Mataram (ANTARA) - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Nusa Tenggara Barat menunggu adanya putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap terkait tindak lanjut pemanfaatan shelter tsunami di Kabupaten Lombok Utara yang kondisinya memprihatinkan dan telah lama terbengkalai pascagempa tahun 2018.

"Nanti akan dilihat hasil sidang di pengadilan, 'kan di sana nanti ada saksi ahli yang dihadirkan, akan kami lihat seperti apa rekomendasi mereka," kata Kepala Pelaksana BPBD NTB Ahmadi melalui sambungan telepon, Senin.

Namun, dia berharap gedung yang dibangun tahun 2014 dengan dana APBN tersebut bisa kembali dimanfaatkan tanpa harus dirobohkan.

"Kalau bagi kami sih, kalau bisa gedung itu diselamatkan. Apanya yang perlu diperbaiki, kami perbaiki. Tetapi, kami tidak berani mengatakan maunya begini, tergantung nanti hasil pengadilan saja," ujar dia.

Baca juga: Shelter Tsunami di Lombok Utara nasibmu kini

Proyek pembangunan shelter tsunami atau tempat evakuasi sementara di Kabupaten Lombok Utara itu dibangun di bawah kendali Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan (Satker PBL) Provinsi NTB pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) RI.

Pembangunan gedung dilaksanakan Kementerian PUPR RI bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebagai desain teknis.

Kala itu, pemerintah menyiapkan dana APBN senilai Rp20,9 miliar. Proyek ini dikerjakan PT Waskita Karya dengan anggaran Rp19 miliar. Sesuai kontrak kerja, proyek dimulai 21 Juli 2014 dalam waktu pelaksanaan 164 hari kalender kerja.

Baca juga: KPK periksa saksi dari BPBD NTB soal dugaan korupsi shelter tsunami

Untuk konsultan perencana dari gedung yang dapat menampung 3.000 orang tersebut adalah PT Qorina Konsultan Indonesia dengan konsultan pengawas dari CV Adi Cipta.

Dalam pengerjaan, gedung terbangun dengan struktur beton bertulang dan dinding bata merah. Proyek dikerjakan di atas lahan dengan luas sekitar 1 hektare dengan tinggi bangunan mencapai 25 meter.

Proyek pembangunan gedung itu dilengkapi dapur umum dengan kelengkapan MCK (mandi, cuci, kakus), serta plang jalur evakuasi yang terpasang di area gedung hingga di setiap sudut jalan sekitar kawasan Pelabuhan Bangsal.

Sebagai pelengkap sarana evakuasi sementara, BPBD NTB pada tahun 2015 turut menyisihkan anggaran daerah untuk penambahan ruangan pada setiap lantai dan pemasangan keramik pada lantai atap, serta pagar bertembok yang mengitari area gedung.

Baca juga: KPK dan BPKP NTB agendakan cek fisik shelter tsunami Lombok Utara

Sebelum ada penambahan, gedung ini sempat dimanfaatkan untuk penampungan korban banjir pada 27 Desember 2014 dan kegiatan penyuluhan yang diajukan Sekolah Tinggi Kesehatan (Stikes) Mataram pada 6 Februari 2015.

Usai pembangunan, gedung ini diserahterimakan dari Ditjen Cipta Karya Kementerian PUPR RI kepada Pemerintah Kabupaten Lombok Utara pada 16 Juni 2017.

Penyerahan barang milik negara (BMN) menjadi barang milik daerah (BMD) tersebut dilaksanakan atas persetujuan Presiden RI Joko Widodo.

Baca juga: KPK: Pemeriksaan 12 saksi korupsi shelter tsunami di Mataram selesai sehari

Kini proyek pembangunan shelter tsunami tersebut masuk penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhitung sejak tahun 2023.

Dalam penyidikannya, KPK mengungkap telah menetapkan dua tersangka yang berasal dari pihak penyelenggara negara dan pelaksana proyek dari kalangan BUMN.

Kerugian keuangan negara yang muncul dari penyidikan ini mencapai Rp19 miliar berdasarkan hasil penghitungan lembaga auditor.

Dalam proses penyidikan, KPK telah melakukan serangkaian pemeriksaan saksi dan melihat secara langsung kondisi shelter tsunami di Kabupaten Lombok Utara.

Baca juga: KPK periksa PPK, Pokja dan Tim PPHP shelter tsunami KLU di kantor BPKP NTB
Baca juga: KPK gali keterangan saksi kasus "shelter" tsunami di Lombok Utara
Baca juga: KPK mengungkap turun kualitas "shelter" tsunami akibat korupsi
Baca juga: KPK mulai penyidikan korupsi pembangunan "Shelter" Tsunami di NTB

Pewarta : Dhimas Budi Pratama
Editor : Abdul Hakim
Copyright © ANTARA 2024