Mataram (ANTARA) - Pegiat sosial dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyoroti sikap Polda NTB yang tidak mengungkap adanya kerugian negara dalam penanganan kasus pengeboran air tanah tanpa izin di Gili Trawangan, Kabupaten Lombok Utara.
"Karena tidak memiliki izin pengeboran air tanah, tentu tidak ada mitigasi. Seharusnya aktivitas tanpa izin itu menjadi item yang diperhatikan kepolisian, dan itu berpotensi sebagai kerugian negara," kata Direktur Walhi Cabang NTB Amry Nuryadin di Mataram, Jumat.
Amry menjelaskan bahwa penerbitan izin di bidang pemanfaatan sumber daya alam tidak lepas dari hasil mitigasi atau analisis dampak lingkungan.
"Jadi, sebelum izin diterbitkan, yang harus diperhatikan itu adalah mitigasi terhadap dampak yang ditimbulkan," ujarnya.
Begitu juga dalam kasus pengeboran air tanah tanpa izin di Gili Trawangan, Amry memastikan sudah pasti ada kerugian yang muncul akibat tidak ada mitigasi.
"Jadi, jangan hanya fokus pada persoalan izin dan administrasi saja, harus betul-betul menggali potensi kerugian negaranya, apalagi ini sudah ada aktivitas pengeboran air," ucap dia.
Dengan menyampaikan hal demikian, Amry mendorong penegak hukum yang menangani kasus ini untuk menggali potensi kerugian negara dari segi dampak lingkungan dan sosial, salah satunya dengan meminta pendapat ahli.
"Kita punya banyak ahli, banyak pengetahuan yang bisa menghitung kerugian negara, kepolisian bisa melakukan itu," kata Amry.
Aktivitas pengeboran air tanah di Gili Trawangan dilakukan oleh PT Berkat Air Laut (BAL) yang bekerja sama dengan PT Gerbang NTB Emas (GNE), badan usaha milik daerah (BUMD) punya Pemprov NTB.
Kedua perusahaan tercatat melakukan kerja sama pada tahun 2022 dalam kesepakatan penyediaan air bersih untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di kawasan wisata tersebut.
Namun, dari hasil penyelidikan Polda NTB mulai 2023, ditemukan perbuatan melawan hukum bahwa aktivitas penyediaan air bersih melalui pengeboran air tanah itu tidak mengantongi izin dari pemerintah daerah.
Hal tersebut dilihat dari keputusan pemerintah daerah pada medio Desember 2022 yang secara resmi menghentikan aktivitas PT BAL dengan PT GNE dalam penyediaan air bersih di Gili Trawangan.
Polda NTB dalam penanganan kasus pemanfaatan sumber daya alam ini telah menetapkan dua tersangka, yakni Direktur PT BAL inisial WJM asal Swiss dan Direktur PT GNE berinisial SH.
Keduanya ditetapkan sebagai tersangka dengan merujuk pada pelanggaran pidana Pasal 70 huruf d juncto Pasal 49 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dan/atau Pasal 68 huruf a dan b serta Pasal 69 huruf a dan b UU No. 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air jo. Pasal 56 ke-2 KUHP.
Dari pemberkasan, pihak kepolisian tidak menyertakan kerugian negara akibat adanya pengeboran air tanah di Gili Trawangan tanpa izin tersebut.
Meskipun demikian, penanganan dari kasus ini sudah dinyatakan lengkap oleh jaksa peneliti dan tinggal menunggu pelimpahan tersangka dan barang bukti ke jaksa penuntut umum.
"Karena tidak memiliki izin pengeboran air tanah, tentu tidak ada mitigasi. Seharusnya aktivitas tanpa izin itu menjadi item yang diperhatikan kepolisian, dan itu berpotensi sebagai kerugian negara," kata Direktur Walhi Cabang NTB Amry Nuryadin di Mataram, Jumat.
Amry menjelaskan bahwa penerbitan izin di bidang pemanfaatan sumber daya alam tidak lepas dari hasil mitigasi atau analisis dampak lingkungan.
"Jadi, sebelum izin diterbitkan, yang harus diperhatikan itu adalah mitigasi terhadap dampak yang ditimbulkan," ujarnya.
Begitu juga dalam kasus pengeboran air tanah tanpa izin di Gili Trawangan, Amry memastikan sudah pasti ada kerugian yang muncul akibat tidak ada mitigasi.
"Jadi, jangan hanya fokus pada persoalan izin dan administrasi saja, harus betul-betul menggali potensi kerugian negaranya, apalagi ini sudah ada aktivitas pengeboran air," ucap dia.
Dengan menyampaikan hal demikian, Amry mendorong penegak hukum yang menangani kasus ini untuk menggali potensi kerugian negara dari segi dampak lingkungan dan sosial, salah satunya dengan meminta pendapat ahli.
"Kita punya banyak ahli, banyak pengetahuan yang bisa menghitung kerugian negara, kepolisian bisa melakukan itu," kata Amry.
Aktivitas pengeboran air tanah di Gili Trawangan dilakukan oleh PT Berkat Air Laut (BAL) yang bekerja sama dengan PT Gerbang NTB Emas (GNE), badan usaha milik daerah (BUMD) punya Pemprov NTB.
Kedua perusahaan tercatat melakukan kerja sama pada tahun 2022 dalam kesepakatan penyediaan air bersih untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di kawasan wisata tersebut.
Namun, dari hasil penyelidikan Polda NTB mulai 2023, ditemukan perbuatan melawan hukum bahwa aktivitas penyediaan air bersih melalui pengeboran air tanah itu tidak mengantongi izin dari pemerintah daerah.
Hal tersebut dilihat dari keputusan pemerintah daerah pada medio Desember 2022 yang secara resmi menghentikan aktivitas PT BAL dengan PT GNE dalam penyediaan air bersih di Gili Trawangan.
Polda NTB dalam penanganan kasus pemanfaatan sumber daya alam ini telah menetapkan dua tersangka, yakni Direktur PT BAL inisial WJM asal Swiss dan Direktur PT GNE berinisial SH.
Keduanya ditetapkan sebagai tersangka dengan merujuk pada pelanggaran pidana Pasal 70 huruf d juncto Pasal 49 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dan/atau Pasal 68 huruf a dan b serta Pasal 69 huruf a dan b UU No. 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air jo. Pasal 56 ke-2 KUHP.
Dari pemberkasan, pihak kepolisian tidak menyertakan kerugian negara akibat adanya pengeboran air tanah di Gili Trawangan tanpa izin tersebut.
Meskipun demikian, penanganan dari kasus ini sudah dinyatakan lengkap oleh jaksa peneliti dan tinggal menunggu pelimpahan tersangka dan barang bukti ke jaksa penuntut umum.