Jakarta (ANTARA) - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa Nilai Tukar Petani (NTP) pada Mei 2024 tercatat sebesar 116,71 atau turun 0,06 persen dibandingkan April 2024.

Dalam konferensi pers di Jakarta, Senin, Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan penurunan ini terjadi karena indeks harga yang diterima petani turun 0,16 persen atau lebih dalam dibandingkan penurunan indeks harga yg dibayarkan petani yang sebesar 0,10 persen.

“Komoditas yang dominan mempengaruhi penurunan indeks harga terima petani nasional adalah kelapa sawit, gabah, jagung dan cabai rawit,” katanya.

NTP adalah perbandingan indeks harga yang diterima petani (It) terhadap indeks harga yang dibayar petani (Ib). NTP merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan atau daya beli petani di pedesaan. NTP juga merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur kemampuan tukar produk yang dihasilkan petani dengan produk yang dibutuhkan petani dalam produksi dan konsumsi rumah tangga petani.

Baca juga: BPS: Pertumbuhan nilai tukar petani di NTB alami peningkatan

Amalia lebih lanjut menyampaikan bahwa peningkatan NTP tertinggi terjadi pada subsektor hortikultura yang naik 1,26 persen. Kenaikan ini terjadi karena indeks harga yang diterima petani naik sebesar 1,13 persen, sedangkan indeks harga yang dibayar petani turun 0,14 persen.

Komoditas yang mempengaruhi kenaikan indeks harga yang diterima petani pada subsektor hortikultura, antara lain kol, bawang merah, petai, dan bawang daun.

Di sisi lain, penurunan NTP terdalam terjadi pada subsektor tanaman pangan, yaitu 0,86 persen, yang disebabkan oleh penurunan harga gabah, jagung, dan ketela pohon.

Nilai Tukar Usaha Petani (NTUP) juga menurun pada Mei 2024, yaitu 0,27 persen dibandingkan April 2024.

Baca juga: Nilai tukar petani di NTB naik 1,17 persen

Penurunan ini terjadi karena indeks harga yang diterima petani turun 0,16 persen, sedangkan indeks biaya produksi dan penambahan barang modal (BPPBM) naik 0,11 persen.

“Komoditas yang dominan mempengaruhi kenaikan BPPBM adalah bakalan sapi, bibit bawang merah, bibit sapi dan upah pemanenan,” ujar dia.

Meskipun NTUP mengalami penurunan secara nasional, terdapat beberapa subsektor yang mengalami kenaikan NTUP.

Kenaikan NTUP tertinggi terjadi pada subsektor hortikultura, yaitu 0,96 persen, yang didorong oleh kenaikan harga komoditas seperti bibit bawang merah, upah mencangkul, upah menuai, dan upah memanen.

Penurunan NTUP terdalam terjadi pada subsektor tanaman pangan, yaitu 1,09 persen. Penurunan ini terjadi karena indeks harga yg diterima petani turun 0,99 persen, sedangkan indeks BPPBM naik 0,10 persen. Komoditas yang dominan mempengaruhi kenaikan BPPBM adalah upah pemanenan, upah membajak, dan upah penanaman.

Meskipun NTP mengalami penurunan secara nasional, sebanyak 16 provinsi mengalami kenaikan NTP dengan peningkatan tertinggi terjadi di Nusa Tenggara Barat (NTB) dengan 2,17 persen, yang didorong oleh kenaikan harga gabah dan bawang merah.

Sebanyak 17 provinsi mengalami kenaikan NTUP dengan kenaikan tertinggi terjadi di Sumatera Barat yang naik 2,27 persen.

 


Pewarta : Shofi Ayudiana
Editor : Abdul Hakim
Copyright © ANTARA 2024