Jakarta (ANTARA) - Anggota Komite Tari Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) David Rafael Tandayu menilai tren tantangan menari atau dance challenge yang akhir-akhir ini marak di media sosial bisa mendukung seni tradisional lebih berkembang dan makin dikenal masyarakat.
Sejak aplikasi berbagi video makin banyak digunakan di Indonesia, tren tantangan menari menjadi salah satu konten yang terbilang laris dan banyak dibuat oleh masyarakat, namun memang didominasi oleh gerakan tarian modern dan bukan tarian nusantara.
"Kita lihat sisi positifnya. Kanalnya sudah terbuka ya lebih baik dimanfaatkan saja. Karena sosial media ini gratis, kita pakai saja untuk konten-konten menyebarkan kebaikan dalam hal ini kesenian," kata David di Jakarta, Sabtu.
Menurut David bagi pegiat seni tari, kehadiran media sosial jelas menambah referensi bentuk dan jenis-jenis tarian dan bisa menjadi inspirasi dalam berkarya.
Penggabungan konsep antara seni tari tradisional dan seni tari kontemporer pun menurutnya bukanlah hal yang buruk dan justru memberi warna baru bagi penari untuk berkarya.
Apalagi bagi pemula, bisa saja media sosial menjadi jendela baru yang memperkaya wawasan untuk menciptakan karya seninya.
"Ya bagus kalau senimannya mau berkarya dari media sosial ketimbang terlalu banyak dikasih pakem (aturan) dan akhirnya malah tidak jadi berkarya," ujar David.
Inovasi karya dengan menggabungkan unsur modern dan tradisional dalam tarian juga didukung oleh seniman tari Wiwiek Harie Wahyuni yang juga merupakan Dewan Indonesia Dance Community.
Wanita yang akrab disapa Wiwiek HW itu mengatakan dalam berkarya para seniman tari justru memang harus berinovasi namun di samping itu dasar-dasar tarian tradisional tidak boleh ditinggalkan sehingga tariannya menjadi lebih bernilai.
Baca juga: Atraksi tim tari dan musik tradisional Indonesia di Prancis
Baca juga: Grup TXT bahas tantangan tarian "Do It Like That"
"Guru-guru besar saya selalu mengingatkan saat membuat sesuatu harus disertai inovasi namun tidak menghilangkan akarnya karena di setiap tarian daerah baik di Jawa, Betawi, Kalimantan itu pasti ada pakem-nya. Jadi nilai tradisi itu tidak hilang karena inovasi tersebut mengambil nafas geraknya," ujar wanita yang juga pernah dianugerahi sebagai Pemuda Pelopor oleh Menteri Pemuda dan Olahraga pada 1993 itu.
Sejak aplikasi berbagi video makin banyak digunakan di Indonesia, tren tantangan menari menjadi salah satu konten yang terbilang laris dan banyak dibuat oleh masyarakat, namun memang didominasi oleh gerakan tarian modern dan bukan tarian nusantara.
"Kita lihat sisi positifnya. Kanalnya sudah terbuka ya lebih baik dimanfaatkan saja. Karena sosial media ini gratis, kita pakai saja untuk konten-konten menyebarkan kebaikan dalam hal ini kesenian," kata David di Jakarta, Sabtu.
Menurut David bagi pegiat seni tari, kehadiran media sosial jelas menambah referensi bentuk dan jenis-jenis tarian dan bisa menjadi inspirasi dalam berkarya.
Penggabungan konsep antara seni tari tradisional dan seni tari kontemporer pun menurutnya bukanlah hal yang buruk dan justru memberi warna baru bagi penari untuk berkarya.
Apalagi bagi pemula, bisa saja media sosial menjadi jendela baru yang memperkaya wawasan untuk menciptakan karya seninya.
"Ya bagus kalau senimannya mau berkarya dari media sosial ketimbang terlalu banyak dikasih pakem (aturan) dan akhirnya malah tidak jadi berkarya," ujar David.
Inovasi karya dengan menggabungkan unsur modern dan tradisional dalam tarian juga didukung oleh seniman tari Wiwiek Harie Wahyuni yang juga merupakan Dewan Indonesia Dance Community.
Wanita yang akrab disapa Wiwiek HW itu mengatakan dalam berkarya para seniman tari justru memang harus berinovasi namun di samping itu dasar-dasar tarian tradisional tidak boleh ditinggalkan sehingga tariannya menjadi lebih bernilai.
Baca juga: Atraksi tim tari dan musik tradisional Indonesia di Prancis
Baca juga: Grup TXT bahas tantangan tarian "Do It Like That"
"Guru-guru besar saya selalu mengingatkan saat membuat sesuatu harus disertai inovasi namun tidak menghilangkan akarnya karena di setiap tarian daerah baik di Jawa, Betawi, Kalimantan itu pasti ada pakem-nya. Jadi nilai tradisi itu tidak hilang karena inovasi tersebut mengambil nafas geraknya," ujar wanita yang juga pernah dianugerahi sebagai Pemuda Pelopor oleh Menteri Pemuda dan Olahraga pada 1993 itu.