Mataram (ANTARA) - Ahli ilmu hukum pidana dari Universitas Mataram Dr. Syamsul Hidayat menyampaikan perbuatan Direktur PT Gerbang NTB Emas (GNE) Samsul Hadi bersama Direktur PT Berkah Air Laut (BAL) William John Matheson telah memenuhi unsur pidana sesuai ketentuan Pasal 68 Undang-Undang RI Nomor 17 tahun 2019 tentang Sumber Daya Air (SDA).
"Jika melihat fakta hukum yang disampaikan penuntut umum berdasarkan keterangan ahli (geologi) menyatakan adanya kerusakan sumber air, maka dapat dikatakan perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur Pasal 68 huruf a Undang-Undang RI Nomor 17 tahun 2019 tentang Sumber Daya Air," kata Syamsul saat memberikan keterangan sebagai ahli dalam sidang perkara eksploitasi sumber daya air di kawasan wisata Gili Trawangan dan Meno tanpa izin ke hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Mataram, Kamis.
Dia menyatakan hal tersebut dengan mengkaji kembali isi dari Pasal 68 huruf a UU RI No. 17 tahun 2019 tentang SDA ke hadapan majelis hakim yang diketuai Lalu Moh. Sandi Iramaya.
Baca juga: Kejati NTB selidiki dugaan korupsi PT GNE
Pasal 68 huruf a menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan kerusakan sumber air dan prasarananya dan/atau pencemaran air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf b dan huruf d, di pidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 9 tahun dan denda paling sedikit Rp5 miliar dan paling banyak Rp15 miliar.
"Dalam ketentuannya, di sini ada dua poin penting yang harus diperhatikan dalam pemenuhan unsur pidananya," ujar dia.
Pemenuhan unsur pidana, menurut dia, harus dilihat pada kata "sengaja" serta "kerusakan sumber air dan prasarananya dan/atau pencemaran air".
"Unsur kesengajaan ini maksudnya terdakwa telah mengetahui dan menghendaki untuk melakukan sebuah perbuatan yang mengakibatkan kerusakan sumber air dan prasarananya dan/atau pencemaran air," ucapnya.
Baca juga: Kompak sakit, Hakim kabulkan penangguhan direktur PT GNE dan BAL
Selanjutnya, dalam kalimat itu juga ada unsur bersifat kumulatif dan alternatif pada kata "kerusakan sumber air dan prasarananya dan/atau pencemaran air".
"Kalau melihat dalam ketentuan undang-undang SDA ini, dalam Pasal 1 angka 6, di situ disebutkan pengertian dari kerusakan sumber air," kata Syamsul yang juga dosen pada Fakultas Hukum Universitas Mataram tersebut.
Sumber Air dalam ketentuan Pasal 1 angka 6 UU RI No. 17 tahun 2019 tentang SDA adalah tempat atau wadah air alami dan/atau buatan yang terdapat pada, di atas, atau di bawah permukaan tanah.
"Dari representasi secara sistematis yang merujuk pada aturan undang-undang tersebut, apakah telah terjadi kerusakan sumber air, yakni berkurangnya daya tampung atau fungsi sumber air, ini harus diidentifikasi berdasarkan keterangan ahli terkait," ujarnya.
Baca juga: Inspektorat NTB audit proyek pembangunan rumah subsidi PT GNE di Lobar
Ahli geologi yang telah dihadirkan jaksa penuntut umum dalam agenda sidang sebelumnya berasal dari Institut Teknologi Bandung (ITB).
Jaksa penuntut umum yang diwakili Budi menyampaikan bahwa ahli ITB telah menyatakan bahwa air produksi PT BAL hasil kerja sama dengan PT GNE sudah berganti dari air tanah menjadi air laut.
"Dalam artian, substansi isinya sudah berubah sehingga terjadi kerusakan sumber air," kata Budi.
Baca juga: Eksploitasi air di Trawangan, Direktur GNE dan BAL ajukan pengalihan status penahanan
"Jika melihat fakta hukum yang disampaikan penuntut umum berdasarkan keterangan ahli (geologi) menyatakan adanya kerusakan sumber air, maka dapat dikatakan perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur Pasal 68 huruf a Undang-Undang RI Nomor 17 tahun 2019 tentang Sumber Daya Air," kata Syamsul saat memberikan keterangan sebagai ahli dalam sidang perkara eksploitasi sumber daya air di kawasan wisata Gili Trawangan dan Meno tanpa izin ke hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Mataram, Kamis.
Dia menyatakan hal tersebut dengan mengkaji kembali isi dari Pasal 68 huruf a UU RI No. 17 tahun 2019 tentang SDA ke hadapan majelis hakim yang diketuai Lalu Moh. Sandi Iramaya.
Baca juga: Kejati NTB selidiki dugaan korupsi PT GNE
Pasal 68 huruf a menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan kerusakan sumber air dan prasarananya dan/atau pencemaran air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf b dan huruf d, di pidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 9 tahun dan denda paling sedikit Rp5 miliar dan paling banyak Rp15 miliar.
"Dalam ketentuannya, di sini ada dua poin penting yang harus diperhatikan dalam pemenuhan unsur pidananya," ujar dia.
Pemenuhan unsur pidana, menurut dia, harus dilihat pada kata "sengaja" serta "kerusakan sumber air dan prasarananya dan/atau pencemaran air".
"Unsur kesengajaan ini maksudnya terdakwa telah mengetahui dan menghendaki untuk melakukan sebuah perbuatan yang mengakibatkan kerusakan sumber air dan prasarananya dan/atau pencemaran air," ucapnya.
Baca juga: Kompak sakit, Hakim kabulkan penangguhan direktur PT GNE dan BAL
Selanjutnya, dalam kalimat itu juga ada unsur bersifat kumulatif dan alternatif pada kata "kerusakan sumber air dan prasarananya dan/atau pencemaran air".
"Kalau melihat dalam ketentuan undang-undang SDA ini, dalam Pasal 1 angka 6, di situ disebutkan pengertian dari kerusakan sumber air," kata Syamsul yang juga dosen pada Fakultas Hukum Universitas Mataram tersebut.
Sumber Air dalam ketentuan Pasal 1 angka 6 UU RI No. 17 tahun 2019 tentang SDA adalah tempat atau wadah air alami dan/atau buatan yang terdapat pada, di atas, atau di bawah permukaan tanah.
"Dari representasi secara sistematis yang merujuk pada aturan undang-undang tersebut, apakah telah terjadi kerusakan sumber air, yakni berkurangnya daya tampung atau fungsi sumber air, ini harus diidentifikasi berdasarkan keterangan ahli terkait," ujarnya.
Baca juga: Inspektorat NTB audit proyek pembangunan rumah subsidi PT GNE di Lobar
Ahli geologi yang telah dihadirkan jaksa penuntut umum dalam agenda sidang sebelumnya berasal dari Institut Teknologi Bandung (ITB).
Jaksa penuntut umum yang diwakili Budi menyampaikan bahwa ahli ITB telah menyatakan bahwa air produksi PT BAL hasil kerja sama dengan PT GNE sudah berganti dari air tanah menjadi air laut.
"Dalam artian, substansi isinya sudah berubah sehingga terjadi kerusakan sumber air," kata Budi.
Baca juga: Eksploitasi air di Trawangan, Direktur GNE dan BAL ajukan pengalihan status penahanan