Surabaya (ANTARA) - Momentum hari raya Idul Adha mengingatkan kita kepada Abu al-Anbiya (Bapaknya Para Nabi), Nabi Ibrahim AS. Salah satu dari ‘Ulul Azmi’, yaitu nabi dengan keteguhan hati dan ketabahan yang luar biasa dalam menyampaikan ajaran dan tugas-tugas kenabian selain Nabi Nuh, Nabi Musa, Nabi Isa, dan Nabi Muhammad, Nabi Ibrahim juga dikenal sebagai sang Khalilullah, "Kekasih Allah."
Ada begitu banyak kisah penuh hikmah dan sejarah yang dapat kita teladani dari Nabi Ibrahim AS, berikut diantaranya:
1. Potret bapak yang menghargai pendapat putranya
Dalam Kitab Majalisul-Abrar menurut riwayat Ibnu Abbas, dikisahkan awal mula penyembelihan hewan kurban, yang mana peristiwa penyembelihan tersebut adalah sebagai pelaksanaan nadzar yang diucapkan oleh Nabi Ibrahim. Diterangkan bahwa pada satu malam Nabi Ibrahim bermimpi mendapatkan yang mana ia seakan-akan mendengar suara berkata: “Sesungguhnya Allah memerintahkan engkau menyembelih anakmu Ismail.”
Atas mimpi itulah, Nabi Ibrahim pun memanggil Ismail sang putra tercinta sembari memeluk dan menangis. Nabi Ibrahim berkata:
"Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu".
Ismail menjawab, "Kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insyaallah engkau akan mendapatiku sebagai orang-orang yang sabar." Nabi Ibrahim terharu mendengar keikhlasan Ismail.
Sikap nabi Ibrahim sebagai seorang bapak yang bertanya dan menghargai pandangan anaknya, merupakan sikap egaliter dan kebijaksanaan berpikir bahwa pikiran atau harapan seorang anak tetap harus didengar oleh ayahnya sendiri.
2. Kecintaan pada keluarga tak menandingi kecintaannya pada sang Pencipta
Selain kepatuhan Nabi Ibrahim AS yang hendak menyembelih putranya Ismail karena merasa mendapatkan perintah dari Allah SWT sekalipun kemudian diganti dengan hewan kambing oleh Allah SWT, terdapat juga kisah lainnya.
Dikisahkan dalam Misykatul Anwar, bahwa tatkala Allah SWT menyatakan Nabi Ibrahim adalah "khalil"Nya (kekasih-Nya), berkatalah para malaikat: "Ya Tuhan! Bagaimana ia dapat menjadi khalil-Mu dengan gangguan dan kesibukan-kesibukannya mengurus hartanya anak dan isterinya?"
Allah menjawab dengan firmanNya: "Janganlah kamu melihat kepada bentuk dan harta hamba-Ku, tetapi lihatlah hati dan amal-amalnya. Dalam kalbu khalil-Ku Ibrahim tidaklah terdapattempat cinta selain untuk Aku. Kamu dapai pergi kepadanya untuk mengeceknya".
Lalu datanglah Jibril menjelma dalam bentuk manusia ke tempat Nabi lbrahim, di mana ia. sedang memperhatikan peternakannya dari atas sebuah anak bukit. Peternakan ibrahim dari kambing yang tiada terbilang banyaknya, dijaga duabelas ribu anjing perburu, tiap anjing memakai sebuah kalung emas. Berkata Jibril pada Nabi lbrahim: "Milik siapakah peternakan ini?"
"Milik Allah tetapi berada ditanganku sekarang", ujar lbrahim.
"Dermakanlah satu daripadanya!" kata Jibril.
"Berdzikirlah kepada Allah dan engkau boleh bawa sepertiganya", kata Ibrahim. Lalu Jibril membaca "Subbuuhun Qudduusu Rabbunaa Warabbul Malaaikati Warruuh".
