Mataram (ANTARA) - Syahbandar Pelabuhan Kayangan Sentot Ismudiyanto Kuncoro mengakui surat pernyataan PT Anugrah Mitra Graha (AMG) yang mendapat pengesahan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Nusa Tenggara Barat menjadi dasar penerbitan surat persetujuan berlayar (SPB).
"Jadi, setelah ada surat pernyataan itu kami terbitkan SPB untuk pengapalan material tambang PT AMG," kata Sentot menjawab pertanyaan jaksa penuntut umum dalam sidang lanjutan perkara korupsi tambang pasir besi PT AMG dengan terdakwa Muhammad Husni, Zainal Abidin, dan Syamsul Makrif di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram, Selasa.
Sentot memangku jabatan syahbandar dalam kapasitas sebagai Kepala Unit Penyelenggara Pelabuhan Kelas III Kayangan. Dia mengemban jabatan tersebut sejak akhir Tahun 2020 hingga medio 2023.
Sentot menyampaikan hal demikian menjawab pertanyaan jaksa penuntut umum terkait prosedur syahbandar dalam penerbitan SPB khusus untuk pengapalan material tambang pasir besi PT AMG.
Dia menyatakan bahwa prosedur penerbitan SPB sudah mendasari Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) RI Nomor 82 Tahun 2014 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Persetujuan Berlayar.
Dia menjelaskan bahwa kali pertama menerbitkan SPB untuk pengapalan material tambang PT AMG berlangsung pada 9 Februari 2021. Saat itu, dirinya sebagai syahbandar sempat melakukan penundaan berlayar karena adanya persyaratan yang belum lengkap.
"Waktu itu, kapal sempat kami tunda untuk lakukan pelayaran mengingat ada syarat belum terpenuhi, syarat itu persoalan LHV (laporan hasil verifikasi) dan pembayaran PNBP," ujarnya.
Dengan adanya persyaratan yang belum lengkap, Sentot memerintahkan perwira jaga yang berada di bawah perintahnya untuk berkomunikasi dengan pihak keagenan kapal yang mengurus pengapalan material tambang PT AMG, yakni PT Fitra Muara Kayangan milik Rosmawati.
"Jadi, saya meminta kepada perwira jaga untuk komunikasikan dengan agen agar bagaimana caranya supaya persyaratan bisa segera dilengkapi," ucap dia.
Usai memberikan perintah tersebut, PT AMG kembali mengajukan SPB ke syahbandar dengan melengkapi kekurangan persyaratan. Namun, kekurangan syarat itu diganti dengan surat pernyataan yang telah mendapatkan pengesahan dari Kepala Dinas ESDM NTB Muhammad Husni yang kini menjadi terdakwa.
Dalam surat pernyataan, PT AMG menyampaikan adanya kendala dalam pengurusan rencana kegiatan anggaran biaya (RKAB) di Kementerian ESDM RI sehingga kewajiban pembayaran PNBP masih harus tertunda dan akan segera diselesaikan.
"Dengan melihat pernyataan itu dan menimbang denda keterlambatan kapal yang terus berjalan, menghindari penumpukan barang di pelabuhan, jadi kami memutuskan untuk menerbitkan SPB," kata Sentot.
Dengan menjadikan surat pernyataan itu sebagai syarat pengganti, syahbandar tercatat menerbitkan 32 SPB untuk pengapalan material tambang PT AMG pada periode 2021 dan 2022.
"Karena dalam surat itu kami tidak melihat batas waktunya, maka itu berlaku untuk pengiriman selanjutnya," ujar dia.
Jaksa penuntut umum mendengar keterangan tersebut kemudian menanyakan perihal ketelitian Sentot sebagai syahbandar dalam memeriksa kelengkapan syarat penerbitan SPB tersebut.
"Apakah saudara tidak mengecek keabsahan dari surat itu dengan menanyakan kembali kepada instansi terkait?" kata Hasan Basri, jaksa penuntut umum.
