Mataram (ANTARA) - Penyidik Kejaksaan Negeri Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, mengantongi hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara (PKKN) untuk perkara korupsi proyek pembangunan jalan menuju Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Tunak.
"Iya, hasil audit kerugian perkara Gunung Tunak sudah kami terima," kata Kepala Seksi Intelijen Kejari Lombok Tengah Made Jury yang dihubungi melalui telepon dari Mataram, Selasa.
Dia mengatakan bahwa penyidik menerima hasil audit PKKN dari Inspektorat NTB dengan nilai Rp333 juta.
"Berdasarkan hasil audit Inspektorat NTB, nilai kerugian muncul dari kekurangan pekerjaan," ujarnya.
Dengan menerima hasil audit PKKN, Jury memastikan penyidik kini sedang melakukan pemeriksaan mendalam untuk menelusuri pihak yang bertanggung jawab dari kekurangan pekerjaan tersebut.
Dalam kasus ini, Kejari Lombok Tengah tercatat pernah menghadapi gugatan praperadilan dari tiga pemohon yang sebelumnya menjadi tersangka.
Hakim tunggal praperadilan pada Pengadilan Negeri Praya dalam putusan tertanggal 6 Juli 2023 menyatakan rangkaian tindakan penyidikan yang dilakukan termohon (Kejari Lombok Tengah) terhadap pemohon adalah tidak sah.
Hal itu dilihat hakim dari penerbitan surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP). SPDP diterima tanggal 8 Juni 2023 sedangkan dalam surat perintah penyidikan (sprindik) terbit pada 24 Mei 2023 yang bersamaan dengan dilakukannya penahanan terhadap ketiga pemohon.
Terhadap putusan perkara praperadilan PN Praya Nomor: 2/Pid.Pra/2023/PN Pya tanggal 6 juli 2023 dengan pemohon Suherman dan Nursiah Alias Hok, serta putusan perkara praperadilan PN Praya Nomor: 3/Pid.Pra/2023/PN Pya tanggal 6 Juli 2023 dengan pemohon Fikhan Sahidu, jaksa secara profesional melakukan eksekusi atas perintah putusan hakim tunggal, yakni mengeluarkan para pemohon yang berstatus tersangka dari dalam tahanan.
Meskipun kalah dalam gugatan praperadilan, kejaksaan tetap melanjutkan proses penyidikan dengan menggunakan surat perintah penyidikan yang baru.
Kejari Lombok Tengah menjalankan hal tersebut dengan merujuk Pasal 2 ayat (3) Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2016 yang mengatur putusan praperadilan tidak menggugurkan pokok perkara.
Proyek jalan menuju TWA Gunung Tunak dibangun pada tahun 2017. Pembangunan dilakukan melalui anggaran Dinas PUPR NTB senilai Rp3 miliar.
Namun, jalan tersebut ambrol setelah ada serah terima sementara pekerjaan dari rekanan pelaksana dari PT Indomine Utama kepada pihak pemerintah.
Kondisi jalan yang rusak diperkirakan sepanjang 1 kilometer. Atas temuan tersebut, jaksa melakukan penyelidikan dengan menemukan adanya indikasi kekurangan spesifikasi dan volume pekerjaan sesuai hasil pemeriksaan ahli konstruksi dari Nusa Tenggara Timur (NTT).
Baca juga: Penyidik Kejaksaan Agung geledah rumah tersangka Hervey Moeis di Jakarta
Baca juga: Bali siapkan kajian terkait revisi Perda Pungutan Wisatawan
Jaksa dalam penyidikan sebelumnya turut menggandeng ahli audit dari akuntan publik dengan merujuk hasil pemeriksaan ahli konstruksi.
"Iya, hasil audit kerugian perkara Gunung Tunak sudah kami terima," kata Kepala Seksi Intelijen Kejari Lombok Tengah Made Jury yang dihubungi melalui telepon dari Mataram, Selasa.
Dia mengatakan bahwa penyidik menerima hasil audit PKKN dari Inspektorat NTB dengan nilai Rp333 juta.
"Berdasarkan hasil audit Inspektorat NTB, nilai kerugian muncul dari kekurangan pekerjaan," ujarnya.
Dengan menerima hasil audit PKKN, Jury memastikan penyidik kini sedang melakukan pemeriksaan mendalam untuk menelusuri pihak yang bertanggung jawab dari kekurangan pekerjaan tersebut.
Dalam kasus ini, Kejari Lombok Tengah tercatat pernah menghadapi gugatan praperadilan dari tiga pemohon yang sebelumnya menjadi tersangka.
Hakim tunggal praperadilan pada Pengadilan Negeri Praya dalam putusan tertanggal 6 Juli 2023 menyatakan rangkaian tindakan penyidikan yang dilakukan termohon (Kejari Lombok Tengah) terhadap pemohon adalah tidak sah.
Hal itu dilihat hakim dari penerbitan surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP). SPDP diterima tanggal 8 Juni 2023 sedangkan dalam surat perintah penyidikan (sprindik) terbit pada 24 Mei 2023 yang bersamaan dengan dilakukannya penahanan terhadap ketiga pemohon.
Terhadap putusan perkara praperadilan PN Praya Nomor: 2/Pid.Pra/2023/PN Pya tanggal 6 juli 2023 dengan pemohon Suherman dan Nursiah Alias Hok, serta putusan perkara praperadilan PN Praya Nomor: 3/Pid.Pra/2023/PN Pya tanggal 6 Juli 2023 dengan pemohon Fikhan Sahidu, jaksa secara profesional melakukan eksekusi atas perintah putusan hakim tunggal, yakni mengeluarkan para pemohon yang berstatus tersangka dari dalam tahanan.
Meskipun kalah dalam gugatan praperadilan, kejaksaan tetap melanjutkan proses penyidikan dengan menggunakan surat perintah penyidikan yang baru.
Kejari Lombok Tengah menjalankan hal tersebut dengan merujuk Pasal 2 ayat (3) Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2016 yang mengatur putusan praperadilan tidak menggugurkan pokok perkara.
Proyek jalan menuju TWA Gunung Tunak dibangun pada tahun 2017. Pembangunan dilakukan melalui anggaran Dinas PUPR NTB senilai Rp3 miliar.
Namun, jalan tersebut ambrol setelah ada serah terima sementara pekerjaan dari rekanan pelaksana dari PT Indomine Utama kepada pihak pemerintah.
Kondisi jalan yang rusak diperkirakan sepanjang 1 kilometer. Atas temuan tersebut, jaksa melakukan penyelidikan dengan menemukan adanya indikasi kekurangan spesifikasi dan volume pekerjaan sesuai hasil pemeriksaan ahli konstruksi dari Nusa Tenggara Timur (NTT).
Baca juga: Penyidik Kejaksaan Agung geledah rumah tersangka Hervey Moeis di Jakarta
Baca juga: Bali siapkan kajian terkait revisi Perda Pungutan Wisatawan
Jaksa dalam penyidikan sebelumnya turut menggandeng ahli audit dari akuntan publik dengan merujuk hasil pemeriksaan ahli konstruksi.