Mataram (ANTARA) - Bawaslu Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menemukan petugas pemutakhiran data pemilih (pantarlih) pada saat melakukan pencocokan dan penelitian (coklit) untuk pilkada 2024 menggunakan tenaga joki dengan melimpahkan tugasnya ke orang lain.

Ketua Bawaslu Provinsi NTB Itratif di Mataram, Senin mengatakan temuan tersebut  merupakan hasil pengawasan coklit dan uji petik periode 28 Juni - 7 Juli 2024.

"Berdasarkan hasil pengawasan pada periode kedua ini, baik pada pelaksanaan coklit maupun uji petik masih terdapat beberapa kesalahan prosedur dan akurasi data pemilih," ujarnya.

Ia mencontohkan temuan Bawaslu tersebut terdapat pantarlih yang melakukan coklit dengan tidak mendatangi rumah pemilih secara langsung. Hal tersebut terjadi di TPS 02 Desa Sekaroh, Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur.

"Pantarlih melakukan coklit dari rumahnya, selanjutnya dia pergi menempelkan stiker di rumah-rumah pemilih tanpa melakukan coklit terhadap pemilih di rumah warga yang bersangkutan. Terhadap kejadian tersebut Pengawas Pemilu telah memberikan saran perbaikan serta pantarlih yang bersangkutan telah menindaklanjuti dengan melakukan coklit ulang," ujarnya.

Selain itu, kata dia, juga temuan lain terdapat pantarlih yang menggunakan joki (melimpahkan tugasnya ke orang lain) terjadi di TPS 06 Desa Tanjung Luar, Kecamatan Keruak, Kabupaten Lombok Timur.

Pantarlih ini, menurut Itratif, meminta saudaranya untuk mengumpulkan foto copy kartu keluarga (KK) pemilih, dan selanjutnya pantarlih tersebut melakukan coklit terhadap data administrasi kependudukan (adminduk) yang dikumpulkan oleh joki tersebut dengan Formulir Model A Daftar Pemilih KPU dari rumahnya tanpa mendatangi rumah pemilih.

"Terhadap peristiwa tersebut Bawaslu telah memberikan rekomendasi kepada KPU agar pantarlih melakukan coklit sesuai prosedur," ujarnya.

Di samping itu, juga terdapat juga pemilih sudah meninggal dunia masih terdaftar sebagai pemilih dalam Formulir Model A Daftar Pemilih KPU. Temuan ini terjadi di Kota Mataram, Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Lombok Timur, Kabupaten Dompu, dan Kabupaten Sumbawa Barat.

Selain itu, kata dia, terdapat perbedaan perlakuan terhadap pemilih yang telah meninggal, namun masih terdaftar sebagai pemilih. Bagi yang sudah memiliki akta kematian atau surat keterangan kematian dari desa/lurah atau sebutan lain, pemilih langsung dicoret dari daftar pemilih, sedangkan yang tidak memiliki akta atau surat keterangan kematian tidak langsung dicoret atau hanya diberikan kode '1' pada daftar pemilih.

"Berdasarkan hasil koordinasi pengawas bahwa pemilih meninggal yang belum dicoret dari daftar pemilih akan dicoret setelah pemilih tersebut menunjukkan surat keterangan atau akta kematian," ucapnya.

Dari hasil temuan tersebut, Bawaslu NTB mengimbau agar pelaksanaan coklit dan uji petik terhadap kejadian kesalahan prosedur dan kesalahan terkait akurasi data pemilih tersebut, pengawas sudah berkoordinasi dengan pantarlih dan pihak terkait serta memberikan saran perbaikan secara lisan dan secara tertulis kepada KPU atau jajarannya.

Baca juga: PPP memastikan usung Rohmi-Firin maju Pilkada NTB
Baca juga: Sukiman tepis berpisah dari Lalu Gita Ariadi maju Pilkada NTB 2024

Berdasarkan hasil pengawasan tersebut, kata Itratif, Bawaslu NTB menghimbau KPU untuk meningkatkan pemahaman serta menginstruksikan pantarlih supaya melaksanakan coklit sesuai dengan prosedur, dan memastikan pemilih memenuhi syarat (MS) masuk dalam daftar pemilih.

Sedangkan pemilih yang tidak memenuhi syarat (TMS) agar dikeluarkan atau tidak dimasukkan pada daftar pemilih, serta berkoordinasi dengan pemerintah yang mengurus data kependudukan agar elemen data pemilih yang bermasalah dapat diperbaiki.



 

Pewarta : Nur Imansyah
Editor : I Komang Suparta
Copyright © ANTARA 2024