangsa melalui kegiatan belajar mengajar.
"Kami sudah sering suarakan agar pemerintah memberi perhatian terhadap gaji para guru honorer yang beban kerjanya terkadang lebih berat dari guru yang sudah bertatus PNS," ujarnya. (*)
"Kami akan ikut bergabung dengan Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) untuk memperjuangkan nasib guru honorer yang belum mendapat perhatian serius dari pemerintah," kata Ketua PGRI Nusa Tenggara Barat (NTB) H Ali Rahim di Mataram.
Aksi demo besar-besaran PGRI rencananya dipusatkan di tiga titik yakni di depan gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), dan puncaknya pada 16 September 2015, seluruh anggota PGRI akan menggelar aksi unjuk rasa di depan Istana Merdeka, Jakarta.
Ali Rahim mengatakan aksi demo besar-besaran yang dilakukan PGRI tersebut sebagai langkah protes kepada Kemendikbud dan Kemenpan RB, terkait keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menetapkan batas usia tenaga honorer kategori 2 (K2) untuk diangkat sebagai calon pegawai negeri sipil (CPNS) maksimal berusia 35 tahun.
Menurut dia, aksi demo besar-besaran yang akan dilakukan PGRI secara nasional di Jakarta, juga bertujuan meminta kepada Kemendikbud serta Kemenpan RB, agar membuat Peraturan Pemerintah (PP) tentang Standarisasi Gaji Guru Honorer yang ada di Indonesia.
Selama ini, nasib tenaga guru honorer yang sudah mengabdi belasan hingga puluhan tahun, ternyata hanya diberikan upah sangat tidak manusiawi. Mulai dari Rp100 ribu hingga Rp300 ribu per bulan dan dibayarkan dari dana bantuan operasioanal sekolah (BOS).
Gaji tersebut tidak sebanding dengan tanggung jawab dan peran serta guru honorer yang tidak ada bedanya dengan guru yang sudah berstatus PNS, baik dari sisi jam mengajar dan upaya menciptakan generasi bangsa melalui kegiatan belajar mengajar.
"Kami sudah sering suarakan agar pemerintah memberi perhatian terhadap gaji para guru honorer yang beban kerjanya terkadang lebih berat dari guru yang sudah bertatus PNS," ujarnya. (*)