Sentot menanggapi dengan mengatakan bahwa dirinya tidak punya kewenangan untuk menelusuri hal tersebut.
"Kami memeriksa persyaratan hanya mendasar pada dokumen yang diajukan. Itu saja," ujar Sentot.
Begitu pula dengan mengonfirmasi kepada PT AMG terkait janji untuk melunasi pembayaran PNBP dan menyelesaikan persoalan RKAB, Sentot mengaku bahwa dirinya tidak melakukan hal tersebut.
"Karena itu bukan kewenangan saya, jadi tidak dilakukan," ucapnya.
Dari serangkaian pertanyaan, jaksa kemudian meminta Sentot untuk menjelaskan pertimbangan menerbitkan SPB yang tidak sesuai Permenhub RI Nomor 82 Tahun 2014, khususnya berkaitan dengan persetujuan dari Kementerian ESDM RI.
"Apa yang kemudian jadi pertimbangan saudara tidak menggunakan dokumen itu (persetujuan dari Kementerian ESDM RI), tetapi malah gunakan dokumen lain sampai menerbitkan SPB?" tanya Hasan Basri.
"Dalam benak saya, agar kewajiban bisa terselesaikan," jawab Sentot.
Baca juga: KM Dorolonda berpotensi bantu KM Kelud pada Natal-Tahun Baru
Baca juga: Sebanyak 11 ribu ton beras Vietnam tiba di Pelabuhan Sorong dan Jayapura
Usai mendengar jalannya persidangan, ketua majelis hakim Mukhlassuddin turut menanggapi dengan meragukan kredibilitas Sentot sebagai syahbandar.
Menurut Mukhlassuddin, Sentot sebagai syahbandar punya tanggung jawab besar dalam pengawasan aktivitas pengapalan di Pelabuhan Kayangan.
"Seharusnya, saksi sebagai syahbandar memastikan surat pernyataan itu asli apa palsu. Tidak bisa hanya mengatakan bukan kewenangan. Kalau pejabat semua seperti anda ini, bisa rugi negara," katanya.
"Jadi, setelah ada surat pernyataan itu kami terbitkan SPB untuk pengapalan material tambang PT AMG," kata Sentot menjawab pertanyaan jaksa penuntut umum dalam sidang lanjutan perkara korupsi tambang pasir besi PT AMG dengan terdakwa Muhammad Husni, Zainal Abidin, dan Syamsul Makrif di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram, Selasa.
Sentot memangku jabatan syahbandar dalam kapasitas sebagai Kepala Unit Penyelenggara Pelabuhan Kelas III Kayangan. Dia mengemban jabatan tersebut sejak akhir Tahun 2020 hingga medio 2023.
Sentot menyampaikan hal demikian menjawab pertanyaan jaksa penuntut umum terkait prosedur syahbandar dalam penerbitan SPB khusus untuk pengapalan material tambang pasir besi PT AMG.
Dia menyatakan bahwa prosedur penerbitan SPB sudah mendasari Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) RI Nomor 82 Tahun 2014 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Persetujuan Berlayar.
Dia menjelaskan bahwa kali pertama menerbitkan SPB untuk pengapalan material tambang PT AMG berlangsung pada 9 Februari 2021. Saat itu, dirinya sebagai syahbandar sempat melakukan penundaan berlayar karena adanya persyaratan yang belum lengkap.
"Waktu itu, kapal sempat kami tunda untuk lakukan pelayaran mengingat ada syarat belum terpenuhi, syarat itu persoalan LHV (laporan hasil verifikasi) dan pembayaran PNBP," ujarnya.
Dengan adanya persyaratan yang belum lengkap, Sentot memerintahkan perwira jaga yang berada di bawah perintahnya untuk berkomunikasi dengan pihak keagenan kapal yang mengurus pengapalan material tambang PT AMG, yakni PT Fitra Muara Kayangan milik Rosmawati.
