Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan akan melakukan investigasi faktor pemicu melemahnya Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia.
Berdasarkan data S&P Global, PMI manufaktur Indonesia pada Juli 2024 terkontraksi 1,4 poin secara bulanan (month-to-month/mtm) menjadi 49,3 dari 50,9 pada Juni.
“Kami akan melakukan investigasi pada sisi permintaan,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Jakarta, Jumat.
Dia menyebut permintaan produk manufaktur dalam negeri menunjukkan tren penurunan, terutama barang konsumsi. Menurunnya permintaan itu bisa disebabkan oleh tren pelemahan secara musiman atau adanya kompetisi dengan produk-produk impor.
Secara umum, tren ekspor di berbagai negara juga mengalami pelemahan. Namun, Menkeu optimistis ekspor Indonesia masih memiliki harapan.
“Masih ada harapan terhadap India dari barang bukan manufaktur. Manufaktur itu diukur dari barang seperti tekstil alas kaki, sehingga tidak mencerminkan banyak manufaktur di Indonesia. Misalnya, hilirisasi dan minyak kelapa sawit (CPO) masih belum terhitung,” jelas dia.
Harapan lainnya datang dari sisi indeks kepercayaan bisnis. Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu mengatakan kepercayaan dunia bisnis pada Juli mengalami level tertinggi sejak Februari, artinya terdapat suatu optimisme yang masih bisa dieksplorasi.
“Bahwa volume penjualan mereka produksinya akan meningkat seiring dengan kondisi pasar yang tahun depan menguat. Itu memberikan harapan, sehingga kita harap koreksi PMI ini sifatnya sementara,” tuturnya.
Menkeu memastikan akan mengambil langkah korektif untuk mendongkrak kembali PMI manufaktur Indonesia. Dari sisi fiskal, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan mendorong sektor manufaktur menjadi salah satu prioritas guna meningkatkan daya tahan eksternal, misalnya dengan memberikan insentif perpajakan.
Dia juga akan memperkuat sinergi lintas kementerian/lembaga, seperti Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) untuk mengatur regulasi, Bank Indonesia (BI) untuk insentif likuiditas, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mendorong dari sisi sektor keuangan.
“Meski PMI mengalami koreksi di bawah 50, kami waspadai dan lihat datanya. Kemudian, kami akan merumuskan kebijakan supaya masa kontraksi tidak lama,'" katanya .
Pihaknya berharap lingkungan global juga akan membaik dan kita terus usahakan agar produk domestik bruto (PDB) kuartal II sampai akhir tahun bisa terjaga. PMI manufaktur pada Mei-Juli 2024 terus menurun bila dibandingkan dengan PMI manufaktur April 2024, dengan nilai yakni pada April mencapai 52,9, kemudian turun menjadi 52,1 pada Mei, lalu menjadi 50,7 pada Juni, dan turun kembali 49,3 di Juli.
Baca juga: Pemprov NTB atensi penembakan PMI asal Lotim di Malaysia
Baca juga: KJRI Kuching memonitor kasus pekerja migran asal Lombok Timur ditembak di Miri
Direktur Ekonomi S&P Global Market Intelligence Paul Smith yang merilis PMI manufaktur menyampaikan, pelambatan pasar secara umum mendorong penurunan marginal pada kondisi pengoperasian selama bulan Juli, dengan permintaan baru berkurang dan produksi turun untuk pertama kali dalam dua tahun.
Hal ini membuat produsen menjadi lebih waspada dengan sedikit mengurangi aktivitas pembelian, serta pihaknya mencatat ketenagakerjaan menurun cukup tinggi sejak September 2021. Namun, menurutnya ada harapan sektor manufaktur akan segera kembali tumbuh dan bangkit.