Mataram (Antara NTB) - Harga kangkung yang diperdagangkan di pasar tradisional Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, pada H-1 Idul Fitri 1438 Hijriah melonjak hingga 100 persen akibat tingginya permintaan konsumen.
Pantauan di pasar tradisional Dasan Agung Kota Mataram, Sabtu, harga kangkung dari Rp5.000 per empat ikat naik menjadi Rp10.000 per empat ikat. Salah satu jenis sayuran tersebut didatangkan dari Pesongoran, Kelurahan Pagutan.
Inak Imah, salah seorang pedagang di pasar tradisional Dasan Agung, mengatakan permintaan kangkung sejak awal Ramadhan relatif tinggi. Apalagi menjelang Idul Fitri 1438 Hijriah.
"Namun saya tidak bisa menambah jumlah barang yang dijual karena kangkung yang bisa dipetik di lahan tanam hanya segitu-gitu saja. Kecuali kalau punya sawah yang luas," katanya.
Selain untuk membuat panganan olahan dalam bentuk pelecing kangkung, warga juga membeli sayuran hijau tersebut untuk dijadikan oleh-oleh mudik.
Misalnya, Rohana, salah seorang ibu rumah tangga mengaku memborong kangkung untuk dibawa mudik ke Kabupaten Lombok Timur, setelah merayakan shalat Idul Fitri di kampung halaman suami di Kota Mataram.
"Keluarga saya yang pesan karena kangkung di Lombok Timur tidak seenak yang ditanam di Kota Mataram," tutur perempuan yang memiliki dua orang putra ini.
Rohanun, salah seorang warga Kelurahan Dasan Agung, juga menuturkan bahwa pelecing kangkung menjadi menu makanan setiap berbuka puasa bersama dengan seluruh anggota keluarganya.
Namun ia mengaku kaget dengan kenaikan harga kangkung yang relatif tinggi menjelang Lebaran, yakni Rp2.500 per ikat. Sebelumnya pedagang menjual dengan harga Rp1.250 per ikat.
"Kaget juga harganya mahal sekali. Tapi pelecing kangkung sepertinya sudah menjadi menu wajib, apalagi untuk sajian makan keluarga setelah shalat Id, jadi mau tidak mau tetap beli," ujar ibu muda ini.
Kepala Dinas Pertanian Kota Mataram H Mutawalli mengatakan kangkung di daerahnya memiliki jenis yang spesifik baik dari tekstur maupun rasa yang berbeda dengan kangkung-kangkung dari daerah lain.
Namun areal tanam terus berkurang setiap tahun dan saat ini tersisa hanya 28 hektare dari 40 hektare beberapa tahun lalu.
Berkurangnya areal tanaman, menurut dia, karena tingginya alih fungsi lahan, salah satunya di Pesongoran yang merupakan sentra produksi terbesar di Kota Mataram. (*)
Pantauan di pasar tradisional Dasan Agung Kota Mataram, Sabtu, harga kangkung dari Rp5.000 per empat ikat naik menjadi Rp10.000 per empat ikat. Salah satu jenis sayuran tersebut didatangkan dari Pesongoran, Kelurahan Pagutan.
Inak Imah, salah seorang pedagang di pasar tradisional Dasan Agung, mengatakan permintaan kangkung sejak awal Ramadhan relatif tinggi. Apalagi menjelang Idul Fitri 1438 Hijriah.
"Namun saya tidak bisa menambah jumlah barang yang dijual karena kangkung yang bisa dipetik di lahan tanam hanya segitu-gitu saja. Kecuali kalau punya sawah yang luas," katanya.
Selain untuk membuat panganan olahan dalam bentuk pelecing kangkung, warga juga membeli sayuran hijau tersebut untuk dijadikan oleh-oleh mudik.
Misalnya, Rohana, salah seorang ibu rumah tangga mengaku memborong kangkung untuk dibawa mudik ke Kabupaten Lombok Timur, setelah merayakan shalat Idul Fitri di kampung halaman suami di Kota Mataram.
"Keluarga saya yang pesan karena kangkung di Lombok Timur tidak seenak yang ditanam di Kota Mataram," tutur perempuan yang memiliki dua orang putra ini.
Rohanun, salah seorang warga Kelurahan Dasan Agung, juga menuturkan bahwa pelecing kangkung menjadi menu makanan setiap berbuka puasa bersama dengan seluruh anggota keluarganya.
Namun ia mengaku kaget dengan kenaikan harga kangkung yang relatif tinggi menjelang Lebaran, yakni Rp2.500 per ikat. Sebelumnya pedagang menjual dengan harga Rp1.250 per ikat.
"Kaget juga harganya mahal sekali. Tapi pelecing kangkung sepertinya sudah menjadi menu wajib, apalagi untuk sajian makan keluarga setelah shalat Id, jadi mau tidak mau tetap beli," ujar ibu muda ini.
Kepala Dinas Pertanian Kota Mataram H Mutawalli mengatakan kangkung di daerahnya memiliki jenis yang spesifik baik dari tekstur maupun rasa yang berbeda dengan kangkung-kangkung dari daerah lain.
Namun areal tanam terus berkurang setiap tahun dan saat ini tersisa hanya 28 hektare dari 40 hektare beberapa tahun lalu.
Berkurangnya areal tanaman, menurut dia, karena tingginya alih fungsi lahan, salah satunya di Pesongoran yang merupakan sentra produksi terbesar di Kota Mataram. (*)