Jakarta (ANTARA) - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Rabu, memeriksa sejumlah saksi dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat dan pihak swasta terkait penyidikan dugaan korupsi proyek pembangunan shelter korban tsunami di kawasan Pelabuhan Bangsal, Kabupaten Lombok Utara.

"Pihak BPBD didalami terkait dengan serah terima bangunan ke BPBD, sedangkan pihak swasta didalami terkait dengan keikutsertaan dalam proses lelang," kata Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tessa Mahardhika Sugiarto saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu.

Tessa menerangkan para saksi yang diperiksa penyidik hari ini berinisial DW, RT, KH, RB, SDM, dan MT. Berdasarkan informasi yang dihimpun, para saksi tersebut, yakni Staf Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi NTB Darwis, Kepala Kantor BPBD Lombok Utara tahun 2015 R. Tresnadi, Kepala BPKAD Kabupaten Lombok Utara periode tahun 2014–2015 Kholidi Holil,

Selanjutnya, Direktur Utama PT Utama Beton Perkasa (NTB) Roby, Kepala Perumahan dan Permukiman (Perkim) NTB sekaligus mantan Kabid Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum Provinsi NTB Sadimin, dan perwakilan PT Indra Agung, Muhammad Taufik.

Baca juga: KPK dan BPKP NTB agendakan cek fisik shelter tsunami Lombok Utara

Sebelumnya, pada Senin, 8 Juli 2024, KPK mengumumkan dimulainya penyidikan dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek pembangunan tempat evakuasi sementara atau shelter korban tsunami oleh Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Nusa Tenggara Barat pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tahun 2014.

KPK juga telah menetapkan dua orang tersangka. Meskipun belum menyebut identitas lengkap keduanya, KPK mengungkapkan bahwa tersangka merupakan penyelenggara negara dan pelaksana proyek dari kalangan BUMN.

Baca juga: KPK: Pemeriksaan 12 saksi korupsi shelter tsunami di Mataram selesai sehari

Kerugian keuangan negara yang muncul dari penyidikan ini mencapai Rp19 miliar. Angka kerugian itu diumumkan KPK bersama dengan adanya penetapan tersangka. Pekerjaan proyek pembangunan shelter tsunami di Lombok Utara ini berada di bawah Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) Provinsi NTB pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Proyek dikerjakan pada bulan Agustus 2014 oleh kontraktor dengan anggaran Rp21 miliar yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Proyek gedung dengan perencanaan dapat menampung 3.000 orang tersebut terungkap sempat ditangani Polda NTB sampai tahap penyelidikan pada tahun 2015.

Baca juga: KPK periksa PPK, Pokja dan Tim PPHP shelter tsunami KLU di kantor BPKP NTB

Pada tahapan tersebut, kepolisian juga melakukan pengecekan bersama ahli konstruksi dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Dari hasil penyelidikan, Polda NTB pada tahun 2016 melakukan gelar perkara dan menyatakan tidak melanjutkan proses hukum dari dugaan korupsi yang muncul dalam pekerjaan proyek tersebut.

Selanjutnya, pada bulan Juli 2017, tercatat PUPR menyerahkan hasil pekerjaan gedung evakuasi sementara itu ke Pemerintah Kabupaten Lombok Utara. Sekitar satu tahun setelah penyerahan pekerjaan, terjadi bencana gempa bumi di Pulau Lombok dan gedung tersebut turut terkena dampak kerusakan yang cukup parah.

Baca juga: KPK gali keterangan saksi kasus "shelter" tsunami di Lombok Utara
Baca juga: KPK mengungkap turun kualitas "shelter" tsunami akibat korupsi
Baca juga: KPK mulai penyidikan korupsi pembangunan "Shelter" Tsunami di NTB

 

Pewarta : Fianda Sjofjan Rassat
Editor : I Komang Suparta
Copyright © ANTARA 2024