“Cobalah ucapkan lagi untuk kedua kalinya dan engkau boleh ambil separoh dari peternakanku", kata Ibrahim.
Jibril lalu mengucapkannya untuk kedua kalinya dan setelah tiga kali ia mengucapkan dzikir itu, Ibrahim menyerahkan kepadanya semua peternakannya berikut anjing-anjing dan gembala-genbalanya.
Kemudian Allah bertanya kepada Jibril: "Bagaimana engkau mendapatkan khalil-Ku?"
"la sebaik-baiknya khalil ya Tuhan", ujar Jibril. Ketika Nabi lbrahim menyerahkan peternakannya sesuai dengan janjinya, Jibril mengenalkan dirinya (identitasnya) dan mengatakan kepada Nabi Ibrahim, bahwa ia tidak membutuhkan itu semua dan bahwa ia datang untuk memcoba dan mengujinya.
Akan tetapi lbrahim ‘Khalillullah’ enggan menerimanya kembali dan berkata: "Aku tidak akan menerima kembali apa yang aku telah berikan padamu".
Lalu Allah mewahyukan agar peternakan itu dijualnya dan dengan hasil penjualan itu, dibelikan ladang dan diwaqafkan untuk orang-orang fakir.
3. Memiliki belas kasih yang tinggi pada sesama
Dikisahkan salah satu kisah tingginya belas kasih sang Khalilullah dalam kitab Al-Ghazali karya Ihya’ Ulumiddin:
Suatu malam yang gelap seorang beragama Majusi lansia mendatangi Nabi Ibrahim as. Ia merasa lapar dan tidak memiliki bekal untuk memenuhi rasa laparnya. Ia mengetahui Nabi Ibrahim as sebagai seorang dermawan. Oleh karena itu, ia berharap Ibrahim dapat memberikan jamuan kepadanya. Ibrahim mengerti orang di hadapannya seorang pemeluk Majusi yang memasuki usia senja.
Ibrahim memberikan syarat keimanan atas jamuannya. “Kalau kau berkenan memeluk Islam, aku mau memberikan jamuan kepadamu hari ini,” kata Ibrahim.
Majusi tua itu terperanjat mendengar jawaban Ibrahim. Ia kecewa. Ia menghadapi seseorang yang berbeda dari Ibrahim yang ia bayangkan. Ia tidak mau mengemis di hadapan Ibrahim. Ia kemudian pergi meninggalkan Ibrahim yang dikenal orang sebagai seorang dermawan.
Allah SWT menegur Ibrahim. “Ibrahim, mengapa kamu enggan memberi makan dia kecuali dia mau mengganti keyakinannya? Sedangkan Kami selama 70 tahun memberinya makan di tengah kekufurannya. Andai saja malam ini kau berkenan menghidangkan jamuan untuknya, tentu itu tidak menyulitkanmu,” tegur Allah untuk Ibrahim.
Ditegur demikian, Ibrahim segera insaf. Ia kemudian mengejar Majusi tua di kegelapan malam. Ia berlari di belekang Majusi tersebut. Dengan penuh kehangatan dan belas kasih, ia mengajaknya kembali ke rumah untuk menyantap hidangan dan bermalam.
“Mengapa kamu berubah sikap seperti ini Ibrahim?” tanya Majusi tua. Nabi Ibrahim kemudian menceritakan teguran Allah kepadanya. Nabi Ibrahim mengakui kekeliruan sikapnya dalam persyaratan jamuan berdasarkan keyakinan.
“Benarkah demikian Tuhanmu memperlakukanku Ibrahim? Terangkan Islam kepadaku,” kata Majusi tua itu. Majusi tua itu kemudian memeluk Islam setelah mendapatkan keterangan perihal agama Islam dari Nabi Ibrahim as.
Subhanallah bukan kecintaannya pada Allah SWT? Dan tentunya, tiga kisah tersebut hanyalah sedikit dari begitu banyak kisah lainnya yang sangat inspiratif dan penuh hikmah dan melekat pada pribadi mulai sang Khalilullah, Nabi Ibrahim AS.
