Mataram (ANTARA) - Anggota DPR RI Daerah Pemilihan (Dapil) Nusa Tenggara Barat, H. Suryadi Jaya Purnama di Mataram, Jumat, menyatakan, komitmennya untuk mewujudkan rumah layak huni bagi semua warga NTB.
Menurut politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, memiliki rumah yang layak huni dan nyaman adalah impian setiap warga. Sebagai kebutuhan primer, rumah merupakan keniscayaan yang harus diwujudkan.
Bahkan di antara sandang dan pangan, keberadaan rumah memiliki nilai strategis karena mempengaruhi kesehatan dan kecerdasan masyarakat akibat lingkungan tempat tinggal yang tidak layak.
"Layanan dasar ini mencakup infrastruktur yang memenuhi kebutuhan dasar, termasuk pangan, sandang, dan perumahan. Kebutuhan akan perumahan yang layak adalah dasar utama yang harus kami prioritaskan. Rumah yang layak adalah hak setiap warga," kata Anggota Komisi V DPR RI tersebut.
Pria yang akrab disapa SJK itu mengakui bahwa terkadang pemerintah cenderung melompat-lompat dalam menentukan prioritas pembangunan.
Misalnya, bagaimana pemerintah membangun proyek megah seperti gerbang batas kabupaten, padahal itu termasuk kebutuhan tersier. Namun, kebutuhan primer seperti rumah layak huni masih belum merata.
"Oleh karena itu, saya berusaha menutupi kelemahan ini melalui posisi saya di DPR RI yang membidangi infrastruktur. Salah satu langkahnya adalah dengan memperbanyak program bantuan rumah kumuh," ujarnya.
Di NTB, kata dia, alokasi APBD khususnya untuk infrastruktur lebih besar dibandingkan ketika daerah ini tidak memiliki perwakilan di Senayan. APBN sebesar Rp3.000 triliun finalnya dibagi di DPR RI.
Jika NTB tidak memiliki perwakilan, pertanyaannya adalah siapa yang akan memperjuangkan kepentingan daerah ini?
"Kami sangat memperhatikan hal ini. Berdasarkan advokasi saya sendiri, rata-rata 1.500 hingga 2.000 unit rumah layak huni dibangun setiap tahunnya. Dalam lima tahun terakhir, program ini telah berhasil membangun 6000 hingga 7.000 unit rumah," ucapnya.
SJP menambahkan dari rumah layak huni ini terjadi lompatan yaitu tidak saja layak huni tapi layak tamu. Artinya rumah tersebut yang sebelumnya tidak layak menjadi layak dan bisa disewakan sebagai homestay.
Pihaknya sudah bekerja sama dengan beberapa kepala desa terutama desa wisata sehingga warga yang tadinya miskin ekstrem. Sebab, rumahnya tidak layak huni tapi punya penghasilan dengan memiliki homestay yang bisa disewakan kepada wisatawan terutama di desa-desa wisata.
"Yang sudah terbangun cukup banyak. Kalau di Lombok Tengah dan Lombok Utara termasuk di Lombok Timur pada tahun 2022 terbangun sebanyak 800-an unit homestay yang tadi rumah tidak layak huni," katanya.
Dengan komitmen dan kerja keras, semoga impian memiliki rumah layak huni dapat terwujud bagi seluruh masyarakat NTB. Rumah yang nyaman bukan hanya tempat berlindung, tetapi juga tempat tumbuh dan berkembang untuk generasi masa depan.
Menurut politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, memiliki rumah yang layak huni dan nyaman adalah impian setiap warga. Sebagai kebutuhan primer, rumah merupakan keniscayaan yang harus diwujudkan.
Bahkan di antara sandang dan pangan, keberadaan rumah memiliki nilai strategis karena mempengaruhi kesehatan dan kecerdasan masyarakat akibat lingkungan tempat tinggal yang tidak layak.
"Layanan dasar ini mencakup infrastruktur yang memenuhi kebutuhan dasar, termasuk pangan, sandang, dan perumahan. Kebutuhan akan perumahan yang layak adalah dasar utama yang harus kami prioritaskan. Rumah yang layak adalah hak setiap warga," kata Anggota Komisi V DPR RI tersebut.
Pria yang akrab disapa SJK itu mengakui bahwa terkadang pemerintah cenderung melompat-lompat dalam menentukan prioritas pembangunan.
Misalnya, bagaimana pemerintah membangun proyek megah seperti gerbang batas kabupaten, padahal itu termasuk kebutuhan tersier. Namun, kebutuhan primer seperti rumah layak huni masih belum merata.
"Oleh karena itu, saya berusaha menutupi kelemahan ini melalui posisi saya di DPR RI yang membidangi infrastruktur. Salah satu langkahnya adalah dengan memperbanyak program bantuan rumah kumuh," ujarnya.
Di NTB, kata dia, alokasi APBD khususnya untuk infrastruktur lebih besar dibandingkan ketika daerah ini tidak memiliki perwakilan di Senayan. APBN sebesar Rp3.000 triliun finalnya dibagi di DPR RI.
Jika NTB tidak memiliki perwakilan, pertanyaannya adalah siapa yang akan memperjuangkan kepentingan daerah ini?
"Kami sangat memperhatikan hal ini. Berdasarkan advokasi saya sendiri, rata-rata 1.500 hingga 2.000 unit rumah layak huni dibangun setiap tahunnya. Dalam lima tahun terakhir, program ini telah berhasil membangun 6000 hingga 7.000 unit rumah," ucapnya.
SJP menambahkan dari rumah layak huni ini terjadi lompatan yaitu tidak saja layak huni tapi layak tamu. Artinya rumah tersebut yang sebelumnya tidak layak menjadi layak dan bisa disewakan sebagai homestay.
Pihaknya sudah bekerja sama dengan beberapa kepala desa terutama desa wisata sehingga warga yang tadinya miskin ekstrem. Sebab, rumahnya tidak layak huni tapi punya penghasilan dengan memiliki homestay yang bisa disewakan kepada wisatawan terutama di desa-desa wisata.
"Yang sudah terbangun cukup banyak. Kalau di Lombok Tengah dan Lombok Utara termasuk di Lombok Timur pada tahun 2022 terbangun sebanyak 800-an unit homestay yang tadi rumah tidak layak huni," katanya.
Dengan komitmen dan kerja keras, semoga impian memiliki rumah layak huni dapat terwujud bagi seluruh masyarakat NTB. Rumah yang nyaman bukan hanya tempat berlindung, tetapi juga tempat tumbuh dan berkembang untuk generasi masa depan.