Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Kementerian Agama (Kemenag) RI Kamaruddin Amin menyampaikan kepada seluruh masyarakat untuk membiasakan sikap moderasi beragama guna menciptakan Indonesia yang damai dan tanpa keributan.
Moderasi beragama adalah cara pandang, sikap, dan perilaku beragama yang anti-kekerasan, menghargai perbedaan, menghargai budaya lokal, dan memiliki komitmen kebangsaan Indonesia.
"Kita sebagai umat beragama harus menyadari bahwa kita adalah warga bangsa. Kita ini adalah Warga Negara Republik Indonesia yang beragama Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Buddha, Konghucu, dan seterusnya," kata Kamaruddin dalam siniar Mitra Umat Islam yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu.
Kamaruddin menyebut seluruh umat beragama di Indonesia harus berjalan secara bersama-sama dan menjadi warga negara yang baik.
"Kita nggak boleh menjadi umat beragama, tapi tidak menjadi warga negara yang baik. Atau, menjadi warga negara, tapi tidak menjadi umat yang baik. Dua-duanya harus berjalan. Nah, ini salah satu substansi dari moderasi beragama," ungkapnya.
Selain visi kebangsaan, Kamarudin menegaskan untuk meniadakan kekerasan, terlebih pada kasus kekerasan yang dilakukan atas nama agama tertentu.
Selanjutnya, kata dia, adalah toleransi, yang diwujudkan dengan menghargai perbedaan, pendapat, bahkan keyakinan orang lain.
"Misalnya, anda memilih agama Kristen, saya orang Islam harus menghargai pilihan itu. Jadi, menghargai pilihan, tidak berarti kita membenarkan atau meyakini hal yang sama. Kita meyakini agama kita masing-masing, tapi menghargai pilihan dan keyakinan orang lain yang juga meyakini agamanya. Jadi, saling menghormati dan saling menghargai saja," tuturnya.
"Kita bersama-sama menjadi warga negara yang baik dan umat agama yang baik, tanpa kita harus saling mempersekusi, saling men-downgrade, atau saling menafikan eksistensinya. Sehingga, kehidupan kita sebagai warga bangsa di hadapan negara itu sama, equal," ujarnya.
Kamaruddin menilai sikap moderasi beragama di Indonesia kian membaik, yang dibuktikan dengan tidak adanya sentimen atas agama tertentu dalam gelaran Pilpres yang berlangsung beberapa waktu yang lalu.
"Paham keagamaan kita juga semakin berkualitas. Semakin berkualitas dari sisi yang bisa kita tunjukkan. Tapi, secara mudah saya kira diukur adalah suasana kita berbangsa, bernegara selama ini, alhamdulillah beberapa tahun terakhir saya kira lebih tenang, lebih peaceful, lebih damai, lebih toleran, lebih saling menghargai," ucapnya.
Baca juga: Sebanyak 679 calon haji asal Mataram sudah di tanah suci
Baca juga: Kemenag dan Baznas salurkan bantuan korban bencana di Sumbar
Melalui kebiasaan masyarakat dalam menerapkan sikap moderasi beragama, Kamaruddin berharap tidak akan ada lagi perselisihan yang terjadi dengan mengatasnamakan agama tertentu di kemudian hari, sehingga Indonesia dapat menjadi negara yang damai, adil, dan makmur.
Moderasi beragama adalah cara pandang, sikap, dan perilaku beragama yang anti-kekerasan, menghargai perbedaan, menghargai budaya lokal, dan memiliki komitmen kebangsaan Indonesia.
"Kita sebagai umat beragama harus menyadari bahwa kita adalah warga bangsa. Kita ini adalah Warga Negara Republik Indonesia yang beragama Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Buddha, Konghucu, dan seterusnya," kata Kamaruddin dalam siniar Mitra Umat Islam yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu.
Kamaruddin menyebut seluruh umat beragama di Indonesia harus berjalan secara bersama-sama dan menjadi warga negara yang baik.
"Kita nggak boleh menjadi umat beragama, tapi tidak menjadi warga negara yang baik. Atau, menjadi warga negara, tapi tidak menjadi umat yang baik. Dua-duanya harus berjalan. Nah, ini salah satu substansi dari moderasi beragama," ungkapnya.
Selain visi kebangsaan, Kamarudin menegaskan untuk meniadakan kekerasan, terlebih pada kasus kekerasan yang dilakukan atas nama agama tertentu.
Selanjutnya, kata dia, adalah toleransi, yang diwujudkan dengan menghargai perbedaan, pendapat, bahkan keyakinan orang lain.
"Misalnya, anda memilih agama Kristen, saya orang Islam harus menghargai pilihan itu. Jadi, menghargai pilihan, tidak berarti kita membenarkan atau meyakini hal yang sama. Kita meyakini agama kita masing-masing, tapi menghargai pilihan dan keyakinan orang lain yang juga meyakini agamanya. Jadi, saling menghormati dan saling menghargai saja," tuturnya.
"Kita bersama-sama menjadi warga negara yang baik dan umat agama yang baik, tanpa kita harus saling mempersekusi, saling men-downgrade, atau saling menafikan eksistensinya. Sehingga, kehidupan kita sebagai warga bangsa di hadapan negara itu sama, equal," ujarnya.
Kamaruddin menilai sikap moderasi beragama di Indonesia kian membaik, yang dibuktikan dengan tidak adanya sentimen atas agama tertentu dalam gelaran Pilpres yang berlangsung beberapa waktu yang lalu.
"Paham keagamaan kita juga semakin berkualitas. Semakin berkualitas dari sisi yang bisa kita tunjukkan. Tapi, secara mudah saya kira diukur adalah suasana kita berbangsa, bernegara selama ini, alhamdulillah beberapa tahun terakhir saya kira lebih tenang, lebih peaceful, lebih damai, lebih toleran, lebih saling menghargai," ucapnya.
Baca juga: Sebanyak 679 calon haji asal Mataram sudah di tanah suci
Baca juga: Kemenag dan Baznas salurkan bantuan korban bencana di Sumbar
Melalui kebiasaan masyarakat dalam menerapkan sikap moderasi beragama, Kamaruddin berharap tidak akan ada lagi perselisihan yang terjadi dengan mengatasnamakan agama tertentu di kemudian hari, sehingga Indonesia dapat menjadi negara yang damai, adil, dan makmur.