Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan bahwa dengan mengoptimalkan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dapat berkontribusi untuk mencapai 23 persen bauran energi di tahun 2025.
“Jadi PLTS itu bisa dioptimalkan untuk mencapai, paling tidak berkontribusi cukup signifikan untuk mencapai 23 persen bauran energi di tahun 2025,” kata Fabby dalam Pojok Energi bertajuk Sinyal Ujung Transisi Energi yang digelar secara daring di Jakarta, Rabu.
Menurutnya optimalisasi PLTS cukup tepat untuk mencapai target bauran energi di tahun 2025 karena sumber energinya paling banyak di Indonesia. PLTS ini juga dinilai sangat fleksibel karena bisa dipasang di atas atap, di atas tanah, di atas air bahkan di atas lahan pertanian bisa.
“Saya melihat dari kemungkinan yang ada. Jadi kalau kita lihat dari sisi teknologi yang tersedia, sumber daya yang tersedia kemudian kecepatan kita untuk membangun yang sekian Kilowatt, Gigawatt, saya sangat percaya bahwa PLTS itu yang memang harus dioptimalkan,” ucap Fabby.
Fabby mengaku bahwa pihaknya telah melakukan studi pada tahun 2014 terkait potensi penggunaan PLST atap bisa menghasilkan 655 Gigawatt untuk rumah di seluruh Indonesia.
“Studi menunjukkan sebenarnya kalau katakan pelanggan PLN yang berlangganan listrik di atas 2200 VA, itu (bisa) menggunakan PLTS minimum dua kWp,” kata Fabby.
Menurutnya jika hal tersebut dilakukan sampai tahun 2030, maka bisa mencapai 15 sampai 20 Gigawatt bahkan bisa lebih. Fabby mengaku juga memasang PLTS di rumahnya dengan 5,5 kWp.
Meski begitu pihaknya mendorong agar pemerintah tidak mempersulit regulasi pemasangan PLTS. Optimalisasi PLTS atap sangat tetap apalagi dianggap tidak memerlukan APBN. Selain itu, Fabby mengatakan bahwa upaya lainnya yang juga harus dilakukan untuk menaikkan bauran 23 persen di 2025 yakni dengan menambah penggunaan energi terbarukan dan mengurangi penggunaan energi fosil.
Baca juga: Penggunaan PJU tenaga surya upaya mitigasi bencana di Mataram
Baca juga: Pemkot Mataram menerangi jalan lingkungan dengan PLTS
Dia menyarankan jika ada PLTU yang tidak efisien lagi maka sebaiknya dipensiunkan dini sampai 2025. Fabby mencatat setidaknya ada sekitar 4,8 Gigawatt yang bisa berpotensi untuk dipensiunkan dini dari PLTU yang tidak efisien lagi. Fabby menambahkan bahwa upaya tersebut juga sebagai bentuk untuk mencapai target Emisi Nol Bersih pada tahun 2060 atau lebih cepat.
“Jadi kalo ini dilakukan terus, kita tidak membangun PLTU baru sampai 2030, saya kira target 23 persen bauran energi di tahun 2025 itu bisa tercapai. Dan di tahun 2030 kita bisa mendapat target energi baru terbarukan sekitar 40 sampai 45 persen,” kata Fabby.