Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi X DPR RI Ferdiansyah meminta konsep Desa Wisata dengan Wisata Pedesaan dibedakan secara jelas dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kepariwisataan.
"Saya tekankan bahwa desa wisata dan wisata pedesaan perlu dibedakan secara tegas,” ujar Ferdiansyah dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin.
Perbedaan tersebut, kata dia, yakni wisata pedesaan adalah kegiatan wisata yang hanya menekankan kegiatan wisata di obyek wisata yang ada di desa (menyangkut lokasi), yang mana kegiatan wisata tersebut tidak terfokus pada kegiatan masyarakat di dalamnya.
Sementara itu, Desa Wisata (tourism village) menekankan pada interaksi dengan masyarakat setempat. Meskipun demikian, Ferdiansyah menekankan, guna mendapatkan kejelasan lebih lanjut, maka Tim Panja Komisi X DPR RI ingin mendapatkan klarifikasi terkait perbedaan definisi Desa Wisata dan Wisata Pedesaan termasuk ruang lingkupnya.
Saat ini, Komisi X DPR RI membentuk Tim Panja guna membahas revisi UU Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan.
Lebih lanjut, Ferdiansyah menjelaskan, terkait daerah tujuan wisata secara umum memiliki prinsip 3A, yaitu aksesibilitas, amenitas, dan atraksi. Dari ketiga hal tersebut, tambanya, harus diurai kembali apa saja komponen yang dapat menjadi daya tarik wisatawan.
Baca juga: Dispar latih pemandu arung jeram kembangkan desa wisata di Lombok Barat
Baca juga: Lombok Barat memaksimalkan pengembangan desa wisata
Untuk itu Komisi X DPR RI meminta masukan kepada para sivitas akademika dan para pemangku kepentingan pariwisata Bali yang lebih berpengalaman dalam konteks pengolahan wisata baik dari mancanegara maupun lokal.
“Apakah yang menjadi standar untuk menjadi kawasan daerah tujuan wisata apa saja yang diperlukan,” ujarnya.
"Saya tekankan bahwa desa wisata dan wisata pedesaan perlu dibedakan secara tegas,” ujar Ferdiansyah dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin.
Perbedaan tersebut, kata dia, yakni wisata pedesaan adalah kegiatan wisata yang hanya menekankan kegiatan wisata di obyek wisata yang ada di desa (menyangkut lokasi), yang mana kegiatan wisata tersebut tidak terfokus pada kegiatan masyarakat di dalamnya.
Sementara itu, Desa Wisata (tourism village) menekankan pada interaksi dengan masyarakat setempat. Meskipun demikian, Ferdiansyah menekankan, guna mendapatkan kejelasan lebih lanjut, maka Tim Panja Komisi X DPR RI ingin mendapatkan klarifikasi terkait perbedaan definisi Desa Wisata dan Wisata Pedesaan termasuk ruang lingkupnya.
Saat ini, Komisi X DPR RI membentuk Tim Panja guna membahas revisi UU Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan.
Lebih lanjut, Ferdiansyah menjelaskan, terkait daerah tujuan wisata secara umum memiliki prinsip 3A, yaitu aksesibilitas, amenitas, dan atraksi. Dari ketiga hal tersebut, tambanya, harus diurai kembali apa saja komponen yang dapat menjadi daya tarik wisatawan.
Baca juga: Dispar latih pemandu arung jeram kembangkan desa wisata di Lombok Barat
Baca juga: Lombok Barat memaksimalkan pengembangan desa wisata
Untuk itu Komisi X DPR RI meminta masukan kepada para sivitas akademika dan para pemangku kepentingan pariwisata Bali yang lebih berpengalaman dalam konteks pengolahan wisata baik dari mancanegara maupun lokal.
“Apakah yang menjadi standar untuk menjadi kawasan daerah tujuan wisata apa saja yang diperlukan,” ujarnya.