Mataram (Antara NTB) - Dinas Perindustrian dan Perdagangan Nusa Tenggara Barat mengawasi para tenaga kerja Indonesia yang pulang ke daerah membawa "hand phone" (HP) atau telepon seluler dengan jumlah lebih dari dua unit.
Kepala Bidang Perdagangan Luar Negeri, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) NTB Hj Baiq Noviana Indiari, di Mataram, Selasa, mengatakan tindakan pengawasan di bandara dan pelabuhan dilakukan bekerja sama dengan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean C Mataram.
"Setiap TKI yang membawa HP lebih dari dua akan disita kelebihannya karena melanggar peraturan," katanya.
Larangan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 38 tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 82/2012 tentang Ketentuan Impor Telepon Seluler, Komputer Genggam dan Komputer Tablet.
Regulasi tersebut mengatur tentang pembatasan maksimal dua unit telepon seluler, komputer genggam dan komputer tablet yang dibawa penumpang pesawat dan kapal laut untuk keperluan pribadi.
Kementerian Perdagangan juga mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 48/2014 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 82/2012 tentang Ketentuan Impor Telepon Seluler, Komputer Genggam dan Komputer Tablet.
Permendag tersebut mengatur tentang pelabuhan dan bandara yang menjadi pintu masuk telepon seluler, komputer genggam dan komputer tablet impor untuk keperluan perdagangan.
Indiari mengatakan, seluruh pelabuhan dan bandara di NTB, tidak termasuk sebagai pintu masuk telepon seluler, komputer genggam dan komputer tablet yang dibawa dari luar negeri untuk diperdagangkan.
"Jadi sudah jelas aturannya, bahwa bandara dan pelabuhan di NTB, bukan pintu masuk seperti yang diatur dalam Permendag," ujarnya.
Menurut dia, upaya pengawasan perlu dilakukan karena para TKI banyak yang membawa HP lebih dari dua unit. Hal itu didasarkan pada hasil pengawasan bersama Bea Cukai.
Sebagian besar HP yang diamankan tergolong baru, sehingga ada kekhawatiran akan diperdagangkan kembali di dalam daerah.
Para TKI mengaku barang yang dibawanya adalah titipan dari rekan kerjanya di Malaysia, untuk diberikan kembali kepada keluarga di kampung halaman. Mereka juga mengaku tidak mengetahui adanya larangan yang diatur dalam Permendag.
Meskipun demikian, lanjut Indiari, Kementerian Perdagangan tidak menoleransi alasan tersebut karena regulasi sudah diterapkan sejak tahun 2013. Bea Cukai juga sudah melakukan sosialisasi.
"Kami prihatin juga ketika aparat melakukan penyitaan di bandara karena TKI susah payah membeli HP tersebut. Tapi namanya aturan tetap harus ditegakkan," ucapnya.
Untuk mencegah terjadinya permainan, kata dia, seluruh HP yang disita di bandara dan pelabuhan dibuatkan berita acara penyitaan. Para pemilik juga diundang oleh Bea Cukai untuk menyaksikan acara pemusnahan barang bukti.
Solusi lainnya adalah meminta para TKI mengembalikan HP yang dianggap melanggar aturan ke pemiliknya di luar negeri melalui jasa pengiriman barang dengan difasilitasi Bea Cukai. (*)
Kepala Bidang Perdagangan Luar Negeri, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) NTB Hj Baiq Noviana Indiari, di Mataram, Selasa, mengatakan tindakan pengawasan di bandara dan pelabuhan dilakukan bekerja sama dengan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean C Mataram.
"Setiap TKI yang membawa HP lebih dari dua akan disita kelebihannya karena melanggar peraturan," katanya.
Larangan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 38 tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 82/2012 tentang Ketentuan Impor Telepon Seluler, Komputer Genggam dan Komputer Tablet.
Regulasi tersebut mengatur tentang pembatasan maksimal dua unit telepon seluler, komputer genggam dan komputer tablet yang dibawa penumpang pesawat dan kapal laut untuk keperluan pribadi.
Kementerian Perdagangan juga mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 48/2014 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 82/2012 tentang Ketentuan Impor Telepon Seluler, Komputer Genggam dan Komputer Tablet.
Permendag tersebut mengatur tentang pelabuhan dan bandara yang menjadi pintu masuk telepon seluler, komputer genggam dan komputer tablet impor untuk keperluan perdagangan.
Indiari mengatakan, seluruh pelabuhan dan bandara di NTB, tidak termasuk sebagai pintu masuk telepon seluler, komputer genggam dan komputer tablet yang dibawa dari luar negeri untuk diperdagangkan.
"Jadi sudah jelas aturannya, bahwa bandara dan pelabuhan di NTB, bukan pintu masuk seperti yang diatur dalam Permendag," ujarnya.
Menurut dia, upaya pengawasan perlu dilakukan karena para TKI banyak yang membawa HP lebih dari dua unit. Hal itu didasarkan pada hasil pengawasan bersama Bea Cukai.
Sebagian besar HP yang diamankan tergolong baru, sehingga ada kekhawatiran akan diperdagangkan kembali di dalam daerah.
Para TKI mengaku barang yang dibawanya adalah titipan dari rekan kerjanya di Malaysia, untuk diberikan kembali kepada keluarga di kampung halaman. Mereka juga mengaku tidak mengetahui adanya larangan yang diatur dalam Permendag.
Meskipun demikian, lanjut Indiari, Kementerian Perdagangan tidak menoleransi alasan tersebut karena regulasi sudah diterapkan sejak tahun 2013. Bea Cukai juga sudah melakukan sosialisasi.
"Kami prihatin juga ketika aparat melakukan penyitaan di bandara karena TKI susah payah membeli HP tersebut. Tapi namanya aturan tetap harus ditegakkan," ucapnya.
Untuk mencegah terjadinya permainan, kata dia, seluruh HP yang disita di bandara dan pelabuhan dibuatkan berita acara penyitaan. Para pemilik juga diundang oleh Bea Cukai untuk menyaksikan acara pemusnahan barang bukti.
Solusi lainnya adalah meminta para TKI mengembalikan HP yang dianggap melanggar aturan ke pemiliknya di luar negeri melalui jasa pengiriman barang dengan difasilitasi Bea Cukai. (*)