Banda Aceh (ANTARA) - Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Provinsi Aceh meminta pemerintah pusat segera mengesahkan peraturan pemerintah (PP) terkait zakat pengurang jumlah pajak penghasilan terutang yang telah diusulkan Pemerintah Aceh.
"Persoalan zakat pengurang pajak terutang ini merupakan amanah dari Pasal 192 UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh (UUPA)," kata Ketua Kadin Aceh M Iqbal, di Banda Aceh, Selasa.
Iqbal menuturkan, zakat pengurang pajak ini sebagai kebutuhan pelaksanaan keistimewaan dan kekhususan, karena itu pemerintah pusat segera mengesahkan PP terkait persoalan tersebut.
Dia menjelaskan, persoalan kekhususan Aceh terkait implementasi UUPA ini telah menjadi konsen Gubernur Aceh sejak masa Irwandi-Nazar dan para gubernur seterusnya.
"Pasalnya, pada tanggal 12 April 2007 Wakil Gubernur Muhammad Nazar atas nama Gubernur Aceh telah menyurati Direktur Jenderal Pajak Departemen Keuangan RI perihal perlakuan atas zakat pajak penghasilan di Aceh," ujarnya.
Kemudian, kata Iqbal lagi, pada 15 Juli 2015, Gubernur Aceh Zaini Abdullah kala itu juga telah menyurati Presiden terkait implementasi zakat pengurang pajak, dalam surat tersebut dijelaskan bahwa masyarakat Aceh selaku muzakki (wajib) zakat merasa terbebani dalam membayar zakat akibat adanya pajak ganda (double tax).
Selanjutnya, pada 6 Juli tahun 2021, Gubernur Aceh Nova Iriansyah juga menyurati Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri terkait permintaan konsultasi dan penyampaian rancangan peraturan pemerintah tentang zakat sebagai faktor pengurang pajak tersebut.
"Berdasarkan UUPA dan UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Pemerintah Aceh, dan Baitul Mal Aceh telah menyusun RPP tentang zakat sebagai pengurang pajak," katanya pula.
Iqbal menambahkan, pada 28 Februari 2023, Penjabat Gubernur Aceh Achmad Marzuki telah menyurati Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) RI perihal penyampaian draf RPP tentang zakat pengurang pajak tersebut serta permintaan konsultasinya.
Dalam surat tersebut dijelaskan bahwa untuk mempercepat proses penetapan RPP dimaksud, Pemerintah Aceh meminta bantuan Ketua Baznas sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementerian untuk menjadi pemrakarsa sebagaimana diatur dalam Pasal 27 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU PPP).
Selanjutnya, pada tanggal 11 September 2023, Pj Gubernur Aceh Achmad Marzuki menyurati Kementerian Keuangan Republik Indonesia perihal permohonan menjadi pemrakarsa atau pemohon izin prakarsa atas Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Zakat Pengurang Pajak Penghasilan Terutang.
Karena itu, Kadin Aceh berharap kepada anggota DPR RI dan anggota DPD RI asal Aceh yang tergabung dalam forbes untuk mendukung langkah Pemerintah Aceh agar pemerintah pusat dapat mengesahkan segera PP zakat sebagai faktor pengurang pajak itu.
Baca juga: BKD sebutkan realisasi pajak daerah Mataram capai Rp153 miliar
Baca juga: Pemkab Lombok Tengah sesuaikan Perda Pajak dan Retribusi Daerah
"Karena, sudah 16 tahun pelaksanaan keistimewaan dan kekhususan Aceh yang tertuang dalam UUPA, zakat sebagai faktor pengurang pajak belum dapat dilaksanakan," demikian M Iqbal.
"Persoalan zakat pengurang pajak terutang ini merupakan amanah dari Pasal 192 UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh (UUPA)," kata Ketua Kadin Aceh M Iqbal, di Banda Aceh, Selasa.
Iqbal menuturkan, zakat pengurang pajak ini sebagai kebutuhan pelaksanaan keistimewaan dan kekhususan, karena itu pemerintah pusat segera mengesahkan PP terkait persoalan tersebut.
Dia menjelaskan, persoalan kekhususan Aceh terkait implementasi UUPA ini telah menjadi konsen Gubernur Aceh sejak masa Irwandi-Nazar dan para gubernur seterusnya.
"Pasalnya, pada tanggal 12 April 2007 Wakil Gubernur Muhammad Nazar atas nama Gubernur Aceh telah menyurati Direktur Jenderal Pajak Departemen Keuangan RI perihal perlakuan atas zakat pajak penghasilan di Aceh," ujarnya.
Kemudian, kata Iqbal lagi, pada 15 Juli 2015, Gubernur Aceh Zaini Abdullah kala itu juga telah menyurati Presiden terkait implementasi zakat pengurang pajak, dalam surat tersebut dijelaskan bahwa masyarakat Aceh selaku muzakki (wajib) zakat merasa terbebani dalam membayar zakat akibat adanya pajak ganda (double tax).
Selanjutnya, pada 6 Juli tahun 2021, Gubernur Aceh Nova Iriansyah juga menyurati Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri terkait permintaan konsultasi dan penyampaian rancangan peraturan pemerintah tentang zakat sebagai faktor pengurang pajak tersebut.
"Berdasarkan UUPA dan UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Pemerintah Aceh, dan Baitul Mal Aceh telah menyusun RPP tentang zakat sebagai pengurang pajak," katanya pula.
Iqbal menambahkan, pada 28 Februari 2023, Penjabat Gubernur Aceh Achmad Marzuki telah menyurati Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) RI perihal penyampaian draf RPP tentang zakat pengurang pajak tersebut serta permintaan konsultasinya.
Dalam surat tersebut dijelaskan bahwa untuk mempercepat proses penetapan RPP dimaksud, Pemerintah Aceh meminta bantuan Ketua Baznas sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementerian untuk menjadi pemrakarsa sebagaimana diatur dalam Pasal 27 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU PPP).
Selanjutnya, pada tanggal 11 September 2023, Pj Gubernur Aceh Achmad Marzuki menyurati Kementerian Keuangan Republik Indonesia perihal permohonan menjadi pemrakarsa atau pemohon izin prakarsa atas Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Zakat Pengurang Pajak Penghasilan Terutang.
Karena itu, Kadin Aceh berharap kepada anggota DPR RI dan anggota DPD RI asal Aceh yang tergabung dalam forbes untuk mendukung langkah Pemerintah Aceh agar pemerintah pusat dapat mengesahkan segera PP zakat sebagai faktor pengurang pajak itu.
Baca juga: BKD sebutkan realisasi pajak daerah Mataram capai Rp153 miliar
Baca juga: Pemkab Lombok Tengah sesuaikan Perda Pajak dan Retribusi Daerah
"Karena, sudah 16 tahun pelaksanaan keistimewaan dan kekhususan Aceh yang tertuang dalam UUPA, zakat sebagai faktor pengurang pajak belum dapat dilaksanakan," demikian M Iqbal.