Seoul (ANTARA) - Seorang pejabat kepresidenan Korea Selatan mengatakan kegagalan Korea Utara dalam meluncurkan satelit mata-mata militer kemungkinan besar disebabkan faktor kesulitan dalam memperoleh suku cadang terkait dan mengembangkan teknologi karena sanksi yang sedang berlangsung.
Korea Utara gagal meluncurkan roket luar angkasa yang membawa satelit pengintai beberapa jam setelah para pemimpin Korea Selatan, Jepang, dan China bertemu di Seoul pada Senin (27/5) untuk pertemuan puncak yang merupakan pertemuan puncak pertama sejak Desember 2019.
“Korea Utara meluncurkan satelit mata-mata militer secara paksa tak lama setelah pertemuan puncak Korea-Jepang-China," kata pejabat kepresidenan yang tak disebutkan namanya, Rabu.
Korea Utara mengecam penegasan kembali komitmen Seoul terhadap denuklirisasi Semenanjung Korea dan menyebutnya sebagai pelanggaran serius terhadap hak kedaulatannya.
“Yang jelas adalah sanksi yang terus menerus dan tak tergoyahkan dari komunitas internasional, termasuk PBB, terbukti efektif melawan aktivitas nuklir dan rudal ilegal Korea Utara,” ucap pejabat itu.
Pejabat tersebut turut menekankan pentingnya mempertahankan sanksi Dewan Keamanan PBB untuk mempersulit rezim Pyongyang mendapatkan suku cadang yang diperlukan untuk mengoperasikan atau meningkatkan program nuklir dan rudal.
“Penting untuk menjaga koordinasi internasional yang teguh,” tegasnya.
Baca juga: Temui pemimpin Jepang dan Korsel secara terpisah
Baca juga: Korsel, China dan Jepang akan adakan KTT trilateral
Adapun kantor kepresidenan turut merespons pengiriman lebih dari 200 balon yang membawa limbah dan sampah ke Korea Selatan. Tindakan tersebut dinilai Seoul bertujuan untuk menguji pemerintahannya namun akan merespons dengan tenang.
“Korea Utara tampaknya ingin menguji apakah rakyat dan pemerintah kita akan gelisah atau merespons balon-balon mereka dan bagaimana perang psikologis atau ancaman hibrida skala kecil akan berhasil, selain dari provokasi langsung,” kata pejabat itu.
Sumber : Yonhap