Jakarta (ANTARA) - Wakil Direktur Utama PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) Bob T. Ananta menyampaikan bahwa perseroan memposisikan kehadiran bank syariah jumbo hasil merger yang direncanakan pemerintah sebagai partner atau mitra bagi BSI di dalam ekosistem industri perbankan syariah nasional.
"Justru BSI itu merasa punya 'sparring partner' kalau kemudian ada bank syariah lain yang juga sizeable," kata Bob saat dijumpai usai acara buka puasa bersama media di Jakarta, Senin.
Diketahui, BTN Syariah dan Bank Muamalat direncanakan bersinergi melalui aksi penggabungan atau merger. Pemerintah berharap perusahaan hasil merger dapat menjadi bank syariah besar di Indonesia, bahkan diharapkan bisa masuk 16 besar bank syariah dunia.
Bob mengatakan BSI menyambut baik rencana merger bank syariah tersebut sehingga sesama perbankan syariah bisa berkontribusi untuk melayani, membangun dan mengembangkan keuangan syariah di Indonesia.
"Kami menyikapinya jadi 'sparring partner', kami merasa positif," ujar dia.
Bob mencatat mayoritas bank syariah saat ini rata-rata masuk ke dalam kategori Kelompok Bank berdasarkan Modal Inti (KBMI) 2 dan 1. Sementara BSI masuk dalam kategori KBMI 3, yaitu dengan modal inti lebih dari Rp14 triliun. Dengan demikian, kehadiran bank syariah jumbo lainnya dapat menjadi partner bagi BSI di dalam ceruk pasar.
Pada Februari lalu, Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu mengungkapkan bahwa perseroan tengah berfokus pada proses uji kelayakan (due diligence) bersama salah satu bank syariah di Indonesia jelang pemisahan atau spin off unit usaha syariahnya (UUS).
Baca juga: Kejati NTB gandeng BPKP audit dugaan korupsi dana KUR BSI
Baca juga: Kejari Bima sita uang korupsi dana KUR BSI senilai Rp104 juta
Sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 12 Tahun 2023 tentang Unit Usaha Syariah, BTN akan melakukan pemisahan UUS mengingat jumlah aset yang dimiliki BTN Syariah saat ini telah mencapai lebih dari Rp50 triliun.
Perusahaan hasil merger paling lambat harus berdiri pada Oktober 2025, sebagaimana dengan ketentuan OJK. Mengingat penyiapan perusahaan baru membutuhkan waktu yang tidak sebentar, BTN pun memilih jalan akuisisi.
"Justru BSI itu merasa punya 'sparring partner' kalau kemudian ada bank syariah lain yang juga sizeable," kata Bob saat dijumpai usai acara buka puasa bersama media di Jakarta, Senin.
Diketahui, BTN Syariah dan Bank Muamalat direncanakan bersinergi melalui aksi penggabungan atau merger. Pemerintah berharap perusahaan hasil merger dapat menjadi bank syariah besar di Indonesia, bahkan diharapkan bisa masuk 16 besar bank syariah dunia.
Bob mengatakan BSI menyambut baik rencana merger bank syariah tersebut sehingga sesama perbankan syariah bisa berkontribusi untuk melayani, membangun dan mengembangkan keuangan syariah di Indonesia.
"Kami menyikapinya jadi 'sparring partner', kami merasa positif," ujar dia.
Bob mencatat mayoritas bank syariah saat ini rata-rata masuk ke dalam kategori Kelompok Bank berdasarkan Modal Inti (KBMI) 2 dan 1. Sementara BSI masuk dalam kategori KBMI 3, yaitu dengan modal inti lebih dari Rp14 triliun. Dengan demikian, kehadiran bank syariah jumbo lainnya dapat menjadi partner bagi BSI di dalam ceruk pasar.
Pada Februari lalu, Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu mengungkapkan bahwa perseroan tengah berfokus pada proses uji kelayakan (due diligence) bersama salah satu bank syariah di Indonesia jelang pemisahan atau spin off unit usaha syariahnya (UUS).
Baca juga: Kejati NTB gandeng BPKP audit dugaan korupsi dana KUR BSI
Baca juga: Kejari Bima sita uang korupsi dana KUR BSI senilai Rp104 juta
Sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 12 Tahun 2023 tentang Unit Usaha Syariah, BTN akan melakukan pemisahan UUS mengingat jumlah aset yang dimiliki BTN Syariah saat ini telah mencapai lebih dari Rp50 triliun.
Perusahaan hasil merger paling lambat harus berdiri pada Oktober 2025, sebagaimana dengan ketentuan OJK. Mengingat penyiapan perusahaan baru membutuhkan waktu yang tidak sebentar, BTN pun memilih jalan akuisisi.