Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menyoroti peluang kolaborasi dengan Institut Fiocruz, Brasil, dalam upaya menekan kasus dengue di Indonesia melalui pengembangan teknologi nyamuk ber-Wolbachia dan vaksin.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi saat dikonfirmasi di Jakarta Senin mengatakan, peluang kolaborasi itu muncul saat Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dan timnya, baru-baru ini mengunjungi Institut Fiocruz dengan fokus pada kolaborasi terkait pengembangan teknologi dan vaksin.
"Kalau di Brasil mereka sudah lebih dulu menerapkan teknologi nyamuk ber-Wolbachia juga melalui program World Mosquito Program," kata Nadia Tarmizi.
Ia menjelaskan, kolaborasi Indonesia-Fiocruz dalam upaya pengentasan dengue di tanah air sebelumnya terjalin melalui peran Universitas Gadjah Mada (UGM) lewat implementasi perdana nyamuk ber-Wolbachia di Indonesia sekitar tahun 2012.
Hasil studi Aplikasi Wolbachia untuk Eliminasi Dengue (AWED) di Yogyakarta menggunakan desain Cluster Randomized Controlled Trial (CRCT) menunjukkan bahwa nyamuk aedes aegypti yang mengandung Wolbachia mampu mengurangi kasus dengue sebesar 77,1 persen, dan mengurangi rawat inap akibat dengue sebesar 86 persen.
"Ini sama yang awal saat UGM melakukan implementasi pertama," katanya.
Fiocruz adalah salah satu dari beberapa mitra kerja global untuk percontohan penyebaran nyamuk ber-Wolbachia dalam upaya menekan laju kasus dengue pada suatu populasi.
Sementara itu, dalam kunjungannya ke Institut Fiocruz, Menkes Budi menyaksikan langsung proses pengembangbiakan Wolbachia pada pusat penelitian utama untuk memerangi penyakit yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegypti.
Diskusi antara Menteri Kesehatan dan pimpinan Fiocruz menyoroti rencana kolaborasi masa depan, dengan penekanan khusus pada pengembangan teknologi dan vaksin. Kunjungan itu juga mencakup eksplorasi perpustakaan Fiocruz, di mana mereka menemukan buku langka dari tahun 1703 yang ditulis oleh seorang Biarawan Katolik tentang pengobatan.
Baca juga: Cukai produk berpemanis untuk cegah penyakit tidak menular
Baca juga: Kemenkes periksa kesehatan 200 warga Taman Sari Jakarta Barat
Namun, Nadia maupun Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (Dirjen P2P) Kemenkes RI Maxi Rein Rondonuwu yang dikonfirmasi terkait metode pengobatan dalam buku langka tersebut belum memberikan informasi lebih lanjut.
Nadia juga mengatakan, kunjungan tersebut sekaligus menegaskan pentingnya kolaborasi dalam pengembangan solusi kesehatan yang inovatif, sekaligus pengingat bahwa pengetahuan dari masa lalu tetap berharga dalam perjalanan manusia menuju masa depan yang lebih sehat.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi saat dikonfirmasi di Jakarta Senin mengatakan, peluang kolaborasi itu muncul saat Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dan timnya, baru-baru ini mengunjungi Institut Fiocruz dengan fokus pada kolaborasi terkait pengembangan teknologi dan vaksin.
"Kalau di Brasil mereka sudah lebih dulu menerapkan teknologi nyamuk ber-Wolbachia juga melalui program World Mosquito Program," kata Nadia Tarmizi.
Ia menjelaskan, kolaborasi Indonesia-Fiocruz dalam upaya pengentasan dengue di tanah air sebelumnya terjalin melalui peran Universitas Gadjah Mada (UGM) lewat implementasi perdana nyamuk ber-Wolbachia di Indonesia sekitar tahun 2012.
Hasil studi Aplikasi Wolbachia untuk Eliminasi Dengue (AWED) di Yogyakarta menggunakan desain Cluster Randomized Controlled Trial (CRCT) menunjukkan bahwa nyamuk aedes aegypti yang mengandung Wolbachia mampu mengurangi kasus dengue sebesar 77,1 persen, dan mengurangi rawat inap akibat dengue sebesar 86 persen.
"Ini sama yang awal saat UGM melakukan implementasi pertama," katanya.
Fiocruz adalah salah satu dari beberapa mitra kerja global untuk percontohan penyebaran nyamuk ber-Wolbachia dalam upaya menekan laju kasus dengue pada suatu populasi.
Sementara itu, dalam kunjungannya ke Institut Fiocruz, Menkes Budi menyaksikan langsung proses pengembangbiakan Wolbachia pada pusat penelitian utama untuk memerangi penyakit yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegypti.
Diskusi antara Menteri Kesehatan dan pimpinan Fiocruz menyoroti rencana kolaborasi masa depan, dengan penekanan khusus pada pengembangan teknologi dan vaksin. Kunjungan itu juga mencakup eksplorasi perpustakaan Fiocruz, di mana mereka menemukan buku langka dari tahun 1703 yang ditulis oleh seorang Biarawan Katolik tentang pengobatan.
Baca juga: Cukai produk berpemanis untuk cegah penyakit tidak menular
Baca juga: Kemenkes periksa kesehatan 200 warga Taman Sari Jakarta Barat
Namun, Nadia maupun Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (Dirjen P2P) Kemenkes RI Maxi Rein Rondonuwu yang dikonfirmasi terkait metode pengobatan dalam buku langka tersebut belum memberikan informasi lebih lanjut.
Nadia juga mengatakan, kunjungan tersebut sekaligus menegaskan pentingnya kolaborasi dalam pengembangan solusi kesehatan yang inovatif, sekaligus pengingat bahwa pengetahuan dari masa lalu tetap berharga dalam perjalanan manusia menuju masa depan yang lebih sehat.