Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan membidik digitalisasi sistem pengelolaan timah selesai pada Juni 2024 untuk mencegah praktik korupsi.
“Kami harap dalam 2 bulan ke depan (sistem pengelolaan timah) ini harus selesai,” ujar Luhut sebagaimana dipantau melalui akun instagram resminya luhut.pandjaitan di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, setelah digitalisasi pengelolaan timah selesai, akan terdapat transparansi untuk melacak asal dari timah tersebut, apakah pengelola sudah membayar pajak atau belum, bahkan bisa melacak apakah pengelola sudah membayar royalti atau belum.
“Dan itu berdampak pada penerimaan negara, karena seperti batu bara, itu konsentrasi itu hampir 40 persen penerimaan negara meningkat,” ujar Luhut.
Tidak hanya timah, Luhut juga berharap dapat segera mendigitalisasi pengelolaan nikel, sawit, dan hasil sumber daya alam lainnya.
“Kasus timah ini memang pembelajaran buat kita semua. Jujur, kita mungkin agak terlambat mendigitalisasi,” kata dia.
Oleh karena itu, ia mendorong percepatan digitalisasi timah. Sebetulnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah meluncurkan platform SIMBARA untuk meningkatkan tata kelola di sektor mineral dan batubara.
Luhut mengungkapkan bahwa rencananya nikel dan timah juga akan diintegrasikan dalam SIMBARA pada 2024.
“Saya sangat menyayangkan kasus korupsi timah yang terjadi kali ini, mengingat kami sedang menyempurnakan SIMBARA sehingga mampu mengintegrasikan seluruh data pertambangan di Indonesia,” kata Luhut.
Pernyataan tersebut terkait dengan perkara dugaan korupsi tata niaga timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015 hingga 2022 yang sedang ditangani oleh Kejaksaan Agung yang berpotensi merugikan negara sebesar Rp271 triliun.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung telah menetapkan 16 orang sebagai tersangka, yakni SW alias AW dan MBG, keduanya selaku pengusaha tambang di Kota Pangkal Pinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Tersangka HT alias ASN selaku Direktur Utama CV VIP (perusahaan milik Tersangka TN alias AN); MRPT alias RZ selaku Direktur Utama PT Timah Tbk 2016-2021; EE alias EML selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk 2017-2018.
Baca juga: Dirut PT Timah bantah terlibat kasus korupsi timah
Baca juga: Kejagung menetapkan satu tersangka perintangan penyidikan kasus Timah
Selanjutnya, BY selaku Mantan Komisaris CV VIP; RI selaku Direktur Utama PT SBS; TN selaku beneficial ownership CV VIP dan PT MCN; AA selaku Manajer Operasional tambang CV VIP; RL selaku General Manager PT TIN; SP selaku Direktur Utama PT RBT; RA selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT; ALW selaku Direktur Operasional tahun 2017, 2018, 2021 dan Direktur Pengembangan Usaha tahun 2019 sampai dengan 2020 PT Timah Tbk.
Kemudian, dua tersangka yang menarik perhatian publik, yakni crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK) Helena Lim selaku Manajer PT QSE dan Harvey Moeis, selaku perpanjangan tangan PT RBT. Dalam perkara ini, penyidik juga menetapkan satu tersangka terkait perintangan penyidikan berinisial TT.
“Kami harap dalam 2 bulan ke depan (sistem pengelolaan timah) ini harus selesai,” ujar Luhut sebagaimana dipantau melalui akun instagram resminya luhut.pandjaitan di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, setelah digitalisasi pengelolaan timah selesai, akan terdapat transparansi untuk melacak asal dari timah tersebut, apakah pengelola sudah membayar pajak atau belum, bahkan bisa melacak apakah pengelola sudah membayar royalti atau belum.
“Dan itu berdampak pada penerimaan negara, karena seperti batu bara, itu konsentrasi itu hampir 40 persen penerimaan negara meningkat,” ujar Luhut.
Tidak hanya timah, Luhut juga berharap dapat segera mendigitalisasi pengelolaan nikel, sawit, dan hasil sumber daya alam lainnya.
“Kasus timah ini memang pembelajaran buat kita semua. Jujur, kita mungkin agak terlambat mendigitalisasi,” kata dia.
Oleh karena itu, ia mendorong percepatan digitalisasi timah. Sebetulnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah meluncurkan platform SIMBARA untuk meningkatkan tata kelola di sektor mineral dan batubara.
Luhut mengungkapkan bahwa rencananya nikel dan timah juga akan diintegrasikan dalam SIMBARA pada 2024.
“Saya sangat menyayangkan kasus korupsi timah yang terjadi kali ini, mengingat kami sedang menyempurnakan SIMBARA sehingga mampu mengintegrasikan seluruh data pertambangan di Indonesia,” kata Luhut.
Pernyataan tersebut terkait dengan perkara dugaan korupsi tata niaga timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015 hingga 2022 yang sedang ditangani oleh Kejaksaan Agung yang berpotensi merugikan negara sebesar Rp271 triliun.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung telah menetapkan 16 orang sebagai tersangka, yakni SW alias AW dan MBG, keduanya selaku pengusaha tambang di Kota Pangkal Pinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Tersangka HT alias ASN selaku Direktur Utama CV VIP (perusahaan milik Tersangka TN alias AN); MRPT alias RZ selaku Direktur Utama PT Timah Tbk 2016-2021; EE alias EML selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk 2017-2018.
Baca juga: Dirut PT Timah bantah terlibat kasus korupsi timah
Baca juga: Kejagung menetapkan satu tersangka perintangan penyidikan kasus Timah
Selanjutnya, BY selaku Mantan Komisaris CV VIP; RI selaku Direktur Utama PT SBS; TN selaku beneficial ownership CV VIP dan PT MCN; AA selaku Manajer Operasional tambang CV VIP; RL selaku General Manager PT TIN; SP selaku Direktur Utama PT RBT; RA selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT; ALW selaku Direktur Operasional tahun 2017, 2018, 2021 dan Direktur Pengembangan Usaha tahun 2019 sampai dengan 2020 PT Timah Tbk.
Kemudian, dua tersangka yang menarik perhatian publik, yakni crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK) Helena Lim selaku Manajer PT QSE dan Harvey Moeis, selaku perpanjangan tangan PT RBT. Dalam perkara ini, penyidik juga menetapkan satu tersangka terkait perintangan penyidikan berinisial TT.