Sukabumi, Jabar (ANTARA) - Dinas Kesehatan Kota Sukabumi menangani dan mengendalikan kasus penyakit demam berdarah dengue (DBD) yang sejauh ini telah, sejak Januari hingga Juli lalu, telah menjangkiti 159 warga, bahkan salah seorang pasien diantaranya meninggal dunia.
Kabid Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit (P2P) Dinkes Kota Sukabumi Wita Darmawanti di Sukabumi Kamis, menyebutkan upaya yang dilakukan Dinkes antara lain terus menyosialisasikan dan meminta kepada masyarakat memahami gejala-gejala seseorang mulai terjangkit DBD seperti mengalami demam tinggi, terdapat ruam di lidah dan yang paling mudah dikenali biasanya terdapat bintik merah pada kulit pasien.
Selain itu, memahami siklus pelana kuda, di mana pasien DBD yang awalnya mengalami demam, lemah dan lesu tiba-tiba seperti sehat sediakala, padahal ini merupakan fase kritis, biasanya warga mengira pasien itu sembuh ternyata pada kondisi krisis, jika telat mendapatkan penanganan medis bisa menyebabkan kematian.
Di sisi lain, pada musim kemarau ini biasanya terjadi peningkatan kasus DBD, di mana jentik nyamuk aedes aegypti sudah menjadi nyamuk dewasa yang kemudian
mencari makan dengan menghisap darah manusia sembari menularkan penyakit.
Untuk mencegah dari serangan DBD, warga harus berperilaku hidup bersih dan sehat, kemudian melaksanakan pencegahan DBD melalui 3M+ yakni menguras, menutup dan mengubur serta mengoles kulit dengan salep atau krim anti-nyamuk , menyemprotkan obat nyamuk dan menggunakan kelambu saat tidur.
Baca juga: Penyebaran nyamuk berbakteri Wolbachia strategi atasi DBD
Baca juga: Dinkes Lombok Tengah meminta warga intensif cegah DBD
Kasus kematian pada pasien positif DBD, katanya, karena telat dibawa ke fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, sehingga saat kondisinya sudah parah pasien
tersebut telat mendapatkan penanganan tenaga medis.
Kabid Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit (P2P) Dinkes Kota Sukabumi Wita Darmawanti di Sukabumi Kamis, menyebutkan upaya yang dilakukan Dinkes antara lain terus menyosialisasikan dan meminta kepada masyarakat memahami gejala-gejala seseorang mulai terjangkit DBD seperti mengalami demam tinggi, terdapat ruam di lidah dan yang paling mudah dikenali biasanya terdapat bintik merah pada kulit pasien.
Selain itu, memahami siklus pelana kuda, di mana pasien DBD yang awalnya mengalami demam, lemah dan lesu tiba-tiba seperti sehat sediakala, padahal ini merupakan fase kritis, biasanya warga mengira pasien itu sembuh ternyata pada kondisi krisis, jika telat mendapatkan penanganan medis bisa menyebabkan kematian.
Di sisi lain, pada musim kemarau ini biasanya terjadi peningkatan kasus DBD, di mana jentik nyamuk aedes aegypti sudah menjadi nyamuk dewasa yang kemudian
mencari makan dengan menghisap darah manusia sembari menularkan penyakit.
Untuk mencegah dari serangan DBD, warga harus berperilaku hidup bersih dan sehat, kemudian melaksanakan pencegahan DBD melalui 3M+ yakni menguras, menutup dan mengubur serta mengoles kulit dengan salep atau krim anti-nyamuk , menyemprotkan obat nyamuk dan menggunakan kelambu saat tidur.
Baca juga: Penyebaran nyamuk berbakteri Wolbachia strategi atasi DBD
Baca juga: Dinkes Lombok Tengah meminta warga intensif cegah DBD
Kasus kematian pada pasien positif DBD, katanya, karena telat dibawa ke fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, sehingga saat kondisinya sudah parah pasien
tersebut telat mendapatkan penanganan tenaga medis.