Mataram (ANTARA) - Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Mataram Provinsi Nusa Tenggara Barat menargetkan bisa menyumbang pendapatan asli daerah (PAD) sebesar Rp30 juta melalui program pengurangan sampah dengan budi daya maggot (belatung) di Mataram Maggot Center (MMC) Kebon Talo, Kecamatan Ampenan Mataram.
"Mulai tahun depan hasil budi daya maggot akan jadi sumber PAD baru. Untuk target awal kita tetapkan sebesar Rp30 juta," kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Mataram Irwansyah di Mataram, Senin.
Menurut Irwansyah, target tersebut ditetapkan sesuai potensi budi daya maggot yang ada di MMC Kebon Talo saat ini dengan 60 biopond (tempat larva maggot) ukuran 2x1 meter produksi 100 kilogram per hari.
Produksi maggot di MMC ada yang dijual dalam bentuk maggot basah dan kering. Bahkan ke depan akan dikembangkan juga tepung maggot.
Sedangkan untuk pangsa pasarnya, katanya, ada yang datang secara pribadi, yakni membeli 1-2 kilogram sesuai kebutuhan, dan ada juga yang melalui kerja sama.
"Kerja sama kita lakukan dengan pembubidayaan ikan air tawar. Maggot basah dijadikan pakan ikan bisa diambil dulu dan pembayaran dilakukan setelah panen," katanya.
Karena itu, para pembudidaya ikan air tawar di Kota Mataram senang karena mereka merasa terbantu. Apalagi menurut mereka, pemberian pakan ikan dengan maggot mengurangi biaya beli pakan hingga 50 persen.
"Jadi kita sama-sama saling bantu dan menguntungkan. Tapi target utamanya adalah pengurangan sampah yang dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA), dengan mengolah sampah jadi barang bernilai ekonomi," katanya.
Sementara terkait dengan maggot kering, Direktur Pengelola MMC DLH Kota Mataram Kamaruddin sebelumnya mengatakan, untuk saat ini pengolahan maggot kering dalam seminggu sekitar 10 kilogram. Permintaan maggot kering biasanya dari para penghobi ikan koi, dan ayam jago.
Harga maggot kering ini Rp70.000-Rp80.000 per kilogram, sementara maggot basah harganya sekitar Rp6.000-Rp7.000 per kilogram.
"Kalau permintaan banyak, kita lebih baik membuat maggot kering karena harganya lebih tinggi. Akan tetapi permintaan maggot basah saat ini masih tinggi terutama dari peternak ikan dan unggas," katanya.
Kamaruddin menambahkan, maggot atau belatung yang dihasilkan dari telur lalat hitam (BSF) yang saat ini dikembangkan di MMC sangat aktif memakan sampah organik.
"Bahkan dalam sehari sampah organik sisa makanan, buah, dan sayur dari rumah tangga terurai hingga 3,5 ton," katanya.
"Mulai tahun depan hasil budi daya maggot akan jadi sumber PAD baru. Untuk target awal kita tetapkan sebesar Rp30 juta," kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Mataram Irwansyah di Mataram, Senin.
Menurut Irwansyah, target tersebut ditetapkan sesuai potensi budi daya maggot yang ada di MMC Kebon Talo saat ini dengan 60 biopond (tempat larva maggot) ukuran 2x1 meter produksi 100 kilogram per hari.
Produksi maggot di MMC ada yang dijual dalam bentuk maggot basah dan kering. Bahkan ke depan akan dikembangkan juga tepung maggot.
Sedangkan untuk pangsa pasarnya, katanya, ada yang datang secara pribadi, yakni membeli 1-2 kilogram sesuai kebutuhan, dan ada juga yang melalui kerja sama.
"Kerja sama kita lakukan dengan pembubidayaan ikan air tawar. Maggot basah dijadikan pakan ikan bisa diambil dulu dan pembayaran dilakukan setelah panen," katanya.
Karena itu, para pembudidaya ikan air tawar di Kota Mataram senang karena mereka merasa terbantu. Apalagi menurut mereka, pemberian pakan ikan dengan maggot mengurangi biaya beli pakan hingga 50 persen.
"Jadi kita sama-sama saling bantu dan menguntungkan. Tapi target utamanya adalah pengurangan sampah yang dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA), dengan mengolah sampah jadi barang bernilai ekonomi," katanya.
Sementara terkait dengan maggot kering, Direktur Pengelola MMC DLH Kota Mataram Kamaruddin sebelumnya mengatakan, untuk saat ini pengolahan maggot kering dalam seminggu sekitar 10 kilogram. Permintaan maggot kering biasanya dari para penghobi ikan koi, dan ayam jago.
Harga maggot kering ini Rp70.000-Rp80.000 per kilogram, sementara maggot basah harganya sekitar Rp6.000-Rp7.000 per kilogram.
"Kalau permintaan banyak, kita lebih baik membuat maggot kering karena harganya lebih tinggi. Akan tetapi permintaan maggot basah saat ini masih tinggi terutama dari peternak ikan dan unggas," katanya.
Kamaruddin menambahkan, maggot atau belatung yang dihasilkan dari telur lalat hitam (BSF) yang saat ini dikembangkan di MMC sangat aktif memakan sampah organik.
"Bahkan dalam sehari sampah organik sisa makanan, buah, dan sayur dari rumah tangga terurai hingga 3,5 ton," katanya.