Mataram (ANTARA) - Kontribusi ekspor komoditas non tambang dalam neraca perdagangan di Nusa Tenggara Barat (NTB) hanya sekitar dua persen dan masih didominasi oleh komoditas tambang yang menjadi tulang punggung utama.
"Meningkatkan ekspor non tambang NTB sudah dilakukan, tapi kapasitasnya jauh di bawah tambang," kata Ekonom Universitas Mataram, Muhammad Firmansyah di Mataram, Selasa.
Firmansyah mengatakan untuk meningkatkan ekspor komoditas, seperti pertanian maupun kelautan, maka masalahnya ada pada jumlah dan keberlanjutan.
Nusa Tenggara Barat memiliki banyak komoditas ekspor, namun produksinya terbatas dan keberlanjutannya juga tidak terjamin.
"Maka (masalah) ini perlu dibenahi," ujar dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mataram tersebut.
Lebih lanjut, ia menyampaikan ekspor industri harus produksi yang dibutuhkan oleh pasar dunia. Standarisasi juga harus internasional terutama harga maupun kualitas produk yang dipasarkan.
Sarana dan prasarana untuk menjangkau pasar ekspor komoditas non tambang juga perlu dipersiapkan dan jajaki tujuan ekspor agar kegiatan menjual barang ke luar negeri bisa optimal.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor dalam neraca perdagangan Nusa Tenggara Barat mengalami penurunan sebesar 99,64 persen pada Juni 2024 bila dibandingkan data Mei 2024.
Izin ekspor tambang mineral yang berakhir pada 31 Mei 2024 lalu membuat kegiatan ekspor yang tercatat menjadi nol dalam neraca perdagangan NTB pada Juni 2024.
Ekspor Nusa Tenggara Barat bulan lalu sepenuhnya ditopang oleh komoditas non tambang dengan angka sebesar 1,81 juta dolar AS.
Ekspor komoditas non tambang tersebut adalah komoditas ikan dan udang sekitar 57,63 persen dari total ekspor atau senilai 1,05 juta dolar AS. Kemudian, perhiasan dan permata sekitar 25,86 persen atau sekitar 470 ribu dolar AS.
Selanjutnya nilai ekspor batu kapur sebanyak 9,87 persen atau sekitar 179.197 dolar AS, ekspor daging dan ikan olahan sebesar 4,60 persen atau sekitar 83.512 dolar AS, ekspor mesin dan peralatan listrik sebanyak 1,55 persen atau sekitar 28.125 dolar AS, dan ekspor biji-bijian berminyak sebesar 0,48 persen atau sekitar 8.682 dolar AS.
Meski ekspor komoditas non tambang NTB cukup banyak, namun kegiatan ekspor berada pada pelabuhan atau bandara di luar NTB, seperti Pelabuhan Tanjung Perak di Jawa Timur, Bandara Ngurah Rai di Bali, dan Bandara Soekarno-Hatta di Banten.
Pemerintah NTB lantas menjajaki kerja sama dengan pemerintah Jawa Timur agar kegiatan ekspor yang banyak dilakukan di Pelabuhan Tanjung Perak bisa dilakukan di pelabuhan-pelabuhan yang ada di NTB.
"Untuk pencatatan ekspor di NTB ini juga sangat penting supaya jelas bahwa ada banyak produk NTB yang ekspor, namun tercatat di daerah lain," pungkas Ekonom Universitas Mataram Muhammad Firmansyah.
"Meningkatkan ekspor non tambang NTB sudah dilakukan, tapi kapasitasnya jauh di bawah tambang," kata Ekonom Universitas Mataram, Muhammad Firmansyah di Mataram, Selasa.
Firmansyah mengatakan untuk meningkatkan ekspor komoditas, seperti pertanian maupun kelautan, maka masalahnya ada pada jumlah dan keberlanjutan.
Nusa Tenggara Barat memiliki banyak komoditas ekspor, namun produksinya terbatas dan keberlanjutannya juga tidak terjamin.
"Maka (masalah) ini perlu dibenahi," ujar dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mataram tersebut.
Lebih lanjut, ia menyampaikan ekspor industri harus produksi yang dibutuhkan oleh pasar dunia. Standarisasi juga harus internasional terutama harga maupun kualitas produk yang dipasarkan.
Sarana dan prasarana untuk menjangkau pasar ekspor komoditas non tambang juga perlu dipersiapkan dan jajaki tujuan ekspor agar kegiatan menjual barang ke luar negeri bisa optimal.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor dalam neraca perdagangan Nusa Tenggara Barat mengalami penurunan sebesar 99,64 persen pada Juni 2024 bila dibandingkan data Mei 2024.
Izin ekspor tambang mineral yang berakhir pada 31 Mei 2024 lalu membuat kegiatan ekspor yang tercatat menjadi nol dalam neraca perdagangan NTB pada Juni 2024.
Ekspor Nusa Tenggara Barat bulan lalu sepenuhnya ditopang oleh komoditas non tambang dengan angka sebesar 1,81 juta dolar AS.
Ekspor komoditas non tambang tersebut adalah komoditas ikan dan udang sekitar 57,63 persen dari total ekspor atau senilai 1,05 juta dolar AS. Kemudian, perhiasan dan permata sekitar 25,86 persen atau sekitar 470 ribu dolar AS.
Selanjutnya nilai ekspor batu kapur sebanyak 9,87 persen atau sekitar 179.197 dolar AS, ekspor daging dan ikan olahan sebesar 4,60 persen atau sekitar 83.512 dolar AS, ekspor mesin dan peralatan listrik sebanyak 1,55 persen atau sekitar 28.125 dolar AS, dan ekspor biji-bijian berminyak sebesar 0,48 persen atau sekitar 8.682 dolar AS.
Meski ekspor komoditas non tambang NTB cukup banyak, namun kegiatan ekspor berada pada pelabuhan atau bandara di luar NTB, seperti Pelabuhan Tanjung Perak di Jawa Timur, Bandara Ngurah Rai di Bali, dan Bandara Soekarno-Hatta di Banten.
Pemerintah NTB lantas menjajaki kerja sama dengan pemerintah Jawa Timur agar kegiatan ekspor yang banyak dilakukan di Pelabuhan Tanjung Perak bisa dilakukan di pelabuhan-pelabuhan yang ada di NTB.
"Untuk pencatatan ekspor di NTB ini juga sangat penting supaya jelas bahwa ada banyak produk NTB yang ekspor, namun tercatat di daerah lain," pungkas Ekonom Universitas Mataram Muhammad Firmansyah.