Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Indonesia Carbon Trade Association (IDCTA) Riza Suarga mengatakan partisipasi global dapat meningkatkan penjualan kredit karbon di bursa karbon Indonesia.
"Sama halnya dengan pasar modal, sama halnya dengan bursa saham, kita membutuhkan pemain internasional untuk masuk, likuiditas harus dipompa, dan saya pikir ini adalah pekerjaan rumah yang belum terselesaikan," kata Riza, di Jakarta, Rabu.
Menurut Bursa Efek Indonesia (BEI), potensi bursa karbon Indonesia dapat mencapai sekitar Rp3.000 triliun. Sementara, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat nilai akumulasi dari transaksi bursa karbon saat ini telah mencapai Rp29,45 miliar sejak diluncurkan pada 26 September 2023.
Dalam acara ESG Conference by Maybank Sekuritas “Greener Indonesia: A Path to Carbon Neutral" itu, Riza berharap perdagangan internasional dan partisipasi global dalam bursa karbon di Indonesia dapat segera terwujud sambil menunggu pasar domestik Indonesia siap untuk melakukan perdagangan karbon.
"Kita semua bisa ikut berpartisipasi di dalamnya walaupun mungkin di awal mungkin belum mendatangkan angka yang bagus dari segi pendapatan, namun akan tumbuh signifikan di masa depan," ujarnya pula.
Bursa karbon adalah pasar tempat perdagangan izin emisi karbon dan kredit karbon yang dihadirkan sebagai bagian dari upaya global untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dan mengatasi perubahan iklim. Bursa karbon bertujuan menciptakan insentif bagi perusahaan dan negara guna mengurangi GRK dengan cara menyediakan mekanisme untuk membeli dan menjual izin emisi atau kredit karbon.
Sebelumnya, Yuliana Sudjonno selaku PwC Indonesia Sustainability Leader dan Knowledge Partner untuk CDC 2023, menambahkan, Indonesia mempunyai pasokan kredit karbon yang melimpah, namun tanpa sisi permintaan yang kuat di pasar karbon, pasar pemasok tidak akan berarti apa-apa.
Selain itu, diperlukan juga ekosistem yang mendukung mekanisme pemantauan kualitas kredit, sehingga dapat menciptakan kepercayaan masyarakat terhadap keandalan dan kredibilitas kredit yang diperdagangkan di IDX Carbon.
Pada sisi lain, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar mengatakan keberadaan bursa karbon merupakan momentum bagi Indonesia untuk mendukung upaya pemerintah mengejar target menurunkan emisi gas rumah kaca sesuai ratifikasi Perjanjian Paris (Paris Agreement).
Baca juga: IDCTA melepas penyu sebagai komitmen pelestarian lingkungan
Baca juga: Perdagangan karbon dukung pengurangan emisi kehutanan
"Bursa Karbon Indonesia akan menjadi salah satu bursa karbon besar dan terpenting di dunia, karena volume maupun keragaman unit karbon yang diperdagangkan dan kontribusinya kepada pengurangan emisi karbon nasional maupun dunia. Hari ini kita memulai sejarah dan awal era baru itu,” ujar Mahendra.
Indonesia memiliki target menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 31,89 persen tanpa syarat dan tanpa bantuan internasional, atau sebesar 43,2 dengan dukungan internasional dari tingkat emisi normalnya atau business as usual pada 2030.
"Sama halnya dengan pasar modal, sama halnya dengan bursa saham, kita membutuhkan pemain internasional untuk masuk, likuiditas harus dipompa, dan saya pikir ini adalah pekerjaan rumah yang belum terselesaikan," kata Riza, di Jakarta, Rabu.
Menurut Bursa Efek Indonesia (BEI), potensi bursa karbon Indonesia dapat mencapai sekitar Rp3.000 triliun. Sementara, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat nilai akumulasi dari transaksi bursa karbon saat ini telah mencapai Rp29,45 miliar sejak diluncurkan pada 26 September 2023.
Dalam acara ESG Conference by Maybank Sekuritas “Greener Indonesia: A Path to Carbon Neutral" itu, Riza berharap perdagangan internasional dan partisipasi global dalam bursa karbon di Indonesia dapat segera terwujud sambil menunggu pasar domestik Indonesia siap untuk melakukan perdagangan karbon.
"Kita semua bisa ikut berpartisipasi di dalamnya walaupun mungkin di awal mungkin belum mendatangkan angka yang bagus dari segi pendapatan, namun akan tumbuh signifikan di masa depan," ujarnya pula.
Bursa karbon adalah pasar tempat perdagangan izin emisi karbon dan kredit karbon yang dihadirkan sebagai bagian dari upaya global untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dan mengatasi perubahan iklim. Bursa karbon bertujuan menciptakan insentif bagi perusahaan dan negara guna mengurangi GRK dengan cara menyediakan mekanisme untuk membeli dan menjual izin emisi atau kredit karbon.
Sebelumnya, Yuliana Sudjonno selaku PwC Indonesia Sustainability Leader dan Knowledge Partner untuk CDC 2023, menambahkan, Indonesia mempunyai pasokan kredit karbon yang melimpah, namun tanpa sisi permintaan yang kuat di pasar karbon, pasar pemasok tidak akan berarti apa-apa.
Selain itu, diperlukan juga ekosistem yang mendukung mekanisme pemantauan kualitas kredit, sehingga dapat menciptakan kepercayaan masyarakat terhadap keandalan dan kredibilitas kredit yang diperdagangkan di IDX Carbon.
Pada sisi lain, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar mengatakan keberadaan bursa karbon merupakan momentum bagi Indonesia untuk mendukung upaya pemerintah mengejar target menurunkan emisi gas rumah kaca sesuai ratifikasi Perjanjian Paris (Paris Agreement).
Baca juga: IDCTA melepas penyu sebagai komitmen pelestarian lingkungan
Baca juga: Perdagangan karbon dukung pengurangan emisi kehutanan
"Bursa Karbon Indonesia akan menjadi salah satu bursa karbon besar dan terpenting di dunia, karena volume maupun keragaman unit karbon yang diperdagangkan dan kontribusinya kepada pengurangan emisi karbon nasional maupun dunia. Hari ini kita memulai sejarah dan awal era baru itu,” ujar Mahendra.
Indonesia memiliki target menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 31,89 persen tanpa syarat dan tanpa bantuan internasional, atau sebesar 43,2 dengan dukungan internasional dari tingkat emisi normalnya atau business as usual pada 2030.