Jakarta (ANTARA) - Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly memimpin delegasi RI dalam Diplomatic Conference to conclude an International Legal Instrument Relating to Intellectual Property, Genetic Resources and Traditional Knowledge Associated with Genetic Resources (GRATK).
Konferensi diplomatik GRATK itu diselenggarakan di Kantor World Intellectual Property Organization (WIPO), Jenewa, Swiss, pada 13–24 Mei 2024. Lebih dari 1.600 orang delegasi yang berasal dari 193 negara anggota WIPO hadir dalam konferensi itu.
Yasonna, sebagaimana keterangan resmi diterima di Jakarta, Senin, menyampaikan dua sambutan pada forum tersebut, yakni dalam kapasitas Indonesia sebagai Koordinator Like-Minded Group of Countries (LMCs), dan kapasitas Indonesia sebagai negara anggota WIPO.
“LMC telah lama menantikan penyelenggaraan konferensi diplomatik GRATK. Setelah lebih dari dua dekade pembahasan, kerja keras, dan kompromi, akhirnya konferensi diplomatik GRATK dapat terselenggara. LMCs siap untuk terlibat secara konstruktif untuk dapat menyetujui atau menghasilkan sebuah traktat atau perjanjian,” ujar Yasonna.
Sebagai pihak yang menginginkan adanya traktat internasional di bidang sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional, LMCs memandang konferensi ini sebagai peluang untuk mengatasi ketidakseimbangan sistem kekayaan intelektual dan sistem paten.
LMCs, ucap dia, menunggu waktu untuk bisa disepakatinya sebuah traktat internasional yang akan mengatur standar minimum, yang bertujuan untuk meningkatkan transparansi sistem paten dan mencegah penyalahgunaan sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional terkait.
Yasonna juga mengatakan LMCs mengakui pentingnya penghormatan atas hak-hak masyarakat adat dan komunitas lokal.
LMCs menegaskan bahwa hal tersebut hanya bisa dilakukan melalui pembentukan persyaratan yang bersifat wajib, terkait pengungkapan asal sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional yang disertai dengan sanksi dan ganti rugi yang sesuai.
Dalam kesempatan itu, Yasonna turut menyampaikan pernyataan nasional (national statement) bahwa Indonesia telah sejak lama mengakui pentingnya pelindungan sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional terkait.
“Bagi Indonesia, adanya sebuah instrumen hukum internasional untuk melindungi sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional sangatlah penting karena beberapa pertimbangan,” ucapnya.
Pertimbangan tersebut, antara lain, sebuah traktat atau perjanjian internasional di bidang sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional akan menjadi tapak jejak yang penting untuk melindungi hak-hak masyarakat asli, komunitas lokal, dan negara.
Sebuah traktat, imbuh dia, tidak hanya akan meningkatkan transparansi dan menghindari kesalahan dalam proses pemberian paten, tetapi juga akan mengatur standar minimum dalam penggunaan sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional terkait.
Baca juga: Kemenkumham NTB verifikasi faktual calon LBH Bima untuk warga miskin
Baca juga: Ketidaksepahaman terkait pelaksanaan ibadah perlu dialog
Di samping itu, WIPO dan sistem kekayaan intelektual dinilai dapat memberi peran besar dan penting dalam mewujudkan upaya-upaya tersebut, termasuk bidang-bidang yang terkait dengan kekayaan intelektual yang belum ditangani oleh organisasi internasional lainnya.
Yasonna turut menegaskan bahwa persyaratan yang bersifat wajib untuk mengungkapkan asal sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional terkait harus menjadi capaian penting dalam traktat yang akan dihasilkan, demi memastikan transparansi dan akuntabilitas.
Konferensi diplomatik GRATK itu diselenggarakan di Kantor World Intellectual Property Organization (WIPO), Jenewa, Swiss, pada 13–24 Mei 2024. Lebih dari 1.600 orang delegasi yang berasal dari 193 negara anggota WIPO hadir dalam konferensi itu.
Yasonna, sebagaimana keterangan resmi diterima di Jakarta, Senin, menyampaikan dua sambutan pada forum tersebut, yakni dalam kapasitas Indonesia sebagai Koordinator Like-Minded Group of Countries (LMCs), dan kapasitas Indonesia sebagai negara anggota WIPO.
“LMC telah lama menantikan penyelenggaraan konferensi diplomatik GRATK. Setelah lebih dari dua dekade pembahasan, kerja keras, dan kompromi, akhirnya konferensi diplomatik GRATK dapat terselenggara. LMCs siap untuk terlibat secara konstruktif untuk dapat menyetujui atau menghasilkan sebuah traktat atau perjanjian,” ujar Yasonna.
Sebagai pihak yang menginginkan adanya traktat internasional di bidang sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional, LMCs memandang konferensi ini sebagai peluang untuk mengatasi ketidakseimbangan sistem kekayaan intelektual dan sistem paten.
LMCs, ucap dia, menunggu waktu untuk bisa disepakatinya sebuah traktat internasional yang akan mengatur standar minimum, yang bertujuan untuk meningkatkan transparansi sistem paten dan mencegah penyalahgunaan sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional terkait.
Yasonna juga mengatakan LMCs mengakui pentingnya penghormatan atas hak-hak masyarakat adat dan komunitas lokal.
LMCs menegaskan bahwa hal tersebut hanya bisa dilakukan melalui pembentukan persyaratan yang bersifat wajib, terkait pengungkapan asal sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional yang disertai dengan sanksi dan ganti rugi yang sesuai.
Dalam kesempatan itu, Yasonna turut menyampaikan pernyataan nasional (national statement) bahwa Indonesia telah sejak lama mengakui pentingnya pelindungan sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional terkait.
“Bagi Indonesia, adanya sebuah instrumen hukum internasional untuk melindungi sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional sangatlah penting karena beberapa pertimbangan,” ucapnya.
Pertimbangan tersebut, antara lain, sebuah traktat atau perjanjian internasional di bidang sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional akan menjadi tapak jejak yang penting untuk melindungi hak-hak masyarakat asli, komunitas lokal, dan negara.
Sebuah traktat, imbuh dia, tidak hanya akan meningkatkan transparansi dan menghindari kesalahan dalam proses pemberian paten, tetapi juga akan mengatur standar minimum dalam penggunaan sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional terkait.
Baca juga: Kemenkumham NTB verifikasi faktual calon LBH Bima untuk warga miskin
Baca juga: Ketidaksepahaman terkait pelaksanaan ibadah perlu dialog
Di samping itu, WIPO dan sistem kekayaan intelektual dinilai dapat memberi peran besar dan penting dalam mewujudkan upaya-upaya tersebut, termasuk bidang-bidang yang terkait dengan kekayaan intelektual yang belum ditangani oleh organisasi internasional lainnya.
Yasonna turut menegaskan bahwa persyaratan yang bersifat wajib untuk mengungkapkan asal sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional terkait harus menjadi capaian penting dalam traktat yang akan dihasilkan, demi memastikan transparansi dan akuntabilitas.