Indonesia laksanakan artikel 6.2 perdagangan karbon

id COP29,MRA,Perdagangan karbon

Indonesia laksanakan artikel 6.2 perdagangan karbon

Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq di COP29 Baku Azerbaijan. ANTARA/HO.Humas Kementerian LH

Baku, Azerbaijan (ANTARA) - Indonesia menjadi satu-satunya negara yang saat ini melaksanakan artikel 6.2 dari Paris Agreement (Perjanjian Paris) terkait dengan perdagangan karbon.

"Sampai hari ini, data di UN, kita menjadi satu-satunya pihak yang mengoperasionalkan 6.2," kata Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq di Baku, Azerbaijan, Kamis.

Hanif mengatakan mengapa Indonesia perlu mengadopsi artikel 6.2 yang menjelaskan kerangka kerja dan perhitungan untuk berbagai kerja sama internasional agar pihak lain semakin percaya dengan kredibilitas Indonesia.

Saat ini Indonesia sudah melakukan bersama Jepang lewat kesepakatan Mutual Recognition Agreement (MRA) atau kerja sama saling pengakuan.



Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Jepang mengumumkan di Pavilion Indonesia di COP29 di Baku, Azerbaijan tentang tercapainya dan mulainya penerapan MRA untuk pelaksanaan kerja sama perdagangan karbon bilateral antara kedua negara.

Kesepakatan MRA menjadi model kerja sama bilateral antarnegara pertama di dunia dalam kerangka Perjanjian Paris, khususnya Pasal 6.2.

"Saya sudah meminta kepada delegasi hari ini, para negosiator hari ini, untuk melakukan penyusunan roadmap, detailnya," kata Hanif.

Ia berharap setelah berakhirnya konferensi Perubahan Iklim UNFCCC COP29 di Baku Azerbaijan pada 22 November mendatang, bisa segera disusun peta jalan (road map) dengan detail.

Menurut dia, saat ini ada investasi senilai 10 miliar dolar atau sekitar Rp15 triliun yang menunggu aturan terkait RMA tersebut sehingga peta jalannya harus disusun.

Penandatanganan dokumen MRA dilaksanakan secara sirkular pada 18 Oktober 2024 oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia dan pada 28 Oktober 2024 oleh Menteri Lingkungan Jepang.

Sesuai kesepakatan, MRA mulai berlaku pada 28 Oktober 2024. MRA dibangun atas prinsip kesetaraan antara sistem kredit karbon Indonesia dan negara mitra.

Komponen sistem kredit karbon yang saling diakui oleh kedua negara mencakup metodologi aksi mitigasi, penghitungan pengurangan emisi, sistem pemantauan, pelaporan, dan verifikasi (MRV) serta sertifikasi kredit karbon.

Baca juga: DPR siapkan UU perkuat perdagangan karbon

Di Indonesia, sertifikasi ini dikenal dengan nama Sertifikasi Pengurangan Emisi GRK Indonesia (SPEI). MRA memastikan bahwa sistem kredit karbon Indonesia diakui oleh otoritas negara mitra, demi mendukung pencapaian target pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) yang diamanatkan oleh Perjanjian Paris.

Perjanjian Paris mengamanatkan kerja sama perdagangan karbon ini mengacu pada prinsip Transparency, Accuracy, Completeness, Comparability, and Consistency (TACCC), yang menjamin integritas tinggi dalam perdagangan kredit karbon.

Baca juga: Luas perhutanan sosial di NTB capai 60.160 hektare

Penerapan MRA dengan otoritas negara mitra akan memberi dampak signifikan bagi Indonesia dalam perdagangan karbon internasional.

Sertifikat kredit karbon Indonesia diakui setara dengan yang berlaku di negara mitra. Proyek-proyek aksi mitigasi yang berlangsung di Indonesia yang didukung oleh sumber daya negara mitra, harus mematuhi peraturan lingkungan nasional yang berlaku dan mengikuti sistem sertifikasi Indonesia.*