"Jadi, saya meminta kepada perwira jaga untuk komunikasikan dengan agen agar bagaimana caranya supaya persyaratan bisa segera dilengkapi," ucap dia.
Usai memberikan perintah tersebut, PT AMG kembali mengajukan SPB ke syahbandar dengan melengkapi kekurangan persyaratan. Namun, kekurangan syarat itu diganti dengan surat pernyataan yang telah mendapatkan pengesahan dari Kepala Dinas ESDM NTB Muhammad Husni yang kini menjadi terdakwa.
Dalam surat pernyataan, PT AMG menyampaikan adanya kendala dalam pengurusan rencana kegiatan anggaran biaya (RKAB) di Kementerian ESDM RI sehingga kewajiban pembayaran PNBP masih harus tertunda dan akan segera diselesaikan.
"Dengan melihat pernyataan itu dan menimbang denda keterlambatan kapal yang terus berjalan, menghindari penumpukan barang di pelabuhan, jadi kami memutuskan untuk menerbitkan SPB," kata Sentot.
Dengan menjadikan surat pernyataan itu sebagai syarat pengganti, syahbandar tercatat menerbitkan 32 SPB untuk pengapalan material tambang PT AMG pada periode 2021 dan 2022.
"Karena dalam surat itu kami tidak melihat batas waktunya, maka itu berlaku untuk pengiriman selanjutnya," ujar dia.
Jaksa penuntut umum mendengar keterangan tersebut kemudian menanyakan perihal ketelitian Sentot sebagai syahbandar dalam memeriksa kelengkapan syarat penerbitan SPB tersebut.
"Apakah saudara tidak mengecek keabsahan dari surat itu dengan menanyakan kembali kepada instansi terkait?" kata Hasan Basri, jaksa penuntut umum.
Sentot menanggapi dengan mengatakan bahwa dirinya tidak punya kewenangan untuk menelusuri hal tersebut.
"Kami memeriksa persyaratan hanya mendasar pada dokumen yang diajukan. Itu saja," ujar Sentot.
Begitu pula dengan mengonfirmasi kepada PT AMG terkait janji untuk melunasi pembayaran PNBP dan menyelesaikan persoalan RKAB, Sentot mengaku bahwa dirinya tidak melakukan hal tersebut.
"Karena itu bukan kewenangan saya, jadi tidak dilakukan," ucapnya.
Dari serangkaian pertanyaan, jaksa kemudian meminta Sentot untuk menjelaskan pertimbangan menerbitkan SPB yang tidak sesuai Permenhub RI Nomor 82 Tahun 2014, khususnya berkaitan dengan persetujuan dari Kementerian ESDM RI.
"Apa yang kemudian jadi pertimbangan saudara tidak menggunakan dokumen itu (persetujuan dari Kementerian ESDM RI), tetapi malah gunakan dokumen lain sampai menerbitkan SPB?" tanya Hasan Basri.
"Dalam benak saya, agar kewajiban bisa terselesaikan," jawab Sentot.
Baca juga: KM Dorolonda berpotensi bantu KM Kelud pada Natal-Tahun Baru
Baca juga: Sebanyak 11 ribu ton beras Vietnam tiba di Pelabuhan Sorong dan Jayapura
Usai mendengar jalannya persidangan, ketua majelis hakim Mukhlassuddin turut menanggapi dengan meragukan kredibilitas Sentot sebagai syahbandar.
Menurut Mukhlassuddin, Sentot sebagai syahbandar punya tanggung jawab besar dalam pengawasan aktivitas pengapalan di Pelabuhan Kayangan.
"Seharusnya, saksi sebagai syahbandar memastikan surat pernyataan itu asli apa palsu. Tidak bisa hanya mengatakan bukan kewenangan. Kalau pejabat semua seperti anda ini, bisa rugi negara," katanya.