Mataram (Antara NTB) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat menambah anggaran untuk program pengentasan kemiskinan sebesar 17,22 persen dari Rp3,4 triliun pada tahun 2016.
"Tambahan anggaran itu sudah ditetapkan di Rancangan APBN 2016," kata Kepala Bidang Perencanaan dan Pengembangan Ekonomi, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Nusa Tenggara Barat (NTB) Baiq Rusniyati, pada acara diskusi perkembangan ekonomi dan keuangan daerah NTB, di Mataram, Kamis (15/10).
Dia mengatakan, tambahan anggaran untuk program pengentasan kemiskinan pada tahun 2016, lebih besar dibandingkan tambahan anggaran untuk program yang sama pada tahun sebelumnya sebesar 9,5 persen.
"Tambahan anggaran untuk pengentasan program kemiskinan tersebut nantinya juga berasal dari APBN," ujarnya.
Rusniyati menegaskan, bertambahnya alokasi anggaran bukan karena faktor angka kemiskinan bertambah sesuai data Badan Pusat Statistik (BPS) NTB, tapi memang sudah masuk dalam perencanaan yang sudah disiapkan jauh hari melalui prapenyusunan rencana kerja pemerintah daerah (RKPD).
"Kalau BPS kan merilis data kemiskinan pada Maret 2015, sedangkan kami sudah melakukan perencanaan sebelum data angka kemiskinan dikeluarkan," ucapnya.
Dalam RKPD, kata dia, ada tiga substansi yang dibahas, yakni program pengentasan kemiskinan, penciptaan generasi emas dan peningkatan pelayanan publik.
Kemiskinan merupakan bagian dari program yang harus ditingkatkan anggarannya karena jika tidak, NTB tidak akan mampu menurunkan kemiskinan dari 17,23 persen menjadi 10 persen dalam jangka waktu lima tahun ke depan.
Rusniyati memaparkan, ada empat modus intervensi untuk menekan angka kemiskinan, yakni bantuan sosial bagi masyarakat yang berada pada klaster pertama atau yang tidak punya daya upaya. Artinya statusnya sangat miskin.
Kemudian klaster kedua, yakni pembedayaan masyarakat melalui sentuhan pelatihan dan bantuan peralatan, dan klaster ketiga adalah usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), yakni penguatan pemodalan dan dukungan peningkatan kualitas kemasan dan sebagainya.
"Jadi penyebab kemiskinan tidak hanya karena daya beli, tapi faktor kesehatan, pendidikan dan ketahanan pangan, makanya kami melakukan intervensi untuk semua faktor itu melalui program yang melekat di satuan kerja perangkat daerah," katanya.
Rusniyati menyebutkan, program pengentasan kemiskinan melekat di satuan kerja perangkat daerah (SKPD) lingkup mitra ekonomi, sosial dan tata ruang.
Untuk lingkup ekonomi, ada delapan SKPD lingkup Pemerintah Provinsi NTB, yakni Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Perkebunan, Dinas Koperasi dan UMKM, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, dan Badan Ketahanan Pangan.
Dari sisi tata ruang, lanjutnya, ada Dinas Pertambangan dan Energi, Dinas Pariwisata, Dinas Pekerjaan Umum, dan Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika.
"Kemudian untuk sosial, melibatkan beberapa SKPD, seperti Dinas Sosial dan Dinas Kesehatan, serta Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olaharaga," kata Rusniyati. (*)
"Tambahan anggaran itu sudah ditetapkan di Rancangan APBN 2016," kata Kepala Bidang Perencanaan dan Pengembangan Ekonomi, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Nusa Tenggara Barat (NTB) Baiq Rusniyati, pada acara diskusi perkembangan ekonomi dan keuangan daerah NTB, di Mataram, Kamis (15/10).
Dia mengatakan, tambahan anggaran untuk program pengentasan kemiskinan pada tahun 2016, lebih besar dibandingkan tambahan anggaran untuk program yang sama pada tahun sebelumnya sebesar 9,5 persen.
"Tambahan anggaran untuk pengentasan program kemiskinan tersebut nantinya juga berasal dari APBN," ujarnya.
Rusniyati menegaskan, bertambahnya alokasi anggaran bukan karena faktor angka kemiskinan bertambah sesuai data Badan Pusat Statistik (BPS) NTB, tapi memang sudah masuk dalam perencanaan yang sudah disiapkan jauh hari melalui prapenyusunan rencana kerja pemerintah daerah (RKPD).
"Kalau BPS kan merilis data kemiskinan pada Maret 2015, sedangkan kami sudah melakukan perencanaan sebelum data angka kemiskinan dikeluarkan," ucapnya.
Dalam RKPD, kata dia, ada tiga substansi yang dibahas, yakni program pengentasan kemiskinan, penciptaan generasi emas dan peningkatan pelayanan publik.
Kemiskinan merupakan bagian dari program yang harus ditingkatkan anggarannya karena jika tidak, NTB tidak akan mampu menurunkan kemiskinan dari 17,23 persen menjadi 10 persen dalam jangka waktu lima tahun ke depan.
Rusniyati memaparkan, ada empat modus intervensi untuk menekan angka kemiskinan, yakni bantuan sosial bagi masyarakat yang berada pada klaster pertama atau yang tidak punya daya upaya. Artinya statusnya sangat miskin.
Kemudian klaster kedua, yakni pembedayaan masyarakat melalui sentuhan pelatihan dan bantuan peralatan, dan klaster ketiga adalah usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), yakni penguatan pemodalan dan dukungan peningkatan kualitas kemasan dan sebagainya.
"Jadi penyebab kemiskinan tidak hanya karena daya beli, tapi faktor kesehatan, pendidikan dan ketahanan pangan, makanya kami melakukan intervensi untuk semua faktor itu melalui program yang melekat di satuan kerja perangkat daerah," katanya.
Rusniyati menyebutkan, program pengentasan kemiskinan melekat di satuan kerja perangkat daerah (SKPD) lingkup mitra ekonomi, sosial dan tata ruang.
Untuk lingkup ekonomi, ada delapan SKPD lingkup Pemerintah Provinsi NTB, yakni Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Perkebunan, Dinas Koperasi dan UMKM, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, dan Badan Ketahanan Pangan.
Dari sisi tata ruang, lanjutnya, ada Dinas Pertambangan dan Energi, Dinas Pariwisata, Dinas Pekerjaan Umum, dan Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika.
"Kemudian untuk sosial, melibatkan beberapa SKPD, seperti Dinas Sosial dan Dinas Kesehatan, serta Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olaharaga," kata Rusniyati. (*)