Mataram (ANTARA) - Ketua Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, Lalu Rudi Iskandar menganggap adanya dugaan kecurangan pemilu berupa hilangnya suara di Kecamatan Sekotong hanya isu.
"Kalau kami kewenangannya hanya melakukan rekap. Jadi, saya anggap (soal hilangnya suara) itu hanya isu karena kita perlu kejelasan hukum untuk membuktikannya," kata Lalu Rudi Iskandar di sela rapat pleno rekapitulasi penghitungan suara Pemilu 2024 di Lombok Barat, Kamis.
Ia menegaskan bahwa untuk membuktikan adanya suara hilang, acuannya adalah data, bukan sekadar asumsi atau berpendapat.
"Kalau kami mengacu pada data," tegasnya.
Menurut Rudi, kalaupun ada dugaan kecurangan mengenai hilangnya suara saat rekapitulasi di Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Sekotong, ranah pelaporannya ada pada Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).
"Apakah itu pelanggaran etik, administrasi atau pidana, sebab sumber dugaan pelanggaran itu ada dua, yakni laporan dan temuan," jelasnya.
"Bawaslu memiliki kewenangan, merekomendasikan, dan memberikan saran perbaikan. Namun, tentunya sepanjang itu telah melalui mekanisme, prosedur dan tidak keluar dari aturan. Tentu wajib kami laksanakan, tetapi kalau rekomendasi itu keluar dari aturan, kami berhak melakukan klarifikasi. Tujuannya apa, supaya kita saling mengingatkan agar tidak sama- sama salah," tambah Rudi menjelaskan.
Oleh karena itu, lanjut Rudi, dalam rekapitulasi penghitungan suara tingkat kabupaten, bukti KPU itu adalah D hasil, bukan C hasil sehingga yang direkap KPU Lombok Barat adalah D hasil dari kecamatan.
"Yang kita rekap itu D hasil dari kecamatan. Rekap ini pengertiannya adalah mencocok hasil rekapitulasi penghitungan suara di kecamatan yang berupa D hasil yang dipegang oleh PPK 1, saksi parpol, pengawas pemilu, dan Bawaslu. Itu yang kita cocokkan untuk memastikan tidak terjadi perubahan angka yang membuat orang dirugikan," ucapnya.
"Sebab kalau yang dicocokkan C hasil maka rekap di kabupaten ini akan berbeda karena kami bukan PPK. Tetapi, kalau kami bekerja seperti PPK, kami yang melanggar etik," sambung Rudi.
Meski demikian, Rudi berharap rapat pleno rekapitulasi penghitungan suara di Kabupaten Lombok Barat berlangsung lancar dan aman hingga ada ketetapan hasil Pemilu 2024.
"Kita berharap tidak terjadi apa-apa karena yang hadir pada rapat pleno ini PPK, saksi parpol, dan saksi lain calon presiden dan caleg DPD," katanya.
Sebelumnya, DPD Partai Gerindra Provinsi NTB secara resmi menyerahkan bukti dugaan kecurangan pemilu yang terjadi di 79 tempat pemungutan suara (TPS) di Kecamatan Sekotong ke Bawaslu Kabupaten Lombok Barat pada Rabu (28/2).
Berkas bukti dugaan kecurangan diserahkan Ketua Bidang Organisasi, Kaderisasi dan Keanggotaan (OKK) Partai Gerindra provinsi NTB Sudirsah Sujanto dan Tim Pemantau Pemilu DPP Gerindra Alexander Koloai Narwada.
Bukti dugaan kecurangan pemilu tersebut berisi dugaan pelanggaran pada 79 dari 227 TPS di Kecamatan Sekotong.
Sudirsah mengatakan penyerahan bukti dugaan pelanggaran tersebut merupakan tindak lanjut dari gerakan yang dibangun enam partai politik peserta Pemilu 2024, yakni Partai Gerindra, PKB, PAN, PKS, PPP, dan Demokrat saat mendatangi Mapolda NTB pada Senin (26/2) malam.
"Kami ingin menginformasikan sebuah pelanggaran serius yang terjadi selama pelaksanaan pleno tingkat PPK pada tanggal 23 Februari 2024 di Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat. Pada pelaksanaan penghitungan suara tingkat kecamatan di Sekotong, terjadi sejumlah kejadian yang mencurigakan dan berpotensi melanggar integritas pemilihan," katanya.
