Mataram (ANTARA) - Tim Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat meminta klarifikasi pemilik awal lahan Motocross Grand Prix (MXGP) Samota perihal tindak lanjut laporan dugaan gratifikasi dalam proses pembelian lahan tersebut oleh Pemerintah Kabupaten Sumbawa.
Juru Bicara Kejati NTB Efrien Saputera di Mataram, Rabu, mengaku telah mencoba mengonfirmasi kegiatan tersebut ke bidang pidana khusus, namun belum juga mendapatkan keterangan.
"Sudah saya coba konfirmasi, tetapi belum dapat informasi soal itu," kata Efrien.
Baca juga: Kejati NTB tangani kasus gratifikasi pembelian lahan MXGP Samota Rp53 miliar
Namun, perihal adanya permintaan klarifikasi pemilik lahan ini telah dibenarkan Basri Mulyani, kuasa hukum pemilik lahan bernama Zulfikar dan Asrul Sani. Keduanya merupakan anak dari mantan Bupati Lombok Timur Ali Bin Dachlan.
"Iya, betul. Yang datang tadi Zulfikar dan Asrul Sani, saya turut mendampingi," kata Basri.
Dia menjelaskan bahwa kedua kliennya datang memberikan keterangan terkait proses pembelian lahan seluas 70 hektare oleh Pemkab Sumbawa pada tahun 2023 tersebut.
"Zulfikar dan Asrul hanya dimintai keterangan terkait pembebasan tanah. Pembayarannya sudah selesai," ujarnya.
Basri menyampaikan bahwa pemerintah melakukan proses pembayaran lahan tersebut dalam tiga tahap, mengingat ada sebagian lahan dari luas 70 hektare yang bersengketa dan sebelum akhirnya pemerintah membelinya, persoalan tersebut selesai melalui konsinyasi di pengadilan.
"Tahap pertama, lokasi lahan yang clean and clear itu, dibayar Rp9 miliar. Untuk sengketa perdata, sekitar 40 hektare pembayaran melalui konsinyasi di pengadilan, sebanyak dua kali," ucap dia.
Pengadilan melakukan pembayaran melalui konsinyasi tersebut langsung ke Ali Bin Dachlan dan kedua anaknya yang tercatat sebagai pemilik lahan.
Dalam proses jual beli lahan tersebut, Basri turut memastikan bahwa harga jual sudah berdasarkan pada penilaian tim appraisal dari Jakarta.
"Totalnya (harga lahan 70 hektare) sekitar Rp52 miliar," kata Basri.
Selain meminta klarifikasi Zulfikar dan Asrul Sani, Basri yang juga tercatat sebagai Rektor Universitas Gunung Rinjani ini menyampaikan bahwa kejaksaan turut mengundang Ali Bin Dachlan untuk memberikan klarifikasi pada hari ini.
"Tetapi, karena beliau (Ali Bin Dachlan) baru pulang dari Kalimantan ke IKN, jadi kurang sehat. Sudah kami sampaikan ke jaksa," ujarnya.
Selain Zulfikar dan Asrul Sani, jaksa menurut informasi di lapangan turut meminta klarifikasi pemilik lahan pertama, yakni Abdul Aziz dan mantan Sekda Sumbawa Hasan Basri.
Juru Bicara Kejati NTB Efrien Saputera di Mataram, Rabu, mengaku telah mencoba mengonfirmasi kegiatan tersebut ke bidang pidana khusus, namun belum juga mendapatkan keterangan.
"Sudah saya coba konfirmasi, tetapi belum dapat informasi soal itu," kata Efrien.
Baca juga: Kejati NTB tangani kasus gratifikasi pembelian lahan MXGP Samota Rp53 miliar
Namun, perihal adanya permintaan klarifikasi pemilik lahan ini telah dibenarkan Basri Mulyani, kuasa hukum pemilik lahan bernama Zulfikar dan Asrul Sani. Keduanya merupakan anak dari mantan Bupati Lombok Timur Ali Bin Dachlan.
"Iya, betul. Yang datang tadi Zulfikar dan Asrul Sani, saya turut mendampingi," kata Basri.
Dia menjelaskan bahwa kedua kliennya datang memberikan keterangan terkait proses pembelian lahan seluas 70 hektare oleh Pemkab Sumbawa pada tahun 2023 tersebut.
"Zulfikar dan Asrul hanya dimintai keterangan terkait pembebasan tanah. Pembayarannya sudah selesai," ujarnya.
Basri menyampaikan bahwa pemerintah melakukan proses pembayaran lahan tersebut dalam tiga tahap, mengingat ada sebagian lahan dari luas 70 hektare yang bersengketa dan sebelum akhirnya pemerintah membelinya, persoalan tersebut selesai melalui konsinyasi di pengadilan.
"Tahap pertama, lokasi lahan yang clean and clear itu, dibayar Rp9 miliar. Untuk sengketa perdata, sekitar 40 hektare pembayaran melalui konsinyasi di pengadilan, sebanyak dua kali," ucap dia.
Pengadilan melakukan pembayaran melalui konsinyasi tersebut langsung ke Ali Bin Dachlan dan kedua anaknya yang tercatat sebagai pemilik lahan.
Dalam proses jual beli lahan tersebut, Basri turut memastikan bahwa harga jual sudah berdasarkan pada penilaian tim appraisal dari Jakarta.
"Totalnya (harga lahan 70 hektare) sekitar Rp52 miliar," kata Basri.
Selain meminta klarifikasi Zulfikar dan Asrul Sani, Basri yang juga tercatat sebagai Rektor Universitas Gunung Rinjani ini menyampaikan bahwa kejaksaan turut mengundang Ali Bin Dachlan untuk memberikan klarifikasi pada hari ini.
"Tetapi, karena beliau (Ali Bin Dachlan) baru pulang dari Kalimantan ke IKN, jadi kurang sehat. Sudah kami sampaikan ke jaksa," ujarnya.
Selain Zulfikar dan Asrul Sani, jaksa menurut informasi di lapangan turut meminta klarifikasi pemilik lahan pertama, yakni Abdul Aziz dan mantan Sekda Sumbawa Hasan Basri.