Semoga pada momentum Idul Adha 1445 H kali ini, kita dapat meneladani kebaikan dan kemurnian hati sang Nabi. Aamiin.
Ada begitu banyak kisah penuh hikmah dan sejarah yang dapat kita teladani dari Nabi Ibrahim AS, berikut diantaranya:
1. Potret bapak yang menghargai pendapat putranya
Dalam Kitab Majalisul-Abrar menurut riwayat Ibnu Abbas, dikisahkan awal mula penyembelihan hewan kurban, yang mana peristiwa penyembelihan tersebut adalah sebagai pelaksanaan nadzar yang diucapkan oleh Nabi Ibrahim. Diterangkan bahwa pada satu malam Nabi Ibrahim bermimpi mendapatkan yang mana ia seakan-akan mendengar suara berkata: “Sesungguhnya Allah memerintahkan engkau menyembelih anakmu Ismail.”
Atas mimpi itulah, Nabi Ibrahim pun memanggil Ismail sang putra tercinta sembari memeluk dan menangis. Nabi Ibrahim berkata:
"Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu".
Ismail menjawab, "Kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insyaallah engkau akan mendapatiku sebagai orang-orang yang sabar." Nabi Ibrahim terharu mendengar keikhlasan Ismail.
Sikap nabi Ibrahim sebagai seorang bapak yang bertanya dan menghargai pandangan anaknya, merupakan sikap egaliter dan kebijaksanaan berpikir bahwa pikiran atau harapan seorang anak tetap harus didengar oleh ayahnya sendiri.
2. Kecintaan pada keluarga tak menandingi kecintaannya pada sang Pencipta
Selain kepatuhan Nabi Ibrahim AS yang hendak menyembelih putranya Ismail karena merasa mendapatkan perintah dari Allah SWT sekalipun kemudian diganti dengan hewan kambing oleh Allah SWT, terdapat juga kisah lainnya.
Dikisahkan dalam Misykatul Anwar, bahwa tatkala Allah SWT menyatakan Nabi Ibrahim adalah "khalil"Nya (kekasih-Nya), berkatalah para malaikat: "Ya Tuhan! Bagaimana ia dapat menjadi khalil-Mu dengan gangguan dan kesibukan-kesibukannya mengurus hartanya anak dan isterinya?"
Allah menjawab dengan firmanNya: "Janganlah kamu melihat kepada bentuk dan harta hamba-Ku, tetapi lihatlah hati dan amal-amalnya. Dalam kalbu khalil-Ku Ibrahim tidaklah terdapattempat cinta selain untuk Aku. Kamu dapai pergi kepadanya untuk mengeceknya".
Lalu datanglah Jibril menjelma dalam bentuk manusia ke tempat Nabi lbrahim, di mana ia. sedang memperhatikan peternakannya dari atas sebuah anak bukit. Peternakan ibrahim dari kambing yang tiada terbilang banyaknya, dijaga duabelas ribu anjing perburu, tiap anjing memakai sebuah kalung emas. Berkata Jibril pada Nabi lbrahim: "Milik siapakah peternakan ini?"
"Milik Allah tetapi berada ditanganku sekarang", ujar lbrahim.
"Dermakanlah satu daripadanya!" kata Jibril.
"Berdzikirlah kepada Allah dan engkau boleh bawa sepertiganya", kata Ibrahim. Lalu Jibril membaca "Subbuuhun Qudduusu Rabbunaa Warabbul Malaaikati Warruuh".
“Cobalah ucapkan lagi untuk kedua kalinya dan engkau boleh ambil separoh dari peternakanku", kata Ibrahim.
Jibril lalu mengucapkannya untuk kedua kalinya dan setelah tiga kali ia mengucapkan dzikir itu, Ibrahim menyerahkan kepadanya semua peternakannya berikut anjing-anjing dan gembala-genbalanya.
