Yogyakarta (ANTARA) - Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta bersama Universitas Pembangunan Nasional (UPN) "Veteran" Yogyakarta menyepakati kolaborasi untuk penanganan dan perlindungan habitat monyet ekor panjang yang ada di Kabupaten Gunungkidul.
Ketua Pusat Studi Manajemen Bencana UPN "Veteran" Yogyakarta Eko Teguh Paripurno di Kepatihan, Yogyakarta, Kamis, mengatakan kolaborasi perlindungan itu tidak hanya untuk melindungi habitat dan eksistensi satwa yang terancam punah, tetapi juga untuk melindungi kebun dan lahan pertanian milik warga dari serangan monyet ekor panjang.
"Mengelola ekologi, melakukan perlindungan monyet tersebut yang sudah akan punah dan juga perlindungan aset warga untuk ketahanan pangan. Ngarsa Dalem (Gubernur DIY) sepakat dengan perlindungan itu," kata Eko usai beraudiensi dengan Gubernur DIY Sultan HB X.
Mekanisme perlindungan yang disepakati, kata dia, semacam kawasan konservasi bersama. Menurut Eko, sejak lima tahun terakhir keberadaan monyet ekor panjang sudah cukup meresahkan masyarakat di Kalurahan Pundungsari, Kapanewon Semin, Kabupaten Gunungkidul.
Monyet ekor panjang tersebut mendatangi permukiman penduduk di Dusun Sedono, Dusun Kutugan, Dusun Jelok, Dusun Tepus, Dusun Bonpon dan Dusun Pijenan untuk mencari makanan dan merusak kebun serta pertanian masyarakat.
Dia memperkirakan hal tersebut sangat mungkin karena keberadaan pohon buah-buahan di hutan jumlahnya semakin berkurang. Kondisi tersebut, laniut dia, semakin darurat melihat konflik satwa dengan masyarakat tidak hanya di Kecamatan Semin Gunungkidul saja, tetapi juga di kecamatan lainnya, sehingga muncul tindakan masyarakat terdampak yang mengusir monyet ekor panjang dengan cara membakar lahan, dan mengakibatkan kebakaran lahan semakin meluas.
Eko menambahkan, terdapat beberapa hal yang telah dipaparkan dan mendapatkan dukungan dari Gubernur DIY dalam audiensi tersebut terkait program "Perlindungan Habitat Monyet Ekor Panjang Berbasis Komunitas untuk Pengurangan Risiko Bencana akibat Konflik Satwa".
Program itu, kata dia, diinisiasi UPN bersama Pemerintah Kelurahan Pundungsari dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Yogyakarta. Dalam program itu, yang pertama yakni terkait pemetaan lokasi persebaran dan jumlah monyet ekor panjang di Kabupaten Gunungkidul.
"Kedua, pemetaan kawasan-kawasan yang bisa dijadikan lahan perlindungan habitat dan lahan untuk sumber daya makan monyetnya, ketersediaan pakannya, termasuk lahan Sultan Ground (SG)," kata dia.
Terakhir, lanjut Eko, mendukung pembuatan program-program membangun kesetaraan dalam kerja sama multi helix itu.Menurut Eko, rencana pelaksanaan program pengelolaan konservasi monyet ekor panjang di Semin, Gunungkidul bersama warga hingga saat ini telah disosialisasikan.
Baca juga: Petani hortikultura di Karawang diharapkan tingkatkan nilai produknya
Baca juga: Masyarakat jangan beri makan kera di pinggir jalan, ini alasannya
"Ini program model 'bottom up'. Jadi energi warga yang digunakan, energi perguruan tinggi, energi pemerintah daerah, energi lembaga usaha dan lembaga swasta, organisasi masyarakat sipil, berbentuk kolaboratif," kata Eko.
Ketua Pusat Studi Manajemen Bencana UPN "Veteran" Yogyakarta Eko Teguh Paripurno di Kepatihan, Yogyakarta, Kamis, mengatakan kolaborasi perlindungan itu tidak hanya untuk melindungi habitat dan eksistensi satwa yang terancam punah, tetapi juga untuk melindungi kebun dan lahan pertanian milik warga dari serangan monyet ekor panjang.
"Mengelola ekologi, melakukan perlindungan monyet tersebut yang sudah akan punah dan juga perlindungan aset warga untuk ketahanan pangan. Ngarsa Dalem (Gubernur DIY) sepakat dengan perlindungan itu," kata Eko usai beraudiensi dengan Gubernur DIY Sultan HB X.
Mekanisme perlindungan yang disepakati, kata dia, semacam kawasan konservasi bersama. Menurut Eko, sejak lima tahun terakhir keberadaan monyet ekor panjang sudah cukup meresahkan masyarakat di Kalurahan Pundungsari, Kapanewon Semin, Kabupaten Gunungkidul.
Monyet ekor panjang tersebut mendatangi permukiman penduduk di Dusun Sedono, Dusun Kutugan, Dusun Jelok, Dusun Tepus, Dusun Bonpon dan Dusun Pijenan untuk mencari makanan dan merusak kebun serta pertanian masyarakat.
Dia memperkirakan hal tersebut sangat mungkin karena keberadaan pohon buah-buahan di hutan jumlahnya semakin berkurang. Kondisi tersebut, laniut dia, semakin darurat melihat konflik satwa dengan masyarakat tidak hanya di Kecamatan Semin Gunungkidul saja, tetapi juga di kecamatan lainnya, sehingga muncul tindakan masyarakat terdampak yang mengusir monyet ekor panjang dengan cara membakar lahan, dan mengakibatkan kebakaran lahan semakin meluas.
Eko menambahkan, terdapat beberapa hal yang telah dipaparkan dan mendapatkan dukungan dari Gubernur DIY dalam audiensi tersebut terkait program "Perlindungan Habitat Monyet Ekor Panjang Berbasis Komunitas untuk Pengurangan Risiko Bencana akibat Konflik Satwa".
Program itu, kata dia, diinisiasi UPN bersama Pemerintah Kelurahan Pundungsari dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Yogyakarta. Dalam program itu, yang pertama yakni terkait pemetaan lokasi persebaran dan jumlah monyet ekor panjang di Kabupaten Gunungkidul.
"Kedua, pemetaan kawasan-kawasan yang bisa dijadikan lahan perlindungan habitat dan lahan untuk sumber daya makan monyetnya, ketersediaan pakannya, termasuk lahan Sultan Ground (SG)," kata dia.
Terakhir, lanjut Eko, mendukung pembuatan program-program membangun kesetaraan dalam kerja sama multi helix itu.Menurut Eko, rencana pelaksanaan program pengelolaan konservasi monyet ekor panjang di Semin, Gunungkidul bersama warga hingga saat ini telah disosialisasikan.
Baca juga: Petani hortikultura di Karawang diharapkan tingkatkan nilai produknya
Baca juga: Masyarakat jangan beri makan kera di pinggir jalan, ini alasannya
"Ini program model 'bottom up'. Jadi energi warga yang digunakan, energi perguruan tinggi, energi pemerintah daerah, energi lembaga usaha dan lembaga swasta, organisasi masyarakat sipil, berbentuk kolaboratif," kata Eko.