"Kalau kami kewenangannya hanya melakukan rekap. Jadi, saya anggap (soal hilangnya suara) itu hanya isu karena kita perlu kejelasan hukum untuk membuktikannya," kata Lalu Rudi Iskandar di sela rapat pleno rekapitulasi penghitungan suara Pemilu 2024 di Lombok Barat, Kamis.
Ia menegaskan bahwa untuk membuktikan adanya suara hilang, acuannya adalah data, bukan sekadar asumsi atau berpendapat.
"Kalau kami mengacu pada data," tegasnya.
Menurut Rudi, kalaupun ada dugaan kecurangan mengenai hilangnya suara saat rekapitulasi di Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Sekotong, ranah pelaporannya ada pada Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).
"Apakah itu pelanggaran etik, administrasi atau pidana, sebab sumber dugaan pelanggaran itu ada dua, yakni laporan dan temuan," jelasnya.
"Bawaslu memiliki kewenangan, merekomendasikan, dan memberikan saran perbaikan. Namun, tentunya sepanjang itu telah melalui mekanisme, prosedur dan tidak keluar dari aturan. Tentu wajib kami laksanakan, tetapi kalau rekomendasi itu keluar dari aturan, kami berhak melakukan klarifikasi. Tujuannya apa, supaya kita saling mengingatkan agar tidak sama- sama salah," tambah Rudi menjelaskan.
Oleh karena itu, lanjut Rudi, dalam rekapitulasi penghitungan suara tingkat kabupaten, bukti KPU itu adalah D hasil, bukan C hasil sehingga yang direkap KPU Lombok Barat adalah D hasil dari kecamatan.
"Yang kita rekap itu D hasil dari kecamatan. Rekap ini pengertiannya adalah mencocok hasil rekapitulasi penghitungan suara di kecamatan yang berupa D hasil yang dipegang oleh PPK 1, saksi parpol, pengawas pemilu, dan Bawaslu. Itu yang kita cocokkan untuk memastikan tidak terjadi perubahan angka yang membuat orang dirugikan," ucapnya.
"Sebab kalau yang dicocokkan C hasil maka rekap di kabupaten ini akan berbeda karena kami bukan PPK. Tetapi, kalau kami bekerja seperti PPK, kami yang melanggar etik," sambung Rudi.
Meski demikian, Rudi berharap rapat pleno rekapitulasi penghitungan suara di Kabupaten Lombok Barat berlangsung lancar dan aman hingga ada ketetapan hasil Pemilu 2024.
"Kita berharap tidak terjadi apa-apa karena yang hadir pada rapat pleno ini PPK, saksi parpol, dan saksi lain calon presiden dan caleg DPD," katanya.
Sebelumnya, DPD Partai Gerindra Provinsi NTB secara resmi menyerahkan bukti dugaan kecurangan pemilu yang terjadi di 79 tempat pemungutan suara (TPS) di Kecamatan Sekotong ke Bawaslu Kabupaten Lombok Barat pada Rabu (28/2).
Berkas bukti dugaan kecurangan diserahkan Ketua Bidang Organisasi, Kaderisasi dan Keanggotaan (OKK) Partai Gerindra provinsi NTB Sudirsah Sujanto dan Tim Pemantau Pemilu DPP Gerindra Alexander Koloai Narwada.
Bukti dugaan kecurangan pemilu tersebut berisi dugaan pelanggaran pada 79 dari 227 TPS di Kecamatan Sekotong.
Sudirsah mengatakan penyerahan bukti dugaan pelanggaran tersebut merupakan tindak lanjut dari gerakan yang dibangun enam partai politik peserta Pemilu 2024, yakni Partai Gerindra, PKB, PAN, PKS, PPP, dan Demokrat saat mendatangi Mapolda NTB pada Senin (26/2) malam.
"Kami ingin menginformasikan sebuah pelanggaran serius yang terjadi selama pelaksanaan pleno tingkat PPK pada tanggal 23 Februari 2024 di Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat. Pada pelaksanaan penghitungan suara tingkat kecamatan di Sekotong, terjadi sejumlah kejadian yang mencurigakan dan berpotensi melanggar integritas pemilihan," katanya.