Kemudian Allah bertanya kepada Jibril: "Bagaimana engkau mendapatkan khalil-Ku?"
"la sebaik-baiknya khalil ya Tuhan", ujar Jibril. Ketika Nabi lbrahim menyerahkan peternakannya sesuai dengan janjinya, Jibril mengenalkan dirinya (identitasnya) dan mengatakan kepada Nabi Ibrahim, bahwa ia tidak membutuhkan itu semua dan bahwa ia datang untuk memcoba dan mengujinya.
Akan tetapi lbrahim ‘Khalillullah’ enggan menerimanya kembali dan berkata: "Aku tidak akan menerima kembali apa yang aku telah berikan padamu".
Lalu Allah mewahyukan agar peternakan itu dijualnya dan dengan hasil penjualan itu, dibelikan ladang dan diwaqafkan untuk orang-orang fakir.
3. Memiliki belas kasih yang tinggi pada sesama
Dikisahkan salah satu kisah tingginya belas kasih sang Khalilullah dalam kitab Al-Ghazali karya Ihya’ Ulumiddin:
Suatu malam yang gelap seorang beragama Majusi lansia mendatangi Nabi Ibrahim as. Ia merasa lapar dan tidak memiliki bekal untuk memenuhi rasa laparnya. Ia mengetahui Nabi Ibrahim as sebagai seorang dermawan. Oleh karena itu, ia berharap Ibrahim dapat memberikan jamuan kepadanya. Ibrahim mengerti orang di hadapannya seorang pemeluk Majusi yang memasuki usia senja.
Ibrahim memberikan syarat keimanan atas jamuannya. “Kalau kau berkenan memeluk Islam, aku mau memberikan jamuan kepadamu hari ini,” kata Ibrahim.
Majusi tua itu terperanjat mendengar jawaban Ibrahim. Ia kecewa. Ia menghadapi seseorang yang berbeda dari Ibrahim yang ia bayangkan. Ia tidak mau mengemis di hadapan Ibrahim. Ia kemudian pergi meninggalkan Ibrahim yang dikenal orang sebagai seorang dermawan.
Allah SWT menegur Ibrahim. “Ibrahim, mengapa kamu enggan memberi makan dia kecuali dia mau mengganti keyakinannya? Sedangkan Kami selama 70 tahun memberinya makan di tengah kekufurannya. Andai saja malam ini kau berkenan menghidangkan jamuan untuknya, tentu itu tidak menyulitkanmu,” tegur Allah untuk Ibrahim.
Ditegur demikian, Ibrahim segera insaf. Ia kemudian mengejar Majusi tua di kegelapan malam. Ia berlari di belekang Majusi tersebut. Dengan penuh kehangatan dan belas kasih, ia mengajaknya kembali ke rumah untuk menyantap hidangan dan bermalam.
“Mengapa kamu berubah sikap seperti ini Ibrahim?” tanya Majusi tua. Nabi Ibrahim kemudian menceritakan teguran Allah kepadanya. Nabi Ibrahim mengakui kekeliruan sikapnya dalam persyaratan jamuan berdasarkan keyakinan.
“Benarkah demikian Tuhanmu memperlakukanku Ibrahim? Terangkan Islam kepadaku,” kata Majusi tua itu. Majusi tua itu kemudian memeluk Islam setelah mendapatkan keterangan perihal agama Islam dari Nabi Ibrahim as.
Subhanallah bukan kecintaannya pada Allah SWT? Dan tentunya, tiga kisah tersebut hanyalah sedikit dari begitu banyak kisah lainnya yang sangat inspiratif dan penuh hikmah dan melekat pada pribadi mulai sang Khalilullah, Nabi Ibrahim AS.
Semoga pada momentum Idul Adha 1445 H kali ini, kita dapat meneladani kebaikan dan kemurnian hati sang Nabi. Aamiin.