Jakarta (ANTARA) - Ekonom Rully Arya Wisnubroto memprediksi bahwa Indonesia mengalami laju inflasi di posisi 5,25 persen pada akhir tahun 2023. Rully menilai Indonesia hingga saat ini menjadi salah satu negara yang berhasil menekan inflasi di tengah tingginya tingkat inflasi negara-negara maju seperti AS, Inggris dan negara-negara di kawasan Eropa lainnya.
“Saat ini, Indonesia menjadi salah satu negara yang dinilai sukses meredam inflasi sedangkan pengendalian inflasi masih menjadi isu utama negara-negara maju saat ini, seperti AS, Inggris dan negara-negara Euro Zone,” kata ekonom senior Mirae Aset Sekuritas itu di Jakarta, Selasa.
Rully menyebutkan tingginya inflasi di negara-negara tersebut semakin diperburuk dengan kenaikan harga komoditas serta minyak dunia. Namun Rully menilai Indonesia harus tetap waspada, karena hal-hal tersebut diprediksi masih akan memicu volatilitas pasar global, yang juga akan berdampak kepada pasar finansial di Indonesia.
"Tekanan terhadap rupiah masih akan tetap tinggi dengan adanya sentimen negatif terhadap emerging market. Hal itu juga tak dapat dilepaskan dari faktor memburuknya kondisi ekonomi Tiongkok," ujarnya.
Dalam memitigasi risiko tekanan terhadap rupiah, Bank Indonesia bersama pemerintah telah melakukan berbagai kebijakan untuk memperkuat sektor finansial di dalam negeri dan sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS sehingga dapat memitigasi risiko fluktuasi ke depannya. Badan Pusat Statistik (BPS) sebelumnya melaporkan inflasi secara tahunan (year-on-year/yoy) pada Agustus 2023 tercatat sebesar 3,27 persen, dengan peningkatan Indeks Harga Konsumen (IHK) 115,22.
Deputi III Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Edy Priyono juga mengatakan Indonesia berhasil mengendalikan laju harga konsumen (inflasi) di tengah tren tingginya inflasi dunia, bahkan saat sejumlah negara mengalami hiperinflasi.
Tercatat Argentina mengalami hiperinflasi hingga 113,4 persen, inflasi Turki tercatat 47,8 persen. Menurut Edy, di antara negara-negara G20, tingkat inflasi Indonesia menjadi yang terendah keempat setelah China (-0,30 persen), Arab Saudi (2,31 persen) dan Amerika Serikat (3,18 persen). Inflasi Indonesia juga lebih rendah dibandingkan kawasan Eropa yang sebesar 5,3 persen.
Terkendalinya inflasi Indonesia didorong oleh seluruh komponen, baik inflasi inti, tarif yang diatur pemerintah (administered price), dan komponen harga pangan yang kerap bergejolak (volatile food).
Baca juga: Dolar AS melemah menjelang data inflasi
Baca juga: Harga emas naik dipicu pelemahan dolar AS
Terkendalikannya inflasi Indonesia juga tidak terlepas dari stabilitas harga komponen pangan atau volatile food. Pada Agustus 2023, komponen inflasi pangan di level 2,42 persen atau lebih rendah dibandingkan 2022, yakni 5,61 persen.
“Saat ini, Indonesia menjadi salah satu negara yang dinilai sukses meredam inflasi sedangkan pengendalian inflasi masih menjadi isu utama negara-negara maju saat ini, seperti AS, Inggris dan negara-negara Euro Zone,” kata ekonom senior Mirae Aset Sekuritas itu di Jakarta, Selasa.
Rully menyebutkan tingginya inflasi di negara-negara tersebut semakin diperburuk dengan kenaikan harga komoditas serta minyak dunia. Namun Rully menilai Indonesia harus tetap waspada, karena hal-hal tersebut diprediksi masih akan memicu volatilitas pasar global, yang juga akan berdampak kepada pasar finansial di Indonesia.
"Tekanan terhadap rupiah masih akan tetap tinggi dengan adanya sentimen negatif terhadap emerging market. Hal itu juga tak dapat dilepaskan dari faktor memburuknya kondisi ekonomi Tiongkok," ujarnya.
Dalam memitigasi risiko tekanan terhadap rupiah, Bank Indonesia bersama pemerintah telah melakukan berbagai kebijakan untuk memperkuat sektor finansial di dalam negeri dan sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS sehingga dapat memitigasi risiko fluktuasi ke depannya. Badan Pusat Statistik (BPS) sebelumnya melaporkan inflasi secara tahunan (year-on-year/yoy) pada Agustus 2023 tercatat sebesar 3,27 persen, dengan peningkatan Indeks Harga Konsumen (IHK) 115,22.
Deputi III Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Edy Priyono juga mengatakan Indonesia berhasil mengendalikan laju harga konsumen (inflasi) di tengah tren tingginya inflasi dunia, bahkan saat sejumlah negara mengalami hiperinflasi.
Tercatat Argentina mengalami hiperinflasi hingga 113,4 persen, inflasi Turki tercatat 47,8 persen. Menurut Edy, di antara negara-negara G20, tingkat inflasi Indonesia menjadi yang terendah keempat setelah China (-0,30 persen), Arab Saudi (2,31 persen) dan Amerika Serikat (3,18 persen). Inflasi Indonesia juga lebih rendah dibandingkan kawasan Eropa yang sebesar 5,3 persen.
Terkendalinya inflasi Indonesia didorong oleh seluruh komponen, baik inflasi inti, tarif yang diatur pemerintah (administered price), dan komponen harga pangan yang kerap bergejolak (volatile food).
Baca juga: Dolar AS melemah menjelang data inflasi
Baca juga: Harga emas naik dipicu pelemahan dolar AS
Terkendalikannya inflasi Indonesia juga tidak terlepas dari stabilitas harga komponen pangan atau volatile food. Pada Agustus 2023, komponen inflasi pangan di level 2,42 persen atau lebih rendah dibandingkan 2022, yakni 5,61 persen.