Jakarta (ANTARA) - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) meminta pemerintah untuk mengawasi berbagai iklan dan praktik-praktik medis terkait Perlukaan dan Pemotongan Genitalia Perempuan (P2GP) atau khitan perempuan yang ditawarkan melalui klinik atau tenaga kesehatan.
"Keberadaan iklan, baik daring maupun luring, menunjukkan bahwa P2GP masih menjadi praktik, bahkan dikomersialkan," kata Anggota Komnas Perempuan Theresia Iswarini saat dihubungi di Jakarta, Senin.
Dia menyebut praktik P2GP di Indonesia masih relatif tinggi.
"Di Indonesia, hasil Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2021, memperlihatkan bahwa masih terjadi praktik P2GP pada perempuan usia 19-45 tahun sebanyak 21,6 persen, sedangkan yang melakukan secara simbolis sebanyak 33,1 persen," katanya.
Baca juga: Komnas Perempuan meminta KPU antisipasi petugas pemilu kelelahan
Baca juga: Konflik berkepanjangan buat warga Palestina tangguh
Komnas Perempuan juga merekomendasikan agar upaya yang dilakukan tidak terbatas pada pencegahan semata, namun juga penanganan, pelindungan, dan pemulihan bagi korban.
"Memang tidak dapat dipungkiri bahwa praktik ini telah berjalan lama secara turun temurun dari generasi ke generasi yang berdampak pada kondisi korban ketika dewasa. Ketika dampak dan kesadaran muncul karena upaya-upaya pencegahan yang secara masif dilakukan, hendaknya layanan pemulihan juga tersedia bagi mereka (korban)," katanya.
Komnas juga menekankan pentingnya kerja sama berbagai pihak dan elemen masyarakat yang berfokus pada HAM, kesetaraan gender, pendidikan seksual komprehensif, untuk menghapus praktik P2GP ini.
"Keberadaan iklan, baik daring maupun luring, menunjukkan bahwa P2GP masih menjadi praktik, bahkan dikomersialkan," kata Anggota Komnas Perempuan Theresia Iswarini saat dihubungi di Jakarta, Senin.
Dia menyebut praktik P2GP di Indonesia masih relatif tinggi.
"Di Indonesia, hasil Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2021, memperlihatkan bahwa masih terjadi praktik P2GP pada perempuan usia 19-45 tahun sebanyak 21,6 persen, sedangkan yang melakukan secara simbolis sebanyak 33,1 persen," katanya.
Baca juga: Komnas Perempuan meminta KPU antisipasi petugas pemilu kelelahan
Baca juga: Konflik berkepanjangan buat warga Palestina tangguh
Komnas Perempuan juga merekomendasikan agar upaya yang dilakukan tidak terbatas pada pencegahan semata, namun juga penanganan, pelindungan, dan pemulihan bagi korban.
"Memang tidak dapat dipungkiri bahwa praktik ini telah berjalan lama secara turun temurun dari generasi ke generasi yang berdampak pada kondisi korban ketika dewasa. Ketika dampak dan kesadaran muncul karena upaya-upaya pencegahan yang secara masif dilakukan, hendaknya layanan pemulihan juga tersedia bagi mereka (korban)," katanya.
Komnas juga menekankan pentingnya kerja sama berbagai pihak dan elemen masyarakat yang berfokus pada HAM, kesetaraan gender, pendidikan seksual komprehensif, untuk menghapus praktik P2GP ini.